Kisah Sukses Harsono Pemilik Cilok Edy di Jember yang Bisa Punya 3 Apartemen, Sempat Kepingin Nyerah
Cilok Edy semakin terkenal di Jember, meski pada awalnya si pemilik sempat kepikiran untuk menyerah dan jadi tukang becak.
SRIPOKU.COM - Berstatuskan sebagai penjual cilok, Harsono bisa mempunyai tiga apartemen dan belasan rumah kontrakan.
Tidak hanya itu, lewat Cilok Edy, ia dan istri sudah bisa berangkat haji.
Selain ketelatenan dalam menjalani usahanya, Edy dan istri punya trik lain yang membuatnya bisa sukses seperti sekarang.
Yaitu, pengelolaan uang yang tepat. Bahkan, uang hasil penjualan cilok tidak ia tabung.
Edy biasa berjualan cilok di kawasan kampus, seperti di depan kantor DPRD Jember, di depan kampus Universitas Jember dan Universitas Muhamadiyah Jember.
Cilok Edy disukai hampir seluruh kalangan sehingga kini sudah ada cabang.
“Dulu di Jember saja ada sepuluh rombong, sekarang tinggal empat rombong,” kata Harsono, pemiliki Cilok Edy, saat berbincang dengan Kompas.com di rumahnya Sabtu (19/6/2021).
Dalam sehari, Cilok Edy bisa menghasilkan Rp 5.000.000 dari empat rombong itu.
• Demi Umrahkan Nenek dan Bantu Ekonomi Keluarga, Cewek Bercadar ini Rela Jualan Cilok Setiap Hari
Sebelum pandemi Covid-19, dia mampu meraup omzet hingga Rp 8.000.000 per hari. Harsono memiliki karyawan sepuluh orang.
Lima orang berjualan langsung menggunakan rombong. Sedangkan lima orang lainnya bagian meracik dan memasak cilok.
Hasil dari berbisnis cilok, Harsono bisa membeli tiga apartemen, 13 rumah kontrakan hingga sawah.
Bahkan, dia sudah menunaikan ibadah haji pada 2019 lalu.
Cilok Edy merupakan usaha yang dilakukan oleh pasangan suami istri Harsono dan Siti Fatimah.
Warga Kelurahan Tegalgede Kecamatan Sumbersari itu memulai usaha sejak tahun 1997 lalu.
Sebelum menekuni bisnis ini, Harsono merupakan tukang ojek dengan sepeda hasil kredit.
Namun karena tidak mampu membayar, sepeda itu diambil dan uang mukanya dikembalikan.
“Akhirnya uang muka itu dibelikan becak,” ucap
Penghasilan dari becak tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selanjutnya, dia dia juga sebagai honorer petugas kebersihan Dinas Pekerjaan Umum dan Cipta Karya Jember.
Ide awal berjualan cilok dari dari ayahnya yang juga berjualan cilok di Bali saat itu.
• Kisah Gadis Bercadar Rela Jualan Cilok Demi Umrohkan Sang Nenek, Sempat Malu & Dipandang Negatif
Sementara di Jember, masih belum ada cilok yang bahannya terbuat dari daging, yang ada hanya dari tepung.
Akhirnya, Harsono menangkap peluang itu dan mulai berjualan cilok.
Ketika ayahnya pulang dari Bali tahun 1997. Dia bersama istrinya menirukan bisnis bapaknya, yakni menjual cilok dari bahan daging sapi dicampur tepung.
“Modal awal dulu paling hanya Rp 20.000,” ungkap dia.
Uang itu untuk membeli daging lalu diolah oleh istrinya menjadi cilok.
Kemudian, Harsono memasarkan cilok ke berbagai tempat. Harsono berangkat pukul 06.30 WIB untuk berjualan cilok secara keliling.
Terutama di sejumlah sekolah yang ada di Kecamatan Sumbersari hingga Kecamatan Kaliwates.
“Berangkat pagi, pulangnya habis isya’,” aku dia.
Pertama kali berjualan, cilok tidak terjual habis.
Bahkan, ketika menjual ke sekolah, wali murid tidak memperbolehkan anaknya membeli cilok karena merupakan jenis makanan baru.
• Resep Sambal Kuah Kacang Serbaguna, Cocolan Nikmat Cocok untuk Makan Gorengan, Siomay dan Cilok
Karena mendapat dorongan dari istri untuk bersabar, Harsono kembali menjual cilok secara keliling.
Perjuangan Harsono berjualan cilok secara keliling selama lima tahun membuahkan hasil. Nama Cilok Edy mulai dikenal masyarakat.
Wali murid yang awalnya tak mau membeli, kini mulai ketagihan karena memiliki rasa yang berbeda.
Harsono semakin semangat, setiap pagi dia menjual cilok di SD, kemudian siang hari jam 13.00 berjualan di SMP, lalu sore hari berkeliling di daerah perkotaan, seperti alun-alun Jember.
Selama lima tahun berkeliling, permintaan Cilok Edy semakin banyak.
Dulu, daging sapi yang digiling untuk bahan cilok hanya sekitar 1,5 kilogram. Namun sekarang sudah sampai 25 kilogram daging setiap harinya.
“Tapi sekarang dicampur dengan daging ayam, karena daging sapi cukup mahal,” papar dia.
Sekitar tahun 2000, Harsono memasang telepon rumah.
Ketika cilok yang dijual sudah habis, Harsono tinggal menelpon istrinya untuk membuat lagi.
“Tahun 2000-an itu mulai dikenal, hingga ambil tenaga orang lain karena sudah tidak nutut,” terang dia.
Nama Cilok Edy mulai naik daun di kalangan warga perkotaan. Nama itu dipilih karena mudah diingat, meskipun tidak ada sangkut paut dengan dirinya.
Saat itu, Harsono hanya memiliki satu rombong keliling untuk menjual cilok. Dirinya ingin menambah armada, namun tidak memiliki modal.
Akhirnya dia memberanikan diri mengajukan kredit uang ke perbankan senilai Rp 15 juta.
Uang itu digunakan untuk membeli rombong Cilok Edy hingga memiliki lima rombong. Uang itu terus diputar untuk nenambah rombong samapi memiliki sepuluh rombong.
• Cilok, Makanan Pinggir Jalan yang Digemari Saat Ini Memiliki Lima Manfaat Bagi Kesehatan Tubuh
Tak hanya itu, permintaan untuk membuka cabang Cilok Edy terus berdatangan dari Probolinggo, Bondowoso dan Lumajang.
Hanya saja, cabang yang ada di luar kota tidak bertahan lama karena ada kecurangan dari pegawainya.
“Buka di luar kota, cuma penjaganya curang,” ujar dia.
Akhirnya ditarik dan tidak ada cabang di luar kota lagi.
Harsono mengatakan tantangan yang dihadapi yakni semakin banyak penjual cilok. Untuk itu, dia semakin meningkatkan cita rasa cilok.
Uang dari hasil penjualan cilok tak ditabung oleh Harsono dan istrinya.
Namun, ia menggunakan uang itu untuk investasi. Seperti membeli rumah untuk dijadikan rumah kontrakan dan rumah kos.
Selain itu, juga digunakan untuk membeli sawah hingga apartemen.
“Sekarang apartemen punya tiga untuk disewakan, rumah ada 13 untuk dikontrakkan dan dikoskan,” jelas Harsono.
Caranya, Harsono meminjam uang ke bank, lalu membayar dari hasil penjualan cilok.
Uang yang dipinjam dari bank itu digunakan untuk membeli aset. Mulai dari rumah, sawah hingga apartemen.
Sekarang, Harsono terus menggeluti usaha tersebut. Dia mengelola perputaran uangnya agar bisnisnya terus berlangsung.
“Intinya dalam memulai usaha, harus telaten dan sabar,” ucap dia.
• Penjual Cilok Keliling Ini, Akhirnya Bisa Bahagiakan Kedua Orangtua: Emmanuel Kini Taruna Akmil
Dia menilai memulai bisnis tidak bisa langsung sukses. Namun butuh proses agar sesuai dengan harapan.
“Harus bisa mengalami suka duka menekuni bisnis itu,” ucap dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Harsono, Sukses Jual Cilok hingga Punya 3 Apartemen dan 13 Rumah Kontrakan"
