Kisah Musisi Palembang Ini, Kini Jadi Pengamen di Warung-warung untuk Bertahan Hidup
Sejak 2020 kemarin karena Covid-19, saya dirumahkan, sekarang ngamen dimana saja, ada seperti warung atau cafe.
Penulis: Rahmaliyah | Editor: Yandi Triansyah
Laporan Wartawan Sripoku. com, Rahmaliyah
SRIPOKU. COM, PALEMBANG - Tiba di kediaman Washintin Aritonang di jalan Madang Dalam 1 Nomor 1621 RT/RW 27/05, Kelurahan Sekip Jaya Kecamatan Kemuning, Kota Palembang, suasana asri langsung menyambut.
Terlihat sosok pria yang tak lagi muda duduk di ruang tamu menyambut dengan senyuman. Dia adalah Washintin Aritonang (70) Musisi yang memiliki delapan karya lagu Palembang.
Dibalik kepiawaiannya melantunkan lagu-lagu Palembang, nyatanya ia adalah pria yang bukan asli daerah Sumatera Selatan, melainkan Medan, Sumatera Utara.
Kini nasibnya di kondisi pandemi ini semakin sulit, padahal dulunya ia adalah seorang pengajar di sebuah sekolah di Palembang berstatus sebagai honorer namun karena pandemi ia dirumahkan. Untuk memenuhi kebutuhannya tak jarang ia mengamen ke warung-warung atau ke cafe.
"Sejak 2020 kemarin karena Covid-19, saya dirumahkan, sekarang ngamen dimana saja, ada seperti warung atau cafe. Tapi saya datang itu mengamen yang ngasih itu pengunjung bukan pemilik warung atau cafe,”katanya, Senin (14/6/2021)
Washintin Aritonang sendiri seorang musisi yang menciptakan lagu Palembang, setidaknya sudah ada 8 karya yang ia ciptakan sejak 2011, mulai dari lagu Khas Palembang dibuat tahun 2014, Songket dibuat tahun 2014, Jajan Palembang dibuat tahun 2016, Sea games ke XXVI 2011 di Palembang dibuat tahun 2011, Gede Ing Suro dibuat tahun 2017, Asian Games 2018 Palembang dibuat tahun 2018, Horas Joko Widodo dibuat tahun 2019, dan Palembang Emas Darusalam dibuat tahun 2020.
Tak lupa kakek dari dua cucu itu juga memperdengarkan lagu karyanya, seperti Ki Gede Ing Suro yang berlirik sangat kental akan sejarah kota Palembang dan gambaran akan kota Palembang lama.
"Melalui lagu, kita kenalkan sejarah dan budaya kota Palembang," katanya.
Karena diakuinya bahwa seni ini untuk di kota Palembang kurang mendapat apresiasi, dari 8 lagu yang ia ciptakan dua lagu itu dibeli hanya satu lagu dihargai Rp450 ribu dan total kedua lagu Washington mendapatkan uang Rp 900 ribu. Lagu itu dibeli oleh Dinas Kebudayaan Kota Palembang pada tahun 2017.
Akhirnya dua lagu itu di rekam untuk kebutuhan pariwisata, karena memang perlu anak muda untuk meneruskan.
"Lagu - lagu saya ini ada yang sudah dibeli oleh dinas kebudayaan, kemudian direkam dan dinyanyikan oleh anak muda, seperti lagu songket dan jajajan Palembang," ungkapnya.
Sementara, Siti Nurohana (64) sang istri mengaku hasil mengamen didapatkan suaminya paling besar Rp 100 ribu. Sedangkan anaknya pertama Tirana berumur 24 tahun telah menikah sekarang hanya berstatus Ibu Rumah Tangga, tentunya tidak bisa menjadi tulang punggung keluarga. Lalu anaknya kedua Serly umur 15 tahun sekarang masih sekolah duduk di kelas III SMP.
“Jadi untuk biaya sekolah, untung masih ada uang pensiun saya. Saya dulu ngajar di Indralaya. Kalau Bapak ngamen dapet uang alakadarnya,” tutupnya. (Yak)
• BOTI Menikung dengan Ngebut, 2 Penumpang yang Dibonceng Tewas, Pengendara yang Masih Pelajar Selamat
• Optimalkan Serapan PAD Palembang Batasan BPHTB Diturunkan, Dari Rp 100 Juta jadi Rp 60 Juta