Berita Religi
Apakah Bermain Catur Diharamkan atau Diperbolehkan? Ternyata Begini Hukumnya dalam Pandangan Islam
Belakangan ini hukum mengenai permainan catur menjadi simpang siur lantaran berita hoaks yang beredar di tengah masyarakat, simak penjelasan berikut.
Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM - Apakah benar catur diharamkan dalam Islam? Begini penjelasan Ustaz Abdul Somad.
Catur merupakan permainan yang sangat tenar baik di kalangan muda maupun tua.
Dalam pengertiannya, catur merupakan permainan papan strategi yang dimainkan oleh dua orang pada sebuah papan kotak-kotak yang terdiri dari 64 kotak, yang disusun dalam petak 8x8, yang terbagi sama rata (masing-masing 32 kotak) dalam kelompok warna putih dan hitam.
Permainan ini dimainkan oleh jutaan orang di seluruh dunia.
Namun, beberapa waktu belakangan ini hukum mengenai permainan catur menjadi simpang siur.
Kendati catur sudah menjadi permainan dunia, benarkah permainan ini bisa menjadi haram?
Lantas timbul pertanyaan di kalangan masyarakat, bagaimana hukum bermain catur menurut pandangan Islam?
Apakah bermain catur diharamkan? Atau bermain catur diperbolehkan ?
Berikut ini penjelasan Ustaz Abdul Somad yang dibagikan melalui cuplikan ceramahnya dalam tayangan YouTube KAJIAN ASWAJA.
Baca juga: Bolehkah Kita Membaca Huruf Latin Dalam Mengaji? Begini Hukum Membaca Alquran Ibarat Dagang Tak Rugi
Pembahasan mengenai permainan catur bisa menjadi haram lantaran berawal dari pertanyaan yang diajukan oleh seorang jemaah.
Maka dari itu, Ustaz Abdul Somad pun meluruskan berita yang simpang siur mengenai haramnya bermain catur.
"Tersebar Abdul Somad mengharamkan catur, Laa ilaa ha illallah Muhammadurasulullah, padahal kita di pondok musabaqoh syatron, ada musabaqohnya," terang Ustaz Abdul Somad.
Dikatakan oleh Ustaz Abdul Somad jika pembahasan mengenai catur berdasarkan pertanyaan jemaahnya beberapa tahun silam.
"Ada yang bertanya bagaimana pak ustaz suami saya main catur sampai nggak nyari nafkah, sampai nggak sholat," jelasnya.
Ustaz Abdul Somad pun menerangkan maka menurut Imam Abu Hanifah, Nu'man bin Tsabit, Imam Hanafi meninggal di Kuffah tahun 150 Hijrah, di tahun yang sama lahir Muhammad bin Idris As-Syafi'i di Gaza, Palestina.