Ingat Jenderal Bintang Empat Gagah Ini? Dua Anaknya Sukses Jadi Jenderal, Satu di Polri, Satu di TNI

Dialah Jenderal (Purn) Try Sutrisno yang juga mantan wakil Presiden ke-6 Indonesia yang mendampingi Presiden Soeharto pada 1993-1998.

Penulis: fadhila rahma | Editor: Welly Hadinata
IST
Jenderal (Purn) Try Sutrisno, Irjen Firman Santyabudi, dan Brigjen Kunto Arief Wibowo. 

"Warga Desa Semerap yang tertembak oleh masa dari sebelah. Karena nekat nyerang," kata Mardi menambahkan.

Untuk diketahui, bentrok antara warga Desa Semerap dan Desa Muak langsung direspons Wakil Bupati Kerinci Ami Taher didampingi Sekda Kerinci Asraf serta Dandim dan Kapolres Kerinci turun mendinginkan suasana.

Melansir dari Wikipedia, Irjen Firman Santyabudi lahir dari pasangan Try Sutrisno dan Tuti Sutiawati pada 17 November 1965.

Firman adalah seorang perwira tinggi Polri yang sejak 16 November 2020 mengemban amanat sebagai Asisten Logistik Kapolri.

Firman, lulusan Akpol 1988 ini berpengalaman dalam bidang lantas.

Jabatan terakhir jenderal bintang dua ini adalah Kepala Kepolisian Daerah Jambi.

Lulusan Akpol 1988 ini juga pernah menjabat sebagai Wadirlantas Polda Metro Jaya, Kasbudit Jianmas Ditlantas Babinkam polri, serta Dirlantas Polda Sumsel.

Berikut riwayat jabatannya.

- Wadirlantas Polda Metro Jaya

- Kepala SPN Lido, Polda Metro Jaya (2008)

- Kapolres Metro Jaksel (2009)

- Kasubdit Jianmas Ditlantas Babinkam Polri (2009)

- Dirlantas Polda Sumsel (2011)

- Analis Kebijakan Madya Bidang Korlantas Polri (2012)

- Kabagrenops Robinops Sops Polri (2013)

- Karodalaops Sops Polri (2013)

- Direktur Kerjasama dan Humas PPATK (2014)

- Deputi Bidang Pemberantasan PPATK (2017)

- Kapolda Jambi (2020)

- Asisten Logistik Kapolri (2020)

Brigjen TNI Kunto Arief Wibowo

Melansir dari Wikipedia, Brigjen TNI Kunto Arief Wibowo lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 15 Maret 1971.

Ia adalah seorang perwira tinggi TNI AD yang mulai tanggal 9 April 2020 memegang jabatan sebagai Kepala Staf Komando Daerah Militer III/Siliwangi.

Kunto, lulusan Akmil 1992 ini dari kecabangan Infanteri.

Brigjen TNI Kunto dan ayahnya, mantan Wapres Try Sutrisno. (Kolase siliwangi.mil.id dan Wikipedia)
Brigjen TNI Kunto dan ayahnya, mantan Wapres Try Sutrisno. (Kolase siliwangi.mil.id dan Wikipedia) ()

Sebelumnya, jenderal bintang satu ini menduduki jabatan sebagai Komandan Korem 032/Wirabraja.

Riwayat Jabatan:

- Danton Yonif Linud 502/Ujwala Yudha

- Danton Yonif Linud 412/Bharata Eka Sakti

- Kasi-2/Ops Korem 083/Baladhika Jaya (2007-2008)

• Ratusan Lansia di Menteng Jakarta Pusat Jalani Vaksinasi Covid-19

- Danyonif 500/Raider (2008-2009)

- Dansatdik Sussarcab Pusdikif Pussenif (2009-2010)

- Kasbrigif 13/Galuh (2010—2012)

- Danbrigif 6/Trisakti Baladaya (2012—2013)

- Kadep Teknik Akmil (2013—2014)

- Asops Kasdam IX/Udayana (2014—2015)

- Danrem 044/Garuda Dempo (2016—2018)

- Danpuslatpur Kodiklatad (2018—2019)

- Danrem 032/Wirabraja (2019—2020)

- Kasdam III/Siliwangi (2020—Sekarang)

Biodata Try Sutrisno

Sama seperti sang anak, Jenderal (Purn) Try Sutrisno juga memulai karir militernya setelah menyelesaikan penddikan di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD).

Try Sutrisno lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 15 November 1935.

Ayahnya, Subandi adalah seorang sopir ambulans, sedangkan ibunya, Mardiyah adalah seorang ibu rumah tangga.

Seperti dilansir dari Tribunnews Wiki dalam artikel 'Try Sutrisno'

Try Surtrisno menamatkan pendidikan dasar dan menengahnya di Surabaya. Setelah tamat dari SMP 2 Surabaya, ia kemudian melanjutkan ke SMA 2 Surabaya.

Pada usia 13 tahun, ketika Belanda kembali dan melakukan agresi militer, ia ingin bergabung dengan Batalyon Poncowati untuk ikut berperang.

Namun karena tidak ada yang menganggap keinginan Try serius, maka ia hanya dipekerjakan sebagai kurir.

Tugasnya adalah mencari informasi ke daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Belanda serta mengambil obat untuk Angkatan Darat Indonesia. Hingga pada 1949, Belanda akhirnya dapat dipukul mundur.

Setelah sebelumnya harus pindah ke Mojokerto karena serangan Belanda itu, setelah mundurnya Belanda Try dan keluarganya akhirnya kembali ke Surabaya. Di sana Try melanjutkan sekolahnya dan berhasil tamat dari SMA di usianya yang ke-21.

Lulus dari SMA, Try Sutrisno kemudian melanjutkan Pendidikan ke Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad). Pendidikan militernya di Atekad selesai pada tahun 1959.

Riwayat Karier:

- Ajudan Presiden Suharto (1974)

- Kepala Staf KODAM XVI/Udayana (1978)

- Panglima KODAM IV/Sriwijaya (1979)

- Panglima KODAM V/Jaya (1982)

- Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (1985)

• Ratusan Lagu K-Pop Dihapus dari Platform di Seluruh Dunia, Spotify Rugi Berat

- Kepala Staf Angkatan Darat (1986)

- Panglima ABRI (1988)

- Wakil Presiden (1993-1998)

Masa Gelap Try Sutrisno

Selepas menjadi ajudan presiden, nama Try Sutrisno makin diperhitungkan di kemiliteran.

Hingga pada tahun 1982 ia diangkat menjadi Panglima KODAM V/Jaya.

Namun di posisi seperti inilah Try Sutrisno merasakan salah satu masa paling gelap di karirnya.

Ya, ketika itu ia harus menghadapi pergolakan berdarah di Tanjung Priok pada tahun 1984.

Perseteruan ini adalah tentang kesalahpahaman ideologi serta indikasi pemerintah yang lebih memihak kepada kaum Tionghoa.

Masyarakat Priok pun tak terima dan protes sambil melakukan huru hara, termasuk merusak banyak toko-toko orang China.

Try Sutrisno pun akhirnya memutuskan langkah yang berisiko.

Bersama Panglima ABRI, Benny Moerdani, sang Pangdam pun bernisiatif meredam warga.

Aksi damai ternyata tak bisa dilakukan dan warga makin beringas dalam melakukan aksinya.

Akhirnya setelah tembakan peringatan tak dihiraukan, pasukan pun menghujamkan peluru ke arah kerumunan.

Jatuh korban pun tak bisa dihindarkan. Kala itu sekitar 28 orang tewas. Peristiwa ini jadi histori kelabu bagi Try Sutrisno.

Selepas peristiwa berdarah ini, Try Sutrisno pun naik lagi menjadi seorang Panglima ABRI.

Di masa seperti ini pun ia merasakan lagi pil pahit.

Ketika itu konflik di Dili, Timor Timur, yang diawali oleh protes mahasiswa yang menginginkan provinsi ini lepas dari Indonesia sambil membawa poster Xanana Gusmao.

Try Sutrisno pun memerintahkan pasukan untuk menembak hingga akhirnya sekitar 271 orang tewas ketika itu.

Peristiwa ini mendapat kecaman dunia, namun Try Sutrisno berdalih jika ini demi keutuhan bangsa.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved