Apa Itu Cheng Beng? Tradisi dan Bakti Keturunan Tionghoa Kepada Leluhur

Tradisi Cheng Beng ini dapat dikatakan sebagai bakti keturunan Tionghoa kepada leluhur dan keluarganya.

Penulis: maya citra rosa | Editor: Azwir Ahmad
zoom-inlihat foto Apa Itu Cheng Beng? Tradisi dan Bakti Keturunan Tionghoa Kepada Leluhur
SRIPOKU.COM/ABDUL HAFIZ
ilustrasi: Sekelompok keluarga peziarah memasang garu yang telah dibakar pada ritual sembahyang leluhur Cheng Beng di makam Pekuburan China Talangkerikil Palembang. Foto diambil tahun lalu.

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Cheng Beng atau tradisi ziarah kuburan yang merupakan ajang bersih-bersih dan pulang kampung, sangat dinantikan oleh warga keturunan Tionghoa di Indonesia.

Di Palembang terdapat beberapa kawasan pekuburan China yang ada yaitu di daerah Sukabangun, Talang Kerikil, dan Soak Simpur.

Wakil Ketua Majelis Rohaniwan Tridharma Sumatera Selatan, Tjik Harun mengatakan Cheng Beng berasal dari dialek Mandarin, tepatnya Suku Hokkain, Cheng artinya bersih-bersih dan Ming artinya Terang.

Tradisi ini dapat dikatakan sebagai bakti keturunan Tionghoa kepada leluhur dan keluarganya.

Dimana hanya satu kali setahun dilakukan, puncaknya jatuh pada bulan April antara tanggal 4 atau 5, tergantung penanggalan tahun itu.

Cheng Beng tersebut tidak harus dilakukan hanya pada tanggal tersebut, namun bisa dilakukan antara 10 hari sebelum atau 10 hari sesudah puncak Cheng Beng.

"Tapi puncaknya tanggal 4 atau 5, dimana keturunan makam melakukan pembersihan kuburan yang sudah setahun dipenuhi tanaman," ujarnya Selasa (30/3/2021).

Tidak hanya dibersihkan, makam juga dicat ulang dengan cat dan tinta emas, menurut Tjik Harun hal ini agar tulisan yang pudar nampak terang.

Cheng Beng dilakukan agar dapat menunjukkan bakti kepada para leluhur, berdoa agar yang sudah meninggal dapat terlahir kembali.

Selain berdoa dan sembahyang, para ahli waris juga membawa makanan dan sajian yang disukai oleh leluhurnya ketika masih hidup.

"Bagi kepercayaan kami dia juga butuh makan, juga ada uang-uangan dibakar kemudian sebut nama orang yang diziarahi," ujarnya.

Kertas sembahyang juga ditabur diatas makam, untuk menunjukkan bahwa makam tersebut masih memiliki keturunan yang menziarahinya.

"Cheng Beng ini juga seperti pembuktian bahwa berkat leluhur kita bisa berhasil, kemudian berkumpul bersama keluarga," ujarnya.

Sehingga menurut Tjik Harun, jangan heran jika ada suatu daerah yang ketika Cheng Beng mereka bisa menyewa satu pesawat hanya untuk pulang kampung.

Kecuali dalam satu halangan yang harus dipatuhi, para perantau diperbolehkan tidak pulang, seperti pandemi saat ini.

Sejarah yang diketahui Tjik Harun, lokasi Pemakaman China dulunya berada di Bukit Kecil, kemudian direlokasi ke Talang Kerikil dan Soak.

"Saya kurang tahu kalau tahun kapannya, tapi usia saya sudah 50 tahun lebih, waktu itu sudah direlokasi," ujarnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved