Ini Sejarah Berdirinya KPK, Megawati Melihat Kejaksaan dan Kepolisian tak Mampu Tangkap Koruptor

KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Penulis: Welly Hadinata | Editor: Welly Hadinata
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 

SRIPOKU.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga negara yang paling ditakuti pejabat negara yang merasa koruptor. 

Bahkan banyak pejabat negara dan kroninya dibuat ketar-ketir dengan tugasnya KPK.

KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

KPK ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.

KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK

Namun belum banyak yang tahu sejarah terbentuknya KPK lembaga lembaga anti rasua ini. Berikut yang dirangkum Sripoku.com.

KPK terjadi didirikan pada tahun 2002 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. 

Dalam sejarahnya itu, KPK  terbentuknya KPK karena Presiden Megawati pada saat itu melihat bahwa institusi kejaksaan dan kepolisian dinilai tidak mampu untuk menangkap koruptor.

Sebenarnya gagasan atau ide untuk membentu KPK sudah muncul jauh hari sebelumnya pada masa Presiden BJ Habibie yang mengeluarkan UU nomor 28 tahun 1999 mengenai penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.

Kemudian UU tersebut diawali dengan pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman.

Berikutnya Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTK) di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan dipimpin oeh Hakim Agung Andi Andojo.

Tetapi ketika semangat menumpas korupsi sedang menggebu – gebu, TGPTPK dibubarkan melalui judisial review mahkamah agung yang berakibat kemunduran dalam upaya memberantas KKN.

Masyarakat juga menganggap Gus Dur tidak dapat menunjukkan kepemimpinan yang dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi. Kemudian pada era Megawati upaya tersebut dilanjutkan.

KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. 

Tugas dan Fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:

  1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
  4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
  5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:

  1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
  2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
  4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
  5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)

Pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua KPK.

Di bawah kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi Aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah "good and clean governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia.

Sebagai seorang mantan Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001, Taufiequrachman walaupun konsisten mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.

Taufiequrachman juga menyampaikan bahwa pembudayaan etika dan integritas antikorupsi harus melalui proses yang tidak mudah, sehingga dibutuhkan adanya peran pemimpin sebagai teladan dengan melibatkan institusi keluarga, pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi bisnis.

Pada tahun 2007 Taufiequrachman Ruki digantikan oleh Antasari Azhar sebagai Ketua KPK.

KPK di bawah Antasari Azhar (2007-2009)

Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Kontroversi Antasari Azhar saat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (2000-2007) yang gagal mengeksekusi Tommy Soeharto tidak menghalangi pengangkatannya menjadi Ketua KPK setelah berhasil mengungguli calon lainnya yaitu Chandra M. Hamzah dengan memperoleh 41 suara dalam pemungutan suara yang dilangsungkan Komisi III DPR.

Kiprahnya sebagai Ketua KPK antara lain menangkap Jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani dalam kaitan penyuapan kasus BLBI Syamsul Nursalim. Kemudian juga penangkapan Al Amin Nur Nasution dalam kasus persetujuan pelepasan kawasan Hutan lindung Tanjung Pantai Air Telang, Sumatra Selatan.

Antasari juga berjasa menyeret Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aulia Tantowi Pohan yang juga merupakan besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke penjara atas kasus korupsi aliran dana BI. Statusnya sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 4 Mei 2009 memberhentikan dari jabatannya sebagai ketua KPK.

KPK di bawah Tumpak Hatorangan Panggabean (Pelaksana Tugas) (2009-2010)

Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.
Mantan Komisaris PT Pos Indonesia, Tumpak Hatorangan Panggabean terpilih menjadi pelaksana tugas sementara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dilantik pada 6 Oktober 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Serta ditetapkan berdasarkan Perppu nomor 4 tahun 2009 yang diterbitkan pada 21 September 2009. Pengangkatannya dilakukan untuk mengisi kekosongan pimpinan KPK setelah ketua KPK Antasari Azhar dinonaktifkan dan diberhentikan akibat tersangkut kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

Di bawah masanya memang KPK berhasil menetapkan bekas Menteri Sosial (Mensos) Bachtiar Chamsyah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin jahit dan impor sapi.

Selain itu, KPK juga berhasil menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Ismet Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mobil kebakaran.

Tapi beberapa kasus masih mandek penanganannya, misalnya saja, kasus Bank Century, membuat penilaian bahwa lembaga itu mulai melempem. Pada tanggal 15 Maret 2010, ia diberhentikan dengan Keppres No. 33/P/2010 karena Perppu ditolak oleh DPR.

KPK di bawah Busyro Muqoddas (2010-2011)

M. Busyro Muqoddas, S.H, M.Hum dilantik dan diambil sumpah oleh Presiden RI pada 20 Desember 2010 sebagai ketua KPK menggantikan Antasari Azhar. Sebelumnya, Busyro merupakan ketua merangkap anggota Komisi Yudisial RI periode 2005-2010.

Pada saat sebagai ketua sangat sering mengkritik DPR, yang terakhir terkait hedonisme para anggota DPR. Pada pemilihan pimpinan KPK tanggal 2 Desember 2011 ia "turun pangkat" menjadi wakil ketua KPK. Busyro hanya memperoleh 5 suara dibandingan Abraham Samad yang memperoleh 43 suara. Serah terima jabatan dan pelantikan dilaksanakan pada 17 Desember 2011.

KPK di bawah Abraham Samad (2011-2015)

DR. Abraham Samad SH. MH menggantikan Busyro Muqoddas sebagai ketua KPK selanjutnya.

Pada tanggal 3 Desember 2011 melalui voting pemilihan Ketua KPK oleh 56 orang dari unsur pimpinan dan anggota Komisi III asal sembilan fraksi DPR, Abraham mengalahkan Bambang Widjojanto dan Adnan Pandu Praja. Abraham memperoleh 43 suara, Busyro Muqoddas 5 suara, Bambang Widjojanto 4 suara, Zulkarnain 4 suara, sedangkan Adnan 1 suara.

Ia dan jajaran pimpinan KPK yang baru saja terpilih, resmi dilantik di Istana Negara oleh Presiden SBY pada tanggal 16 Desember 2011. Lima pimpinan KPK periode 2011-2015 adalah Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Zulkarnaen, Adnan Pandu Pradja, dan Busyro Muqoddas.

Beberapa kasus yang mencuat saat Abraham samad memimpin adalah Kasus Korupsi Wisma Atlet, Kasus Korupsi Hambalang, Kasus Gratifikasi Impor Daging Sapi, Kasus Gratifikasi SKK Migas, Kasus Pengaturan Pilkada Kabupaten Lebak. Beberapa orang yang ditangkap/ditahan/dituntut KPK diantaranya adalah: Andi Malarangeng, Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Akil Mochtar, Ratu Atut Chosiyah, Ahmad Fathanah, Luthfi Hasan Ishaq, Rudi Rubiandini, Suryadharma Ali, Jero Wacik, Miranda Goeltom, Djoko Susilo, dll.

KPK di bawah Agus Rahardjo (2015-2019)

Berlatar belakang pendidikan teknik sipil di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Agus Rahardjo adalah orang pertama yang terpilih memimpin KPK tanpa pendidikan formal hukum dan pengalaman di lembaga penegakan hukum. Rahardjo menggantikan Plt. Taufiequrachman Ruki

Pada tanggal 17 Desember 2015, Komisi Hukum DPR RI yang diketuai oleh Azis Syamsuddin, menetapkan Agus Rahardjo sebagai Ketua KPK terpilih periode 2015-2019 setelah sebelumnya melakukan dua kali voting. Rahardjo berhasil mendapatkan 53 suara. Sedangkan calon pimpinan KPK lainnya, Basaria Panjaitan mendapatkan 51 suara, Alexander Marwata 46 suara, Saut Situmorang 37 suara, dan Laode Muhammad Syarif 37 suara.

Kasus per September 2016 didominasi kasus suap dan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Kasus yang sangat mencuat ke publik yaitu OTT Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Irman Gusman (kasus suap impor gula), berbagai penangkapan OTT Panitera, Pengacara, Hakim Tinggi, dan Pejabat Mahkamah Agung termasuk Sekretaris MA Rohadi terkait suap dagang perkara (termasuk salah satunya yaitu pengacara kondang O.C. Kaligis), kasus korupsi dana aspirasi dan suap proyek infrastruktur berjamaah yang dilakukan oleh banyak anggota Komisi V DPR (Damayanti Wisnu Putranti, dan sebagian besar anggota lainnya), kasus korupsi izin tambang Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, kasus bansos dan suap oleh Gubernur Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho dan petinggi partai Nasdem Patrice Rio Capella, dan kasus suap Raperda Reklamasi DKI Jakarta M Sanusi dari pengembang PT APL, dan berbagai kasus yang menjerat suap korporasi lainnya

Saat Ini mulai tahun 2020 untuk lima tahun kedepan, KPK dipimpin Komjen Pol Firli Bahuri

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved