Ketua Pembina Adat Sumsel Albar S. Subari : Perlu Penjelasan Kongkrit dari Pak Toyeb
Toyeb menegaskan, Sumsel sangat membutuhkan marga, karena kini tanah ulayat di Sumsel habis diakibatkan investor yang sekendak hati mengambil tanahny
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Ketua Pembina Adat Sumsel Albar Sentosa Subari merasa perlu meminta penjelasan konkrit terkait marga boleh dihidupkan lagi di Sumsel.
Albar menanggapi pernyataan Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) H. Toyeb Rakembang S.Ag (Berita Pagi, Rabu (27/1).
Toyeb mengatakan marga boleh dihidupkan lagi di Sumsel, tidak ada masalah sebenarnya sudah kami kaji juga , boleh jadi nanti marga dalam arti pemerintahan nantinya seperti di Sumatera Barat.
Dia menegaskan, Sumsel sangat membutuhkan marga, karena kini tanah ulayat di Sumsel habis diakibatkan investor yang sekendak hati mengambil tanah ulayat di Sumsel .
“ Kalau dulu sistim marga , zaman waktu aku dulu itu polisi tidak boleh nangkap orang sembarangan di desa itu harus lapor ke pesirah, sekarang tidak ada lagi, kenapa kalau bisa diselesaikan secara adat kenapa harus ke polisi, sekarang kalau sudah masuk polisi khan repot, padahal kasusnya kecil,” kata politisi PAN ini.
Dengan adanya perda tentang marga, menurut Thoyib, pihaknya ingin melindungi kepentingan masyarakat .
“Tahun 2020 itu pertama kali kita buat perda inisiatip Pondok Pesantren, lalu perda tentang peningkatan disiplin dan penegakan hukum dalam pencegahan dan pengendalian wabah penyakit menular, perda bangunan khas Sumsel, perda tentang marga tambah dua perda tentang pemanfaatan alur sungai dan atau perairan dan perda tentang pengaturan distribusi dan peruntukan air irigasi,” katanya.
• Ternyata Ini Alasan Bahwa Marga di Indonesia Punya Kedudukan Penting dan Punya Makna yang Sakral!
Marga yang Mana
Selaku mantan akademisi pengajar hukum adat di FH Unsri lebih kurang 40.tahun dan menggeluti kelembagaan adat di Sumatra Selatan, saya, kata Albar Sentosa Subari, perlu menanyakan marga mana yang dimaksud H Toyeb Rakembang, SAg itu.
Karena makna marga sebelum keluarnya SK Gubernur No. 142/KPTS/III/1983 mempunyai dua arti.
Yaitu sebagai bentuk pemerintahan dan sebagai kesatuan masyarakat adat berdasarkan garis keturunan patrilineal unilateral.
Sedangkan marga dalam arti pemerintahan terakhir didasarkan pada IGOB yg sdh dicabut UU No. 5 tahun 1979 khusus Sumsel ditindak lanjuti dengan SK di atas dan diperbaharui dengan Perda 12 tahun 1988.
"Kesimpulan saya, mohon difokuskan makna marga yang mau dihidupkan itu," jelas Albar.
Sehingga masyarakat tidak salah tafsir.
"Kedua makna marga itu jika mau dihidupkan kembali tentu memperhatikan ketentuan ketentuan berlaku," pungkasnya.