Mengapa Rabi'ah Adawiyah Tidak Menikah? Begini Kisah Tentang Wanita Suci Ini Menurut Buya Yahya
Rabi’ah al-Adawiyah adalah salah satu dari ulama sufi perempuan yang sangat disegani dalam sejarah peradaban Islam, termasuk soal ajaran cinta.
Penulis: Tria Agustina | Editor: Sudarwan
SRIPOKU.COM - Mengapa Rabi'ah Adawiyah tidak menikah?
Mengapa Rabiah Adawiyah tidak menikah, ternyata begini jawaban Buya Yahya.
Rabi’ah al-Adawiyah memiliki nama lengkap Ummu al-Khair bin Ismail al-Adawiyah al-Qisysyiyah.
Lahir di Basrah pada tahun 95 H (717 M) menurut Ibn Khalikan, keluarga Rabi'ah dari suku Atiq, dan ayahnya bernama Ismail.
Rabi’ah al-Adawiyah adalah salah satu dari ulama sufi perempuan yang sangat disegani dalam sejarah peradaban Islam.
Pemikiran serta laku spiritualnya terus dikaji sampai sekarang.
Berbagai macam kisah hidupnya pun sudah banyak dikupas serta ditulis dalam banyak buku.
Termasuk soal ajaran cinta (mahabbah).
Selain Jalaluddin Rumi, Rabi’ah al-Adawiyah adalah seorang sufi yang mengusung mazhab cinta.
Lantas kenapa Robia'ah Adawiyah tidak menikah?
Baca juga: Amalan Dahsyat Diajarkan Syekh Ali Jaber, Mulai Bangun hingga Tidur serta Amalan Berkah Hari Jumat
Hal ini diuraikan oleh Buya Yahya pada tayangan ceramahnya yang dibagikan melalui kanal YouTube Al-Bahjah TV.
"Ada ulama dahulu seperti Imam Nawawi tidak menikah. Robi'ah Adawiyah tidak menikah. Baik bagaimana menyikapi orang-orang seperti itu?" ujar Buya Yahya.
Hal ini berkaitan dengan hadits Nabi yakni "Barang siapa yang tidak suka dengan sunahku (nikah), maka bukan golonganku."
"Yang dimurkai Nabi adalah yang benci kepada sunnahku. Sunnah ini apa yang pernah dilakukan Nabi. Bukan termasuk golonganku. Membenci loh ya," terangnya.
Baca juga: Hukum bagi Wanita yang Mengumbar Foto Aurat Terbuka di Media Sosial, Ustad Abdul Somad: Dosa Jariyah

"Kalau ada orang tidak menikah, bukan berarti dia benci dengan sunnah Nabi. Karena orang tidak menikah macem-macem. Memang tidak untuk ditiru. Imam Nawawi yang perlu ditiru adalah semua ilmunya," jelasnya.
"Adapun tidak menikah anda mau niru dia? Mau nggak nikah? Jangan nikah, itu Imam Nawawi tidak menikah bukan dibuat-buat.
Memang Imam Nawawi sudah tenggelam dalam lautan kecintaan kepada Allah," ujarnya.
"Seperti Robia'ah Adawiyah itu sudah nggak mikir urusan itu. Yang dirindukan hanya surga dan sebagainya. Itu sudah tenggelam, udah nggak mikir," tambah Buya Yahya.
"Memang yang dilakukan oleh ulama terdahulu bukan menghindari sunnah Nabi.
Memang dia dibuat tenggelam oleh kecintaan kepada Allah SWT sampe dia lupa urusan seperti itu," kata Buya Yahya.
"Rabi'ah Adawiyah yang dirindukan hanya Allah dan Rasulnya. Makanya jika anda masih syahwat bangkit dan sebagainya, untuk menuju Allah bukan tidak menikah. Nikah cepet, beda kasusnya," lanjutnya.
Baca juga: Ini Kebiasaan Syekh Ali Jaber Sebelum Tidur, Amalan Rasul Tak Pernah Tinggal hingga Sakaratul Maut
"Sampai Imam Nawawi itu begitu ndak mengertinya syahwat, dia tidak mengerti waktu awal dia jadi ulama," ujarnya.
"Dan mungkin bagi sebagian orang tidak menikah mungkin ada sesuatu di dalam dirinya.
Mungkin bagi seorang laki-laki, mohon maaf, mungkin dia tidak akan bisa menjalankan tugas sebagai seorang pria," urainya.
"Mungkin seorang wanita ada sesuatu yang cacat dalam tubuhnya yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. Mungkin dia memilih tidak menikah," tambah Buya Yahya.
"Yang tidak boleh adalah aku tidak mau menikah tapi syahwatmu bangkit, masuk ke zina, cari kesenangan diri dan sebagainya.
Tapi kalau orang sudah tidak ada bangkit syahwat karena sudah dikuasai oleh kecintaan kepada Allah, dengan dzikir saja sudah sejuk hatinya.
Baca kitab sudah senang. Ya ndak papa nggak menikah. Itu yang terjadi pada Imam Nawawi," jelasnya.
Baca juga: Kumpulan Doa Cepat Mendapat Jodoh, Lakukan 6 Amalan Ini Agar Segera Menikah dengan Tambatan Hati
Cinta Rabi'ah Adawiyah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala begitu dalam dan kuat, sehingga ia tidak mampu mencintai yang lainnya karena cintanya hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Rabi’ah menyembah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan dasar cinta (hubb), bukan karena takut atau harap (roja’ dan khauf) sebagaimana kebanyakan orang.
Karena saking cintanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rabi’ah pernah berujar bahwa ia tidak mendambakan surga serta tidak takut kalau dimasukkan neraka.
Rabi’ah dikenal sebagai hamba yang sangat patuh serta taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bahkan setiap embusan napasnya selalu diiringi dengan dzikir kepada Allah Subhanahu Wa Taa’ala.
Dalam urusan beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, ia adalah orang yang sangat istiqomah.
Ketaatan yang begitu tinggi kepada Allah membuatnya dikenal sebagai waliyullah atau wali Allah.
Wanita suci ini sama sekali tidak memikirkan dirinya untuk menikah.
Sebab, menurut Rabi’ah, jalan tidak menikah merupakan tindakan yang tepat untuk melakukan pencarian Tuhan tanpa harus dibebani oleh urusan-urusan keduniawian.
Menurut Abdul Mun’in Qandil, Rabi’ah termasuk dalam kelompok manusia yang mempunyai naluri yang tinggi, melebihi manusia biasa.
Baca juga: Amalan Dahsyat Diajarkan Syekh Ali Jaber, Mulai Bangun hingga Tidur serta Amalan Berkah Hari Jumat
Keinginannya yang bersifat manusiawi telah tunduk dan menyerah di bawah keinginan yang suci karena kebutuhan hidupnya yang sangat mendasar sudah tidak sama dengan manusia-manusia lainnya.
Dorongan seksual tidak lagi sebagai gangguan dalam dirinya, sekalipun tidak terpenuhi dengan perkawinan.
Kondisi demikian dalam psikologi dapat disebut dengan substitusi yaitu suatu cara untuk menghilangkan sebab-sebabnya.
Keinginan Rabi’ah yang bersifat manusiawi telah dialihkan atau dipuaskan (disubstitusikan) dengan rasa cinta kepada Allah Swt.
Padahal, tidak sedikit laki-laki yang berupaya untuk mendekati Rabi’ah dan bahkan meminangnya.
Di antaranya adalah Abdul Wahid bin Zaid, seorang yang dihormati dan berpengaruh dalam masyarakat pada waktu itu.
Abdul Wahid meminta temannya untuk menjadi perantara kepada Rabi’ah namun ketika perantara itu menemuinya Rabi’ah kemudian berkata: “Wahai orang yang bernafsu kepadaku, carilah wanita yang bernafsu sepertimu."
Baca juga: Agar Dimudahkan Bisa Berangkat Haji dan Umrah, Silahkan Amalkan dan Baca Doa Ini
Laki-laki lain yang pernah mengajukan lamaran kepada Rabi’ah adalah Muhammad bin Sulaiman al-Hasyimi, seorang Amir Abbasiyah dari Basrah (w. 172 H).
Untuk berusaha mendapatkan Rabi’ah sebagai istrinya, laki-laki itu sanggup memberikan mahar perkawinan sebesar 100 ribu dinar dan menulis surat kepada rabi’ah kepada Rabi’ah bahwa ia masih memiliki gaji sebanyak 10 ribu dinar tiap bulan.
Tetapi dijawab oleh Rabi’ah, ”Aku sungguh tidak merasa senang bahwa engkau akan menjadi budakku dan semua milikmu akan engkau berikan kepadaku, atau engkau akan menarikku dari Allah meskipun hanya untuk beberapa saat.”
Baca juga: Ini Amalan Doa yang Dianjurkan Syekh Ali Jaber, Hal Istimewa di Hari Jumat, Sumber Pahala Berlimpah!
Dalam kisah lain disebutkan, ada laki-laki sahabat Rabi’ah bernama Hasan al-Bashri yang juga berniat sama untuk menikahi Rabi’ah.
Bahkan para sahabat sufi lain di kota itu mendesak Rabi’ah untuk menikah dengan sesama sufi pula.
Karena desakan itu, Rabi’ah lalu mengatakan, “Baiklah, aku akan menikah dengan seseorang yang paling pintar di antara kalian.”
Mereka mengatakan Hasan al-Bashri lah orangnya.
Setelah itu, datanglah Hasan al-Bashri menemui Rabi'ah dan mengatakan untuk menjadikan Rabi'ah sebagai istrinya.
Rabi’ah kemudian mengatakan kepada Hasan al-Bashri,
“Jika engkau dapat menjawab empat pertanyaanku, aku pun akan bersedia menjadi istrimu.”
Hasan al-Bashri berkata, “Bertanyalah, dan jika Allah mengizinkanku, aku akan menjawab pertanyaanmu.”
“Pertanyaan pertama,” kata Rabi’ah, “Apakah yang akan dikatakan oleh hakim dunia ini saat kematianku nanti, akankah aku mati dalam husnul khatimah atau suul khatimah?”
Hasan menjawab, “Hanya Allah Yang Maha Mengetahui yang dapat menjawab.”
“Pertanyaan kedua: “Apa yang akan Anda katakan, jika ragaku telah diletakkan di bumi pemakaman, dan telah menanyaiku Munkar-Nakir, apakah aku mampu menjawab pertanyaan darinya?”
Hasan menjawab, “Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.”
Baca juga: Doa Setelah Tahajud dan Witir di Sepertiga Malam, Cek Disini Lengkap Dengan Panduan Sholatnya
Rabi’ah al-Adawiyah mengajukan pertanyaan yang ketiga:
"Jika manusia telah diarak, di akhirat kelak, masing-masing dari mereka menerima kitab amal perbuatannya, dan aku telah benar-benar menerima kitab amal-perbuatanku, di tangan mana aku menerimanya, apakah tangan kiri atau tangan kanan?
Hasan kembali menjawab, “Hanya Allah Yang Maha Tahu. “
Pertanyaan terakhir: "Pada saat Hari Perhitungan nanti, jika telah dipanggil manusia, beberapa di antara mereka ada yang di syurga, ada yang di neraka, di manakah aku berada di antara dua golongan ini?”
Hasan lagi-lagi menjawab seperti jawaban semula bahwa hanya Allah saja Yang Maha Mengetahui semua rahasia yang tersembunyi itu.
Setelah semua pertanyaan, dijawab oleh Hasan Basri, Rabi’ah mengatakan: Seseorang yang baginya ghaib tentang empat hal ini, bagaimana dia disibukkan dengan pernikahan?
"Wahai Hasan", Rabi’ah melanjutkan perkataannya, "Kabarkan kepadaku, berapa bagian Allah membagi akal?"
"Sepuluh bagian," kata Hasan Bashri. "Yaitu sembilan bagian diperuntukkan laki-laki dan satu bagian diperuntukkan perempuan."
"Lalu, berapa bagian Allah membagi nafsu?" tanya kembali Rabi’ah.
"Sepuluh bagian. Yaitu sembilan bagian diperuntukkan perempuan dan satu bagian diperuntukkan laki-laki," jawab Hasan Basri..
“Wahai Hasan,” kata Rabi’ah.
"Aku dianugerahi kemampuan menjaga sembilan bagian nafsu dengan satu bagian akal. Dan engkau tidak mampu menjaga satu bagian nafsu dengan sembilan bagian akal."
Hasan Bashri, Waliyullah, Ulama’, Ahl Haqiqah di angkatan tabi’in ini menangis dari apa yang dikatakan Rabi’ah al-Adawiyah. Dan Dia-pun keluar dari kediaman Rabi’ah.
Baca juga: Mintalah Satu Hal Ini Setiap Selesai Menunaikan Sholat Niscaya Permohonan Lainnya Ikut, Paling Utama
SUBSCRIBE US