Breaking News

Kasus Korupsi

Jaksa Pinangki Kembali Menangis Saat Sidang Kasus Djoko Tjandra

Jaksa Pinangki Sirna Malasari (39) kembali menangis di persidangan. Ia menyampaikan pembelaan atas dakwaan suap fatwa Mahkamah Agung Djoko Tjandra.

Editor: Sutrisman Dinah
TRIBUNNEWS/JEPRIMA
Pinangki Sirna Malasari, terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa MA, di PN Jakarta Selatan. 

SRIPOKU.COM --- Jaksa Pinangki Sirna Malasari (39), kembali menangis dalam persidangan. Kali ini airmatanya bercucuran saat membacakan pembelaan atas tuntutan terkait tuduhan suap yang diterimanya dalam mengurus Fatwa Mahkamah Agung untuk terpidana korupsi Djoko Tjandra.

Jaksa Pinangki kembali menangis di persidangan, hal yang sama dilakukan dalam persidangan sebelumnya diantaranya saat ia membacakan pledoi.

Sidang yang dilangsungkan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (27/01/2021), meminta hakim meringankan hukuman terhada dirinya. .

"Mohon izin Yang Mulia, ini kesempatan terakhir saya menyampaikan, besar atau kecil kesalahan saya nanti, saya tetap merasa bersalah Yang Mulia, dan merasa tidak pantas melakukan semua ini Yang Mulia," kata Pinangki sambil menangis.

Baca juga:  Jaksa Pinangki Sewa Apartemen Senilai Rp 882 Juta, Beli Mobil BMW Rp1,7 Miliar 

Baca juga: Jaksa Pinangki Menangis di Depan Hakim, Ditanya Soal Djoko Tjandra

Tim kuasa hukum Pinangki, tetap menilai bahwa dakwaan dan tuntutan jaksa terhadap kepada Pinangki kabur. Jaksa tidak mampu membuktikan bahwa Pinangki penerimaan uang 500 ribu dollar AS untuk melakukan tindak pidana pencucian uang.

Jaksa juga menuduh koleganya itu melakukan permufakatan jahat senilai 10 juta dollar AS bersama Andi Irfan dan Djoko Tjandra.

Dalam perkara ini, sidang yang dimulai September lalu,  jaksa Pinangki dituduh menerima suap terkait urusan di Mahkamah Agung perkara terpidana korupsi Djoko Soegiarto Tjandra alias Tjan Kok Hui (69) yang sempat buron selama 11 tahun.

Pada sidang perdana, Pinangki tampil mengenakan busana baju gamis plus kerudung merah muda. Ia juga mengenakan masker lengkap dengan face-shieldnya.

Baca juga: Advokat Anita Kolopaking Dihukum 2,5 Tahun Penjara, Pengacara Djoko Tjandra

Dalam dakwaan itu, jaksa penuntut umum menjerat Pinangki dengan tiga dakwaan, yakni menerima suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat.

Tuduhan suap, Pinangki didakwa menerima 500 ribu dolar AS atau setara Rp 7,4 miliar dari commitment fee senilai 1 juta dolar AS atau setara Rp 14,8 miliar. Dugaan suap itu berasal dari terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.

Jaksa penuntut menyebut bahwa suap itu diberikan agar Pinangki mengurus fatwa ke MA. Fatwa itu diperlukan agar Djoko Tjandra tak perlu menjalani 2 tahun penjara di kasus cessie Bank Bali.

“Supaya terdakwa (Pinangki Sirna Malasari) selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara mengutus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Soegiarto Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 tanggal 1 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi. Sehingga Djoko Soegiarto Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana,” ujar jaksa dalam dakwaannya.

Awal keterlibatan Pinangki dalam kasus ini, ketika ia meminta dikenalkan dengan Djoko Tjandra. Sekitar bulan September 2019, Pinangki bertemu Rahmat dan Anita Kolopaking  (pengacara Djoko Tjandra) di Restoran Jepang Hotel Grand Mahakam, Jakarta.

Rahmat diyakini bisa menjadi penghubung ke Djoko Tjandra.

Saat itu, Pinangki mengenalkan Anita kepada Rahmat. Lalu ia meminta dikenalkan kepada Djoko Tjandra. Padahal, saat itu Djoko Tjandra berstatus buronan Kejaksaan Agung. Ia diburu karena kabur menghindari eksekusi 2 tahun penjara terkait kasus Bank Bali.

Rahmat menghubungi Djoko Tjandra dan mengirimkan foto Pinangki berseragam jaksa. Djoko Tjandra pun menyanggupi pertemuan tersebut. Pada 11 November, Djoko Tjandra menghubungi Rahmat dan meminta dipertemukan di Kuala Lumpur, Malaysia.

Keesokan harinya, Pinangki dan Rahmat menemui Djoko Tjandra di kantornya di The Exchange 106 di Kuala Lumpur. Dalam pertemuan, Pinangki memperkenalkan diri sebagai orang yang mampu mengurusi upaya hukum Djoko Tjandra.

“Terdakwa memperkenalkan diri sebagai jaksa dan mengenalkan diri sebagai orang yang mampu mengurusi upaya hukum Joko Soegiarto Tjandra,” kata jaksa.

Pinangki membahas mekanisme memperoleh Fatwa MA. Rencananya, fatwa tersebut akan diusahakan melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 dengan argumen bahwa putusan PK nomor 12 tanggal 11 Juni 2009 kepada Djoko Tjandra tak bisa dieksekusi.

Sebab, yang berhak mengajukan PK hanya terpidana atau keluarga, bukan jaksa.

Disebutkan, pada 19 November 2019, Pinangki kembali pergi ke Malaysia bertemu Djoko Tjandra. Ketika itu, ia ditemani Rahmat dan Anita Kolopaking. Keberangkatannya untuk membicarakan soal kelanjutan upaya hukum Fatwa MA. Pertemuan kembali dilakukan di The Exchange 106 di Kuala Lumpur.

Pada pertemuan itu, Pinangki memperkenalkan Anita Kolopaking sebagai penasihat hukum di upaya Fatwa MA. Anita menyodorkan perjanjian fee untuknya sebesar USD 200 ribu untuk membantu Djoko Tjandra. Sang Joker pun setuju.

Dalam pertemuan itu, Djoko Tjandra meminta Pinangki menyiapkan ‘action plan’ terkait dengan rencana Fatwa MA. ‘Action plan’ tersebut mulanya ditawarkan kepada Djoko Tjandra dengan biaya sebesar USD 100 juta. Namun Djoko Tjandra hanya bersedia USD 10 juta.

Sementara fee untuk Jaksa Pinangki ialah sebesar USD 1 juta. Namun Djoko Tjandra tak ingin langsung bertransaksi dengan Jaksa Pinangki. Pinangki pun menunjuk Andi Irfan Jaya sebagai perantara suap tersebut.

Pertemuan ketiga, pada 25 November 2019, Pinangki kembali bertemu Djoko Tjandra. Kali ini bersama Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking. Kedatangannya untuk membahas ‘action plan’ dan sejumlah biaya-biaya yang akan diterima dari Djoko Tjandra. Pertemuan dilakukan di The Exchange 106, Kuala Lumpur.

Belakangan diketahui bahwa ‘action plan’ yang ditawarkan Pinangki tak ada yang jalan. Namun uang muka untuk Pinangki sudah diberikan. Atas perbuatan tersebut, Pinangki berdasarkan dakwaan pertama dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.

Pencucian Uang 

Selain suap, Pinangki dijerat pasal pencucian uang. Jaksa menyatakan Pinangki telah mencuci uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar USD 444.900 atau sekitar Rp 6.219.380.900 untuk keperluan pribadinya. Mulai dari membeli BMW X-5 hingga biaya sewa apartemen dan operasi plastik di Amerika.

“Jumlah keseluruhan uang yang digunakan terdakwa (Pinangki) sebesar USD 444.900 atau setara Rp 6.219.380.900 atau setidaknya sekitar jumlah tersebut, dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang berasal dari hasil tindak pidana korupsi,” kata jaksa.

Menurut Jaksa, Pinangki telah mencuci uang tersebut dalam berbagai bentuk. Mulai dari membeli mobil BMW X5, sewa apartemen dan membayar dokter kecantikan di Amerika Serikat, membayar dokter home care, membayar kartu kredit, serta membayar sewa 2 apartemen mewah di Jakarta. Pinangki juga sempat menyewa apartemen di Trump International di AS.

Selain sewa apartemen, Pinangki disebut juga pernah membayar dokter kecantikan di Amerika Serikat. Pembayaran juga diduga berasal dari uang Djoko Tjandra. Hal itu terjadi pada 16 Desember 2019. Uang yang dikeluarkannya ialah sebesar Rp 419.430.000. “Transaksi pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat yang bernama Dokter Adam R. Kohler MD PC,” kata jaksa.

Jaksa membeberkan jumlah penghasilan Pinangki sebelum ia dicopot dan menjadi tersangka. Menurut jaksa, jabatan terakhir Pinangki adalah Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung. Selama tahun 2019 sampai 2020, penghasilan Pinangki per bulannya sebesar Rp 18.921.750.

“Satu, gaji (sebesar) Rp 9.432.300. Dua, tunjangan kinerja (sebesar) Rp 8.757.600. Tiga, uang makan (sebesar) Rp 731.850,” ucap jaksa. Kemudian, ditambah penghasilan suaminya yang merupakan anggota kepolisian. Menurut jaksa, penghasilan suami Pinangki, AKBP Napitupulu Yogi Yusuf sebesar Rp 11 juta per bulannya pada periode 2019-2020.

Selama kurun waktu itu, Pinangki disebut tidak memiliki usaha dan penghasilan tambahan resmi. Selain itu, jaksa juga mengatakan bahwa Pinangki tidak memiliki sumber penghasilan dari pencairan kredit bank atau lembaga jasa keuangan lainnya dalam periode yang sama. Selama periode itu pula, Pinangki menggunakan uang sebesar 444.900 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 6,2 miliar untuk menyamarkan asal-usul harta yang berasal dari tindak pidana korupsi.

Terakhir, Pinangki dijerat dengan dakwaan pemufakatan jahat. Ia bersama Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra diduga bermufakat jahat untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai USD 10 juta atau setara Rp 148 miliar. Jaksa menyatakan, rencana pemberian suap senilai USD 10 juta tersebut agar Djoko Tjandra bisa mendapatkan fatwa dari MA. Sehingga Djoko Tjandra tak harus menjalani pidana selama 2 tahun penjara dalam kasus cessie Bank Bali.

Atas perbuatannya itu, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 15 jo Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.***

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved