Virus Corona
Orangtua tak Kerja karena Corona, Bocah-bocah Sampai Minta Kardus dengan Warga untuk Tidur di Jalan
Mirisnya, beberapa anak-anak di kota ini bahkan harus ikut merasakan dinginnya tidur di luar karena orangtuanya kehilangan pekerjaan.
Penulis: Ahmad Sadam Husen | Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM, KUALA LUMPUR -- Sejak merebak di akhir 2019, pandemi covid-19 menimbulkan dampak yang luar biasa di setiap negara yang dijangkiti.
Salah satu dampak yang cukup terasa adalah kestabilan ekonomi yang mengalami keterpurukan.
Beberapa orang yang tadinya memiliki pekerjaan justru harus kehilangan sumber mata pencahariannya ketika pandemi ini terjadi.
Bahkan di beberapa negara, mereka yang terkena dampak dari pandemi covid-19 terpaksa harus merasakan dinginnya hidup di jalanan.
Hal ini pula yang terjadi di Kuala Lumpur.
Mirisnya, beberapa anak-anak di kota ini bahkan harus ikut merasakan dinginnya tidur di luar karena orangtuanya kehilangan pekerjaan dan terpaksa hidup di jalanan.
Hal ini pula yang disaksikan langsung oleh seorang pengguna Twitter dengan akun @dom_raf1313.
Dikutip dari World of Buzz, melalui akun twitternya, @dom_raf1313 sempat membagikan video bagaimana kehidupan para tunawisma yang terpaksa hidup di jalanan dan mengandalkan bantuan dari orang-orang yang lewat.
===
"Ada yang bilang, para tunawisma ini terpaksa tinggal di jalan karena tak lagi punya pekerjaan," tulis @dom_raf1313 dalam postingannya.
"Mereka tidur di emperan, bahkan dari jauh, anda bisa dengar anak-anak meminta kardus pada semua orang yang lewat."
"Kardus ini mereka jadikan alas agar bisa duduk dan tidur di pinggir jalan."
"Kenapa jadi seperti ini ?"
"Negara ini ekonominya makmur, tapi ini ada warganya yang harus berjuang hidup sendirian di jalanan dengan mengandalkan bantuan dari orang lain."
Postingan @dom_raf1313 langsung ramai dibanjiri oleh tanggapan dari banyak netizen.
Tidak sedikit yang mengaku iba dan tak habis pikir, kenapa fenomena ini bisa terjadi.

===
"Siapa yang tak menangis mendengar anak-anak ini meminta kardus untuk dijadikan alas tidur. Suara mereka memilukan," tulis seorang netizen.
"Sekarang aku faham kenapa banyak volunteer sering merasa tak sanggup melakukan pekerjaannya. Mereka juga tak tahan dan tak kuat melihat fenomena ini," tulis netizen lainnya.
Hingga artikel ini dimuat, belum ada tanggapan resmi dari pihak pemerintah Kuala Lumpur terkait kejadian ini.
===
Terpaksa Belajar di Kuburan Karena Tak Bisa Ikut Sekolah Online
Tak hanya di Kuala Lumpur, dampak Pandemi Covid-19 serupa juga ikut dirasakan anak-anak di Indonesia.
Tepatnya di pinggir Tempat Pemakaman Umum (TPU), Dadi, Makassar.
Kondisi memprihatinkan anak-anak yang tak bisa ikut belajar online menggugah hati seorang anggota Polsekta Mamajang, Aiptu Paleweri.
Dikutip dari Kompas.com, Paleweri, yang juga bekerja sebagai Bhabinkamtibmas, kemudian menginisiasi penyediaan fasilitas internet di kompleks TPU Dadi hingga mendirikan tempat belajar bersama.
Kompleks TPU Dadi dipilih menjadi lokasi belajar karena daerah sekitarnya penuh dengan rumah penduduk.
Tak ada lagi lokasi untuk bisa mendirikan bimbingan belajar (bimbel).
Paleweri juga tidak segan mengeluarkan dana pribadi untuk membangun tempat tersebut, misalnya untuk tenda, kursi, meja, serta fasilitas internet.
“Saya lihat banyak anak-anak dari keluarga tidak mampu, tidak bisa sekolah online."
"Orangtua mereka kesulitan membeli kuota internet sehingga saya memasukkan jaringan internet."
"Setelah ada internet, banyak anak-anak dari tingkat SD, SMP, dan SMA terpaksa duduk di atas kuburan sambil belajar."
"Jadi saya bersama warga sekitar kemudian mendirikan tenda dan membuat kursi serta meja,” ujar Paleweri saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (4/7/2020).
===
Anak-anak yang mengikuti pendidikan ini berasal dari Kampung Tumpang, Kelurahan Maricaya Selatan.
Jumlahnya untuk murid SD sebanyak 26 orang, 24 siswa SMP, 7 siswa SMA, dan 4 anak putus sekolah.
“Mereka itu berbeda-beda sekolah. Jadi selain bisa menikmati wifi gratis, mereka juga ada yang bimbing dari senior-seniornya."
"Jadi murid SD diajar kakak-kakaknya yang sudah SMP dan SMA. Jadi mereka saling belajar dan mengajar."
"Saya dan beberapa masyarakat mengawasi dan ikut juga memberi pelajaran,” ucap Paleweri.
Seiring berjalannya waktu, ada banyak anak dari Kelurahan Mamajang Luar yang ikut belajar, sehingga total anak-anak yang belajar di TPU Dadi mencapai 80-an orang.
“Jadi waktu belajar online mereka ada, sama seperti jam sekolah mulai dari pagi sampai sore."
"Jadi ada anak yang masuk shift pagi dan ada yang shift sekolah sore. Habis maghrib, belajar mengaji dilanjutkan. Ada tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama di sekitar yang membantu mengajar,” jelasnya.
===
Paleweri mengungkapkan, anak-anak tersebut tidak risih ataupun takut dengan situasi belajar di sekitar kuburan.
Mereka sudah terbiasa dengan situasi itu.
Anak-anak tersebut bahkan siang dan malam lewat di TPU tersebut.
Ini karena jalan menuju rumah mereka harus melewati kuburan.
Lokasi pendidikan yang dia bangun juga membuat anak-anak saling peduli.
Misalnya ada anak yang tidak mempunyai ponsel pintar, maka anak yang memiliki akan meminjamkannya.
Paleweri tetap berupaya untuk membeli ponsel pintar agar bisa digunakan bersama.
Jika sekolah online berakhir, dia akan tetap melanjutkan tempat belajar bersama itu.
“Saya sebagai anggota institusi Polri wajib membantu masyarakat. Apalagi dengan membantu orang lain, nilai pahalanya yang sangat besar,” tuturnya.
===
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Puluhan Anak Miskin Belajar di Kuburan karena Tak Bisa Sekolah Online, Ini Ceritanya"
Klik untuk baca: https://makassar.kompas.com/read/2020/07/04/12574221/puluhan-anak-miskin-belajar-di-kuburan-karena-tak-bisa-sekolah-online-ini?page=all
===