Musibah Sriwijaya Air

FATAL Elevator Copot, Mesin Masih Hidup: INI Dia Dugaan Kronologi Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air

Hingga saat ini, bagaimana sebenarnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh ke laut masih menjadi misteri

Editor: Wiedarto
Istimewa
Tim penyelam gabungan dari Ditpolairud, Polda Metro Jaya, Polda Banten dan Pas Pelopor Korps Brimob Polri membantu proses pencarian korban dan tubuh pesawat Sriwijaya Air SJ182 di sekitar Pulau Laki, Kepulauan Seribu, Minggu (10/1/2021). 

SRIPOKU.COM, JAKARTA--Hingga saat ini, bagaimana sebenarnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh ke laut masih menjadi misteri. Kepastian akan kronologi jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 beserta penyebabnya diperkirakan akan terungkap saat Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah menyelesaikan investigasi melalui kotak hitam atau black box Sriwjaya Air SJ 182.

Meski demikian, sejumlah pendapat dan dugaan mengenai kronologi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 disampaikan oleh sejumlah pihak.
Diduga mesin pesawat dalam kondisi hidup dan pesawat tidak meledak sebelum akhirnya terjun ke laut.

Berikut rangkumannya sebagaimana dihimpun Tribunnews.com, Selasa (12/1/2021).

1. Diduga Tidak Meledak, Mesin Masih Hidup

Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono menduga mesin pesawat Sriwijaya Air SJ 182 masih hidup sebelum akhirnya pesawat terjun ke laut.

Dugaan itu dikemukakan berdasar fakta pesawat tercatat berada pada ketinggian 250 kaki sebelum hilang kontak.

Hal itu terekam dalam data radar (ADS-B) dari Perum Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav Indonesia).

"Terekamnya data sampai dengan 250 kaki, mengindikasikan bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data," kata Soerjanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (11/1/2021) sebagaimana diberitakan Kompas.com.
Berdasar data itu, lanjut Soerjanto, Sriwijaya Air take off pada pukul 14.36 WIB.

Pesawat kemudian terbang ke arah barat laut dan mencapai ketinggian 10.900 kaki pada pukul 14.40 WIB.

Namun, pesawat menurun dan data terakhir menunjukkan pesawat berada di ketinggian 250 kaki hingga akhirnya tak terpantau radar.

Soerjanto juga menduga pesawat tidak meledak sebelum terjun ke laut.

Hal ini didasarkan pada adanya sebaran puing-puing pesawat dengan besaran lebar 100 meter dan panjang 300-400 meter yang didapat dari KRI Rigel.

"Luas sebaran ini konsisten dengan dugaan pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," jelasnya.

Dugaan ini diperkuat dengan temuan Basarnas berupa mesin turbine disc dengan fan blade yang mengalami kerusakan.

"Kerusakan pada fan blade menunjukkan bahwa kondisi mesin masih bekerja saat mengalami benturan. Hal ini sejalan dengan dugaan sistem pesawat masih berfungsi sampai dengan pesawat pada ketinggian 250 kaki," ungkap dia.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved