Rumah Gadang
Simbol dan Fungsi Rumah Gadang di Minangkabau
Ketua Pembina Adat Sumsel Albar S Subari SH.MH beberapa waktu belakangan dalam tulisannya lebih banyak mengupas masalah adat dan budaya Minangkabau
Penulis: Salman Rasyidin | Editor: Salman Rasyidin
SRIPOKU.COM – Ketua Pembina Adat Sumsel Albar S Subari SH.MH beberapa waktu belakangan dalam tulisannya banyak menukil masalah adat dan budaya Minangkabau.
Makna tersirat di balik itu bisa jadi sebagai “Studi perbandingan” antar dua budaya Melayu yang ada di Sumatera.

Seperti diketahui antara Adat Budaya Sumsel dan Minangkabau punya historis yang tidak bisa diambaikan begitu saja.
Kali ini Albar S Subari SH.MH mengedepakan masalah Rumah Gadang –simbol yang utuh di lingkungan alam Minangkabau, --dimana saja ada wujud pengakuan sabagai pemangku Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS SBK) mengakui Rumah Gadang.
Pembangunan Rumah Gadang menurut salah satu sumber bahwa Rumah Gadang dibangun pertama kali zaman pemerintahan Datuk Perpatih Nan Sebatang dengan Datuk Ketemenggungan yang menurut sejarah pendapat ahli tambo kira-kira dalam abad ke-3 M.
Pusat pemerintahan waktu itu ialah di Lagundi nan Baselo.
Pemerintahan di Minangkabau sudah berkelarasan yang dua Koto Piliang dan Budi Caniago.
Pemerintahan dibantu Dewan Menteri yang dinamakan "Orang Tujuh Langgam".
Adat berjenjang naik, bertangga turun sudah dipraktekkan pada masa itu.
Yang mengetuai rumah ialah Tungganai, di atas itu Penghulu Andiko dan diatasnya lagi penghulu suku dan di atas sekali penghulu pucuk.
Penghulu pucuk tidak dapat langsung menghubungi kemenakannya sebab itu tugas penghulu suku penghuni andika dan tunganai.

Pada masa itu sudah dibangun "rumah gadang" lengkap dengan rangkiang (lumbung).
Di muka (di depan) rumah gadang itu didirikan tiga buah rangkiang yang masing masing bernama :
1. Di tengah tengah Sitinjau laut
2. Sebelah kiri Sidagang Lapar