Berita Palembang
Mengenal Ramang Padamulya Ketua DPW LDII Sumsel Terpilih, Masa Kecil Dididik Agama Pakai Rotan
Terpilih secara aklamasi Ketua DPW LDII Sumsel Ramang Padamulya, pada Musyawarah Wilayah IX LDII Sumsel, Senin (30/11/2020).
Penulis: Abdul Hafiz | Editor: adi kurniawan
Laporan wartawan Sripoku.com, Abdul Hafiz
SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Terpilih secara aklamasi Ramang Padamulya menjabat Ketua DPW Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Provinsi Sumsel pada Musyawarah Wilayah IX LDII Sumsel di Hotel ALTS Jl Rajawali Palembang, Senin (30/11/2020).
Muswil yang dihadiri Gubernur Sumsel Herman Deru dan Pj Ketua Umum DPP LDII Ir H Chriswanto Santoso MSc menjadi amanah tanggungjawab yang dipikul Ramang Padamulya bersama pengurus lainnya dalam mengayomi anggota warga LDII dan membina hubungan dengan stake holder di Bumi Sriwijaya ini.
Pria berdarah Bugis (Sulawesi Selatan) ini bukan orang baru di LDII karena mulai 1998-2019 ia sudah menjadi Ketua DPD LDII Kota Palembang kepada wartawan Sripoku.com, berbagi cerita masa kecilnya sempat merasakan didikan agama dari orangtuanya dalam menjalankan ibadah pakai rotan yang hingga kini tak bisa dilupakan.
Ramang Padamulya mengatakan, lahir di Palembang 3 Desember 1967, orangtua merantau dari Bugis ke Palembang.
Dari orangtua, saya dan adik-adik saya dididik tentang agama.
Waktu kecil di rumah orangtua Jalan Ratu Sianum Lorong langgar RT 4 sungai buah No.117 Palembang mendatangkan guru ngaji ke rumah untuk mengajar saya berempat dengan adik-adik.
Kalau kakak saya mereka sudah bagus, ngajinya sudah ikut MTQ tingkat remaja sudah tingkat nasional gelaran event Pertamina, mereka mencari guru di luar.
"Didikan orangtua kalau kami yang tidak sholat maghrib disebat dengan rotan, itu yang tidak bisa saya lupakan," Ramang Padamulya merupakan anak ke 4 dari 8 bersaudara, pasangan H Padamulya (Bone) dan Hj Fadillah (Sinjai) Sulawesi Selatan.
Lebih lanjut, Ramang Padamulya menceritakan awal mula mengikuti pengajian LDII di tahun 1991, saat menyerahkan skripsi kuliah, motor Honda Supra saya hilang di kampus.
Pas nyari ada yang ngajak pergi minta bantuan ke dukun, namun kemudian saya disadarkan ketika ketemu kawan yang sudah ngaji di LDII dan memberikan nasihat, intinya mengingatkan kalau ke dukun itu syirik.
Teman saya mengatakan, kalau musibah yang menimpa saya itu sudah qodar Allah, jadi kalau sudah mau hilang ya hilang.
Kemudian mengundang mubaleg ke rumah untuk memulai mengaji Al-Qur'an dan Hadist bersama bapak ibu.
Di situ kita belajar dengan mengkaji Alquran dan hadits. Dijelaskan bagaimana Nabi mengambil wudhu dan tata cara sholat beliau.
Lambat laun kita ikut mengaji bacaan dan menterjemahkan dengan menulis dibawah huruf Arab oada Al-Qur'an dan Al Hadist.