news
Ali Kalora Licin Bak Belut, 5 Tahun Diburu Belum Tertangkap: Pernah Pakai Drone Saat Disergap Monyet
Sudah lima tahun perburuan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora tak membuahkan hasil.
SRIPOKU.COM-Sudah lima tahun perburuan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora tak membuahkan hasil.
Namun, Pemerintah dan Kepolisian memastikan akan tetap melaksanakan Operasi Tinombala untuk menangkap kelompok MIT tersebut.
Sejumlah kalangan pun mengkritik efektivitas operasi itu.
Dikutip dari Tribunnews, pengamat terorisme dan Koalisi Jaringan Masyarakat Sipil menilai aparat kepolisian harus mengubah strateginya setelah hampir lima tahun gagal menangkap Ali Kalora yang diyakini bersembunyi di pedalaman hutan Palolo, Sulawesi Tengah.
Masalah ini mengemuka menyusul pembunuhan empat warga di Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, pekan lalu.
Pihak berwenang memperkirakan MIT bertanggung jawab atas serangan itu.
Pengamat teroris, Ridlwan Habib, menyarankan pemerintah beserta aparat keamanan agar menggunakan strategi baru untuk menangkap Ali Kalora.
Berdasarkan pengamatannya, Operasi Tinombala telah berjalan hampir lima tahun tetapi belum berhasil menangkap pimpinan Mujahidin Indonesia Timur tersebut.
Padahal berbagai cara sudah dilakukan.
"Pernah coba pakai thermal drone untuk memotret suhu panas tubuh. Ternyata ada kekeliruan. Karena suhu tubuh manusia mirip dengan mamalia seperti kera atau monyet, sehingga ketika mau menyerang dan didekati ternyata segerombolan monyet besar," ujar Ridlwan Habib kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (29/11).
"Pernah dicoba pakai drone detector untuk mendeteksi gerak. Ternyata salah deteksi lagi," sambungnya.
Ridlwan berkata, Ali Kalora dan anggotanya yang diperkirakan berjumlah 11 orang diuntungkan secara geografis lantaran lokasi pergerakan mereka di pedalaman hutan yang sulit dijangkau orang.
Selain itu, kelompok tersebut juga tidak menggunakan telepon genggam untuk saling berkomunikasi sehingga sulit dilacak.
Tapi dari segi kekuatan, Ridlwan menilai, sudah tidak terlampau kuat.
"Jadi perlu ada perubahan metodologi operasi. Kalau sebelumnya Satgas Tinombala adalah metode yang operasinya patroli rutin dalam waktu tertentu. Ini harus diubah dengan pendekatan yang operasi militer."