Kiprah Perempuan Tangguh yang Jarang Disorot dalam Sejarah Sumpah Pemuda 28 Oktober, Berikut Datanya
Sementara itu, sejarah juga mencatat ada tiga perempuan hebat tersebut yang berpidato dalam kongres tersebut, Emma Poeradiredja, Poernamawoelan...
Sementara itu, Emma Poeradiredja yang kala itu menjabat Ketua Cabang Bandung Jong Islamieten Bond dalam pidatonya menganjurkan dan berharap kepada para perempuan untuk tidak hanya terlibat dalam pembicaraan soal pergerakan saja, tetapi juga disertai dengan perbuatan dan tindakan atau aksi.
Perlu pula diketahui, jika Siti Soendari dan Emma Poeradiredja ini, adalah dua perempuan yang memiliki pendidikan tinggi pada masa tersebut.
1. Siti Soendari
Inilah Siti Soendari, dia adalah adik bungsu dari dr.Soetomo, pendiri Budi Utomo yang merupakan organisasi pergerakan pertama di Indonesia. Di masanya, Siti bukan hanya perempuan biasa.
Namun kemampuan dan kiprahnya sangat luar biasa.
Sebab Siti Soendari adalah perempuan Indonesia kedua yang berhasil menyandang gelar Meester in de Rechten (MR atau Sarjana Hukum) dari Universitas Leiden di Belanda.
Seperti dikutip dari buku Siti Soendari: Adik Bungsu dr. Soetomo mencatat jika Siti Soendari bersama Maria Ulfah Santoso bersama empat perempuan lainnya adalah adalah perempuan-perempuan pertama yang berasal dari kalangan elite Jawa yang dapat kesempatan melepaskan diri dari kekangan adat di mana perempuan kala itu masih dipingit.
Tercatat pula jika Siti Soendari pernah menjabat sebuah Direktur Bank di Indonesia.
Namun dalam kesehariannya Siti Soendari tetaplah seorang ibu yang tangguh. Dia tetap melaksanakan tugasnya sebagai seorang ibu rumah tangga dan tetap terlibat dalam pergerakan kemerdekaan di Indonesia.
2. Emma Poeradiredja
Selanjutnya sosok Emma Poeradiredja yang menjadi Perempuan pertama yang melanjutkan sekolah ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Saat masih duduk di kelas satu MULO, Emma sudah menjadi anggota Bond Inlandsche Studeerenden.
Setelah lulus pada 1921, Emma diterima bekerja di Staatspoor en tramwegen (SS) yang sekarang bernama PT. Kereta Api Indonesia (KAI).
Sambil bekerja, ia tetap aktif dalam pergerakan, seperti Kongres Pemuda Indonesia dan organisasi Jong Islamieten Bond.
Emma juga adalah pendiri Pasundan Istri (PASI) yang bertujuan untuk menampung aspirasi kaum perempuan pada 1930.
Dia juga menjabat sebagai Ketua Umum dan Penasihat Organisasi sampai akhir hayatnya. Emma meninggal pada 19
April 1976.
Pada masa setelah kemerdekaan Indonesia, Emma pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung dan anggota DPR/MPR.
Demikianlah kiprah para Perempuan tangguh yang terlihat dalam kongres Sumpah Pemuda, semoga kita semua terinspirasi dan menjaga NKRI sebagai negara dan bangsa besar.