Naskah UU Cipta Kerja

Istana Jelaskan Pasal RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang Dihapus, Sebut tak-Substansial

ISTANA atau Sekretariat Negara menjelaskan tentang pasal yang hilang dalam naskah akhir omnibus lawa UU-Cipta Kerja. Ternyata dimuat di pasal lain.

Editor: Sutrisman Dinah
SRIPOKU.COM/Nadyia Tahzani
Ilustrasi : OMNIBUS LAW 

 SRIPOKU.COM -- Istana atau Sekretariat Negara menjelaskan tentang pasal yang hilang dalam naskah akhir omnibus lawa UU-Cipta Kerja. Ternyata dimuat di pasal lain.

Pasal yang hilang tersebut  merupakan pasal dalam klaster Undang-undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam naskah Rancangan Undang-undang omnibus law (RRU) Cipta Kerja yang disahkan DPR RI, terdiri dari lima (5) ayat.

Dalam naskah akhir pemerintah (Sekretariat Negara), dan kemudian naskah ini disampaikan ke sejumlah organisasi kemasyarakat dan Ormas Islam, pasal 46 tersebut hanya memuat empat (4) ayat.

Menurut penjelasan Istana,dalam UU Cipta Kerja ketentuan itu tertuang pada pasal 40 angka-7 yang mengubah ketentuan pasal 46 UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Dalam naskah akhir yang  dicetak Sekretariat Negaea atau naskah pemerintah untuk diundangkan dan dimuat dalam Lembaran Negara RI,penghapusan pasal  46 ayat (5) itu menimbulkan tanda-tanya.

Staf Khusus Presiden bidang Hukum, Dini Purwono, memberikan penjelasan. Sekretariat Negara memang menghapus satu pasal dalam naskah UU Cipta Kerja. Kendati demikian, pasal yang dihapus itu s ebenarnya merupakan kesepakatan dalam rapat panitia Kerja (Panja) DPR RI.

"Intinya, pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final. Dalam rapat Panja (DPR RI), memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing," kata Dini seperti dikutip Tribunnews.com, Jumat (23/10/2020).

Dini mengatakan, setelah RUU Cipta Kerja disahkan DPR RI, sebenarnya tidak boleh lagi ada perubahan substansi. Sementara penghapusan pasal 46 ayat (5), sebenarnya tidak mengubah substansi UU Cipta Kerja yang telah disahkan 5 Oktober lalu.

Ahli hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, sebelumnya mengatakan bahwa ia mencurigai adanya perubahan substansial dalam naskah akhir UU Cipta Kerja. Perubahan jumlah halaman dari 812 menjadi 1.187, tidak mungkin hanya disebabkan perubahan format seperti font (ukuran hurup)dan margin (spasi) tulisan.

"Tidak masuk akal kalau hanya perubahan font dan margin, itu dipastikan ada perubahan substansial, itu akan semakin membuktikan memang ada permasalahan," kata Feri, Kamis (22/10) lalu seperti dikutip Kompas.com.

Seperti dieritakan, Sekretariat Jenderal DPR RI menyerahkan draf naskah RUU Cipta Kerja setebal 812 halaman. Naskah akhir yang kemudian dikirim Setneg ke MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan PP Muhammadiyah, setebal 1.187 dari Pemerintah.

Feri Amsari mengingatkan bahwa pemerintah tidak berhak mengotak-atik naskah yang sudah disetujui DPR RI. "Hanya sekadar ditandatangani presiden, presiden tidak berhak memeriksa substansi karena sudah disetujui bersama. Kalau terjadi perubahan lain, itu mengingkari persetujuan bersama," kata Feri.

Apabila naskah yang diundangkan melalui Lembaran Negara tidak sesuai dengan naskah yang disahkan DPR RI, berarti UU tersebut cacat formil (prosedur).  

"Ini memperlihatkan ada cacat formil yang luar biasa yang tidak bisa diututupi pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang bahwa banyak sekali yang diubah," kata Feri.

MUI dan PP Muhammadiyah menerima naskah UU Cipta Kerja dari Sekretariat Negara, setebal 1.187 halaman.

"Iya, MUI dan Muhammadiyah sama-sama terima yang tebalnya 1.187 halaman. Soft copy (file) dan hard-copy (cetak)dari Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara)," kata Muhyidin, Kamis lalu. ****

______________

Sumber: Tribunnews.com, https://newsmaker.tribunnews.com/amp/2020/10/23/soal-pasal-yang-dihapus-dalam-naskah-uu-cipta-kerja-ini-penjelasan-pihak-istana-tak-ubah-substansi?page=all

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved