6 Perkara yang Membuat Sholat Jumat Tidak Sah dan Wajib Mengganti atau Menambahkan Sholat Zuhur
Lantas perkara apa saja yang membuat Sholat Jumat Sah, tidak sah, bekurang pahala, bahkan kehilangan bahkan batal?
Dari hadist di atas dapat ditarik maknanya jika Sholat Jumat dikerjakan di Waktu Sholat Zuhur, namun dengan catatan waktu Zuhur benar-benar masih luas dan belum masuk waktu Ashar.
Sebab jika sudah masuk waktu Ashar, maka para jamaah wajib menyambung Sholat Zuhur untuk melengkapi.
Pendapat ini diperkuat oleh Syekh Habib Muhammad bin Ahmad al-Syathiri mengatakan:
فَلَوْضَاقَ الْوَقْتُ أَحْرَمُوْا بِالظُّهْرِ وَلَوْ خَرَجَ الْوَقْتُ وَهُمْ فِيْهَا أَتَمُّوْا ظُهْراً وُجُوْباً بِلَا تَجْدِيْدِ نِيَّةٍ
“Apabila waktu zhuhur menyempit, maka wajib melakukan takbiratul ihram dengan niat zhuhur. Apabila waktu zhuhur keluar sementara jamaah berada di dalam ritual shalat Jumat, maka mereka wajib menyempurnakannya menjadi shalat zhuhur tanpa mengulangi niat”. (Syekh Habib Muhammad bin Ahmad al-Syathiri, Syarh al-Yaqut al-Nafis, hal.236)
2. Berkata-Kata saat Khotib tengah Membaca Khutbah, Kehilangan Pahala bahkan Batal Sehingga Wajib Sholat Zuhur
-Makruh atau Kehilangan Pahala:
Hal ini dinukil dari pendapat para Ulama Syafi’iyyah yang sepakat mengatakan, jika jamaah berbicara saat khutbah maka hukumnya makruh (sesuatu yang dianjurkan untuk tidak dikerjakan meski tidak dilarang atau diharamkan). Kemakruhan ini berdasarkan petunjuk ayat:
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya, “Apabila dibacakan Al-Quran (khutbah), maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (Surat Al-A’raf, ayat 204)
Artinya seseorang yang berbicara diwaktu Khotib Khutbah tak akan mendapatkan rahmat dari Allah.
-Wajib Mengganti Sholat Zuhur:
إذَا قُلْت لِصَاحِبِك أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
Artinya,
“Jika kamu katakan kepada temanmu, ‘diamlah!’, di hari Jumat saat khatib berkhutbah, maka kamu telah melakukan perbuatan menganggur (tiada guna).” (HR Muslim)