Unjuk Rasa Sebagai Ekspresi Penolakan Terhadap Produk Perundang-Undangan Hal Yang Wajar

Menurut dia ekspresi penolakan masyarakat, mahasiswa maupun elemen buruh terhadap produk undang - undang yang dibentuk DPR adalah hal wajar

Editor: Azwir Ahmad
SRIPOKU.COM / Chairul Nisyah
Suasana demo penolakan Omnibus Law di Palembang, mahasiswa basah kuyup diguyur hujan, Jumat (9/10/2020) 

SRIPOKU.COM, JAKARTA - Bagi yang menyimpulkan ada pihak yang menunggangi aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020) lalu, mempunyai beban untuk membuktikan tuduhannya tersebut. Karena terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa massa aksi tersebut ditunggangi pihak tertentu.

Pendapat tersebut dikemukakan oleh Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan Adian Napitupulu.
Menurut dia ekspresi penolakan masyarakat, mahasiswa maupun elemen buruh terhadap produk undang - undang yang dibentuk DPR adalah hal wajar. Pro kontra tidak akan lepas dari sebuah produk hukum yang dibentuk.

Namun kata Adian, meski mengutarakan aspirasi merupakan hak setiap warga negara, ia berharap di masa mendatang pendekatan melalui dialog bisa di kedepankan, ketimbang berujung ricuh.

"Kalau saya berpikir begini, saya tidak mau menyimpulkan dulu ada penunggang, ada penumpang. Buat saya itu terlalu dini," kata Adian di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (9/10/2020).

Dalam banyak hal, kata Adian, hampir setiap produk undang-undang di DPR selalu ada penolakan. Dinamika tersebut menurutnya wajar wajar saja. " Tapi dalam proses ke depan, menurut saya harus mengrmukakan dialog baik formal informal," katanya.

Sementara itu, pada bagian lain Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Sebelumnya, Mahfud MD mengatakan kegaduhan yang belakangan terjadi, akibat adanya hoax yang beredar di masyarakat terkait dengan UU Cipta Kerja yang belum lama ini disahkan DPR.

Hoax tersebut di antaranya terkait pesangon, cuti, PHK, dan pendidikan. Ia pun mengklarifikasi hoax-hoax tersebut.

Terkait hoax yang menyatakan UU Cipta Kerja mengatur tidak ada pemberian pesangon, ia mengatakan hal itu tidak benar.

Kemudian soal hoax yang mengatakan tidak ada cuti haid, cuti hamil dan cuti lainnya ia menyatakan hal itu itu tidak benar.

Selanjutnya terkait dengan hoax yang menyebut UU tersebut mempermudah PHK, Mahfud mengatakan hal itu tidak benar.

Justru menurutnya dalam UU tersebut diatur uang pesangon harus dibayar kalau belum diputuskan di pengadilan.

Oleh sebab itu, kata Mahfud, dalam UU tersebut ada jaminan kehilangan pekerjaan.

Bahkan, ada yang menyebut UU tersebut membuat pendidikan menjadi dikomersilkan.
Padahal, kata Mahfud, empat Undang-Undang pendidikan sudah dicabut dari Undang-Undang Cipta Kerja karena aspirasi masyarakat. Dalam UU tersebut, kata Mahfud, justru mempermudah dunia pendidikan.

"Oleh sebab itu pemerintah mengajak mari kita menjaga kamtibmas. Semua harus kembali ke posisi tugas mejaga negara masing-masing, pemerintah, rakyat, masyarakat, dan civil society. Mari bersama-sama ke posisi masing-masing menjaga keamanan masyarakat," kata Mahfud saat konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam pada Kamis (8/10/2020).

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved