Masyarakat dan Tanah Adat Dalam NKRI Pada Era Globalisasi  

Masyarakat adalah stakeholder dari sebuah kawasan adat.Disebut sebagai tanah adat yang batasnya sangat jelas dimiliki oleh masing masing kelompok

Penulis: Salman Rasyidin | Editor: Salman Rasyidin
ist
Albar S Subari SH.MH 

SRIPOKU.COM --Masyarakat adalah stakeholder dari sebuah kawasan adat.

Kawasan tersebut disebut sebagai tanah adat yang batasnya sangat jelas dimiliki oleh masing masing kelompok masyarakat adat di Indonesia.

Tanah dalam masyarakat adat berfungsi sebagai social asset dan capital asset.

Menurut Ketua Pembina Adat Sumatera Selatan Albar S Subari SH.MH Senin 31 Agustus  menyebutkan  Sosial asset adalah penguasaan tanah secara turun temurun dijadikan sebagai petunjuk terhadap asli atau tidaknya seseorang berasal dari suatu daerah.

Tanah menjadi faktor pemersatu bagi hubungan kemasyarakatan.

Undang Undang Pokok Agraria yang ada sekarang ini tidak memberikan peluang kepada tanah adat yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat.

Lebih lanjut dinyatakan bahwa setidak tidaknya berkembytiga pendapat tentang tanah adat itu, yaitu: tanah adat sudah tidak ada, tanah adat masih ada dan pendapat ragu ragu yaitu ada dan tiada.

Pendapat pendapat tersebut umumnya berkaitan dengan kepentingan terkandung didalamnya.

Sebagai capital asset tanah Adat tetap dipertahankan oleh masyarakat hukum adat setempat.

Dalam posisi lain banyak pihak ingin memanfaatkan tanah adat tersebut sebagatcaputal asset yang ada.

Masyarakat hukum adat memang sedang mengalami degradasi sehingga sering dimanfaatkan oleh lihak untuk kepentingan yang menguntungkan pihak pihak tertentu bukan untuk kepentingan masyarakat adat yang ada.

Permasalahan yang timbul kemudian dalam hubungan masyarakat hukum adat dengan tanah sebagai capital asset adalah pengakuan tanah kepemilikan.

Dalam hukum agraria sesuai UU No.  5 tahun 1960 permasalahannya Adalah ketentuan hukum adat tetap diakui sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA tersebut.

Selanjutnya hak atas tanah tersebut lebih mengarahkan kepada masalah individualisasi hak dengan segala implikasi dan dampak sosialnya.

Social asset adalah penguasaan tanah secara turun temurun yang dijadikan sebagai petunjuk terhadap asli atau tidaknya seseorang  berasal dari suatu daerah

Tanah menjadi faktor pemersatu bagi hubungan kemasyarakatan.

Permasalahan tentang pengakuan terhadap keberadaan hak adat UUPA tidak membsrtkan kriteria nya.

Dr.  Boedi Harsono menyebutkan alasan para perancang dan pembentukan UUPA untuk tidak mengatur tentang hak adat (hak ulayat dan tanah marga di Sumsel), adalah karena pengaturannya, baik dalam penentuan kriteria eksistensi maupun pendaftarannya.

Hal itu akan melestarikan keberadaan hak adat, sedang secara ilmiah terdapat kecenderungan melemah nya hak atas tanah Adat 

Permasalahan yang dapat timbul adalah apabila suatu masyarakat hukum adat itu masih ada. Kegiatan pengelolaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan dilakukan di atas tanah atau hutan terlarang, karena batas pengelolaan tidak jelas.

Memang di era globalisasi sekarang ini secara normatif hak masyarakat hukum adat sudah terlindungi.

Namun secara fakta di lapangan masih sering terjadi pelanggaran hak asasi manusia.

Mudah mudahan kedepan dengan pembaharuan agraria akan mendudukkan masyarakat adat sebagai subjek yang dapat melakukan hubungan hukum yang sederajat dengan pihak yang mempunyai kepentingan.

Apalagi menyangkut tanah adat, demi tetap bertahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dirgahayu Republik Indonesia ke 75 tahun. Aamiin.

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved