Ngadiah Perawat Senior di Palembang yang tak Kenal Lelah Itu Telah Tiada, Dunia Kesehatan Berduka

Ia menghembuskan nafas terakhir usai menjalani perawatan selama 10 hari di ruang perawatan RSMH Palembang.

Editor: Refly Permana
handout
Puluhan tenaga kesehatan RSUP dr Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang berdiri memberikan penghormatan terakhir kepada Ngadiah, perawat senior RSMH, yang gugur melawan Covid-19. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Deretan papan bunga masih berjajar di sepanjang jalan menuju kediaman Ngadiah (56), seorang perawat senior di RSMH Palembang yang menghembuskan nafas terakhir Senin (24/8/2020) pukul 02.15 WIB.

Ngadiah dikabarkan gugur setelah berjuang melawan Covid-19 yang dideritanya.

Ia menghembuskan nafas terakhir usai menjalani perawatan selama 10 hari di ruang perawatan RSMH Palembang.

Ijazah Seorang Kades di OKU Selatan Diduga Palsu, Polisi Panggil Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten

Menantu Ngadiah, Ari saat ditemui di rumah duka di kawasan Km 9 Palembang mengatakan, semasa hidupnya sang ibu mertua dikenal sebagai pribadi yang tangguh dan pekerja keras.

Sosok Ngadiah pun menjadi panutan yang baik bagi kelima anak serta cucu-cucunya.

"Bisa mengurus seluruh anak-anaknya, sekolah semua, sampai sekarang sudah bekerja semua.

Ibu itu sangat menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya, termasuk juga saya sebagai menantunya dan sayang sama cucu-cucunya," ujar Ari, Selasa (25/8/2020).

"Terus orangnya pekerja keras. Kerja dari pagi sampai sore, kadang ada shift malamnya juga, nanti besok paginya pergi kerja lagi. Ibu itu tidak mudah ngeluh," sambungnya.

Jembatan Penghubung Talang Jambe-Talang Betutu Palembang Ambruk Saat truk Tangki Lewat

Ari bercerita, seminggu sebelum menjalani perawatan di RSMH Palembang atau tepatnya sejak 16 Agustus lalu, Ngadiah sempat mengeluh tidak enak badan.

Namun bukan Ngadiah namanya bila tidak bersemangat untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala ruangan Neodatus di RSMH.

"Saat demam itu sudah berada di rumah, tapi besoknya masih mau kerja lagi.

Padahal sudah disuruh istirahat tapi dia tetap mau kerja. Mungkin karena merasa tugas dan tanggung jawabnya di kantor tidak bisa ditinggal," ujarnya.

Seminggu berlalu, Ngadiah akhirnya tak kuasa menahan kondisi tubuh yang kian melemah.

LRT Sumsel Makin Canggih, Bakal Ada European Train Control System untuk Proteksi Kereta & Penumpang

Ari berujar, saat itu Ngadiah mengaku begitu lelah, lemas dan sedikit sesak napas.

"Tanggal 16, kurang lebih jam 03.00 pagi, ibu langsung kami bawa ke rumah sakit. Disitu langsung dirawat," ujarnya.

Dalam masa perawatan itulah perempuan yang sudah 26 tahun mengabdi sebagai petugas medis tersebut, kemudian menjalani tes swab.

Namun belum sempat swab tes ketiga dilakukan, Ngadiah menghembuskan nafas terakhir.

Update Covid-19 Muratara 25 Agustus, Ada 1 Keluarga Sudah Sembuh, Tinggal Seorang Perempuan 39 Tahun

"Hasil swabnya pertama memang positif, yang kedua negatif, belum sempat diswab ketiga, tapi sudah keburu meninggal dunia.

Jadi kalau untuk keputusan kepengurusan jenazah, mungkin untuk antisipasi atau seperti apa, jadi diperlakukan seperti itu (protap covid-19),"ujarnya.

Namun bila harus jujur, kata Ari, pihak keluarga sebenarnya merasa begitu terpukul sebab sosok panutan tersebut harus menjalani pemakaman secara protap Covid-19.

"Tapi ya mau bagaimana lagi, pihak rumah sakit menyarankan seperti itu dan dikatakan itu yang terbaik, jadi kami mengikuti saja mana yang terbaik," ucapnya.

Video Cita-Cita Sejak Lama Ingin ke Muba, Pangdam II Sriwijaya disambut Pindang Khas Sekayu

Kini Ngadiah sudah pergi selama-lamanya dengan meninggalkan berbagai kenangan manis dibenak orang terdekat tak terkecuali anggota keluarga.

Ari mengatakan, pihak keluarga sudah mengikhlaskan apa yang terjadi pada Ngadiah.

"Ya sekarang kami cuma bisa mengirim doa untuk almarhumah," ujarnya.

Sumber: Tribun Sumsel
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved