Jika Negara Alami Resesi, Apa yang Terjadi dan Dampaknya? Berikut yang Dapat Dilakukan Masyarakat

Resesi dianggap sebagai bagian tak terhindarkan dari siklus bisnis yang terjadi dalam perekonomian suatu negara.

Penulis: fadhila rahma | Editor: Welly Hadinata
(SHUTTERSTOCK/ J.J GOUIN)
Ilustrasi aneka headline pemberitaan terkait resesi ekonomi akibat Covid-19 

SRIPOKU.COM - Akibat pandemi virus Corona atau Covid-19 perekonomian di hampir seluruh dunia terancam jatuh ke jurang.

Dampaknya perekonomian menurun di sejumlah negara.

Bahkan hampir semua negara melaporkan penurunan ekonomi akibat virus yang bermula menyebar di Kota Wuhan, Hubei, China seperti Sripoku.com lansir di Kompas.com.

Sejumlah negara kini melaporkan terjadinya resesi ekonomi.

Mulai dari Korea Selatan, Jerman, Singapura, Perancis, Italia, hingga Amerika Serikat.

Indikator resesi bisa dilihat dari penurunan pada Produk Domestik Bruto (PDB), merosotnya pendapatan riil, jumlah lapangan kerja, penjualan ritel, dan terpuruknya industri manufaktur. 

Video : Kisah Haru Opung Nurhatika, Bisa Berkurban Berkat Sedekah Kurban

Inilah 5 Zodiak Mudah Ngantuk: termasuk Taurus, Pisces, Sagitarius, Cancer dan Aries

Pemerintah Berencana Beri Santunan Rp 600 Ribu untuk Pekerja Swasta Bergaji di Bawah Rp 5 Juta

Gaji 13 Pensiun PNS Keluar Senin 10 Agustus 2020, Segini Rincian yang Diterima PNS, TNI dan POLRI

Apa yang dimaksud dengan resesi?

Melansir Forbes, (15/7/2020), resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Selama resesi, ekonomi berjuang, orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat lebih sedikit penjualan dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun.

Para ahli menyatakan resesi terjadi ketika ekonomi suatu negara mengalami:

  • produk domestik bruto negatif (PDB) negatif
  • meningkatnya tingkat pengangguran
  • penurunan penjualan ritel
  • ukuran pendapatan
  • manufaktur yang berkontraksi untuk periode waktu yang panjang

Resesi dianggap sebagai bagian tak terhindarkan dari siklus bisnis yang terjadi dalam perekonomian suatu negara.

Resesi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, berikut di antaranya:

1. Guncangan ekonomi yang tiba-tiba

Guncangan ekonomi adalah masalah serius yang datang tiba-tiba terkait keuangan.

Contohnya pada 1970-an ketika OPEC memutus pasokan minyak tanpa peringatan. Wabah coronavirus juga mematikan ekonomi di seluruh dunia.

2. Utang yang berlebihan

Ketika individu atau bisnis berutang terlalu banyak, biaya untuk melunasi utang dapat meningkat ke titik di mana mereka tidak dapat membayar tagihan mereka.

3. Gelembung aset

Ketika keputusan investasi didorong oleh emosi, hasil ekonomi yang buruk akan mengikuti. Investor menjadi terlalu optimisTIS selama ekonomi kuat. Kondisi ini disebut juga "kegembiraan irasional".

Kegembiraan irasional menggembungkan pasar saham atau gelembung real estat dan ketika gelembung itu meletus, penjualan panik dapat menghancurkan pasar, menyebabkan resesi.

4. Terlalu banyak inflasi

Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik seiring waktu. Inflasi bukanlah hal yang buruk, tetapi inflasi yang berlebihan adalah fenomena yang berbahaya.

Bank sentral mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi menekan kegiatan ekonomi.

Inflasi yang tidak terkendali adalah masalah yang sedang berlangsung di AS pada tahun 1970-an.

Saat itu untuk menghentikan inflasi, suku bunga dinaikkan tapi justru menyebabkan resesi.

5. Terlalu banyak deflasi

Walaupun inflasi yang tidak terkendali dapat menciptakan resesi, deflasi bisa menjadi lebih buruk.

Deflasi adalah ketika harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah berkontraksi, yang selanjutnya menekan harga.

Ketika lingkaran umpan balik deflasi tidak terkendali, orang dan bisnis berhenti belanja, yang merongrong perekonomian.

6. Perubahan teknologi

Penemuan baru meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang, tetapi mungkin ada periode jangka pendek penyesuaian terhadap terobosan teknologi.

Pada abad XIX, ada gelombang peningkatan teknologi hemat tenaga kerja.

Revolusi Industri membuat seluruh profesi menjadi usang, memicu resesi dan masa-masa sulit.

Saat ini, beberapa ekonom khawatir bahwa AI dan robot dapat menyebabkan resesi dengan menghilangkan seluruh kategori pekerjaan.

Dampak Resesi

Dampak ekonomi saat terjadi resesi sangat terasa dan efeknya bersifat domino pada kegiatan ekonomi.

Semisal ketika investasi anjlok saat resesi, maka secara otomatis akan menghilangkan sejumlah lapangan pekerjaan yang membuat angka pemutusan hubungan kerja (PHK) naik signifikan.

Produksi atas barang dan jasa juga merosot sehingga menurunkan PDB nasional. Jika tak segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor.

Efek tersebut bisa berupa macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan atau sebaliknya terjadi deflasi. Juga, neraca perdagangan yang minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa.

Dalam skala riil, banyak orang kehilangan rumah karena tak sanggup membayar cicilan, daya beli melemah. Lalu, banyak bisnis terpaksa harus gulung tikar.

Apakah akan terjadi di Indonesia?

Mengutip Harian Kompas (12/6/2020) Indonesia harus bersiap mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi yang lebih dalam jika gelombang kedua Covid-19 terjadi.

Kontraksi ekonomi akan berimplikasi terhadap proses pemulihan yang semakin sulit dan memerlukan waktu lama.

Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), dalam laporan Proyeksi Ekonomi Edisi Juni 2020, Rabu (10/6/2020) malam, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini minus 2,8 persen dengan asumsi lonjakan kasus pandemi Covid-19 di dalam negeri telah terjadi pada pertengahan April. 

Dalam skenario buruk, perekonomian Indonesia diproyeksikan tumbuh minus 3,9 persen jika terjadi gelombang kedua Covid-19.

Gelombang kedua itu memperlambat pemulihan ekonomi. Pola pemulihan ekonomi RI tak membentuk huruf V, tetapi cenderung bergelombang.

Dalam laporan bertajuk World Economy on a Tightrope itu, OECD memperingatkan pemerintah untuk berhati-hati melonggarkan pembatasan sosial karena jalan menuju pemulihan ekonomi masih sangat tidak pasti dan rentan terhadap gelombang infeksi kedua Covid-19.

Konsekuensi pemulihannya akan lebih berat dan lama. Risiko gelombang kedua Covid-19 juga menghantui hampir semua negara di dunia.

Cara bertahan saat resesi

Agar bisa bertahan saat resesi, Gozali menyebut ada beberapa hal yang secara umum bisa dilakukan, yaitu:

  • Melindungi sumber penghasilan 

Sebagai karyawan menurut dia sebaiknya tidak agresif pindah pekerjaan dahulu sebelum ada kepastian pekerjaan baru lebih stabil.

"Untuk yang punya usaha, pertimbangkan kembali rencana ekspansi," kata Gozali

  • Miliki dana cadangan

Dia menyampaikan dana cadangan sebaiknya dijaga 3-12 kali pengeluaran bulanan dalam bentuk likuid.

"Artinya, kalau sekarang kurang dari itu, bisa ditambah dengan mengurangi aset risiko tinggi dan menambah likuiditas," kata Gozali.

  • Tahan pembelanjaan besar, terutama kredit

Apabila sebelumnya ada rencana kredit kendaraan atau rumah, maka perlu dipelajari lagi risikonya.

"Apakah cukup aman untuk melanjutkan rencana tersebut. Jangan terlalu memaksakan, misalnya menggunakan dana cadangan untuk bayar DP (down payment)," kata Gozali

"Intinya dana cadangan menjadi semakin penting, jangan terpakai untuk hal lain dulu. Bahkan kalau bisa ditambah," imbuhnya.

  • Tetap belanja secara rutin

"Karena pembelanjaan konsumtif rumah tangga di Indonesia justru menjadi salah satu pendorong ekonomi yang dominan," kata Gozali.

Artikel sebagian telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi, Dampak, dan Penyebabnya..."

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved