Anggota Keluarga Ini Tutup Akses Jalan Dengan Tembok, Ternyata Ini Alasannya
Tak terima lahan pekarangannya dibangun jalan, Keluarga almarhum To Pawiro menutup jalan tembusan di Dukuh Ngledok, Desa Gading
SRIPOKU.COM -- Tak terima lahan pekarangannya dibangun jalan, Keluarga almarhum To Pawiro menutup jalan tembusan di Dukuh Ngledok, Desa Gading, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Penutupan jalan dilakukan dengan tembok bata hebel karena jalan tersebut masuk di lahan pekarangannya.
Jalan yang memiliki lebar sekitar tiga meter itu dahulunya adalah jalan setapak.
"Sewaktu ayah saya beli tanah memang sudah ada jalan, tapi jalan setapak. Cuma orang (Ngledok) itu tidak menghargai (keluarga) langsung dibangun jalan," kata anak laki-laki almarhum To Pawiro, Tugiyono (55) sesuai mediasi di Balai Desa Gading, Tanon, Sragen, Jawa Tengah, Selasa (4/8/2020).
• Kembali Temukan Batu Paling Langka di Dunia Buruh Tambang Ini Berhasil Dapatkan Uang Rp 29 Miliar
• Prakiraan Cuaca 33 Kota di Indonesia Besok Rabu 5 Agustus 2020: 13 Wilayah Dilanda Hujan, Palembang?
• BREAKING NEWS: Seorang Pegawai BPJS Kesehatan Palembang Positif Covid-19, Layanan Tatap Muka Tutup
Tanah pekarangan rumah itu, lanjut Tugiyono, sudah diwariskan kepada kakaknya bernama Sonem.
Karena jalan setapak itu dibangun dan ditalud oleh warga, kakaknya tersebut tidak terima akhirnya ditutup menggunakan bata hebel.
"Mbakyuku (kakakku) tidak terima. Karena tanah pekarangan itu diberikan kepada kakak saya. Iya ditutup jalan itu. Karena tanah itu sertifikatnya tidak ada tulisan jalan tidak ada," ungkap Tugiyono.
Tugiyono mengklaim bahwa jalan yang dibangun tersebut memakan lahan pekarangan milik kakaknya.
• Jelang Liga 2 Indonesia Bergulir, Sriwijaya FC Datangkan Striker Baru, Ini Kata Rudiyana
• Sosok Pengganti Marc Marquez di MotoGP Ceko, Yamaha Lebih PD Dengan Valentino Rossi
• Kisah Keluarga Tak Mampu di Prabumulih Bertekad Beli HP Android, Demi Belajar Daring Anak-anaknya
Menurut dia, sebelum membangun jalan tersebut, warga harus izin terlebih dahulu kepada keluarganya.
"Bapak saya sudah pesan kalau dibangun jalan harus kanan kiri. Jadi tidak hanya menggunakan lahan pekarangan saya sendiri. Yang saya inginkan itu izin dulu. Tidak langsung dibangun jalan," cetus dia.
Kepala Desa Gading Puryanto mengatakan, penutupan jalan yang dilakukan oleh keluarga almarhum To Pawiro karena ada kesalahpahaman.
"Awalnya kesalahpahaman. Jadi dalam sertifikat itu ada gambar jalan setapak. Anak To Pawiro hanya tidak paham saja kesepakatannya," kata Puryanto.
"Tadi kesepakatan jalan itu satu meter (sisi kanan) dan satu meter (sisi kiri). Jadi luasnya nanti dua meter. Yang sudah ada itu nanti ukurannya dikecilkan terus yang sudah dipagar (tembok) itu dibongkar," sambung dia.
Tanah pekarangan yang dibangun jalan tersebut merupakan warisan orangtua.
Setelah diberikan penjelasan melalui mediasi, akhirnya mereka mengerti dan menyepakati untuk membongkar tembok bata hebel yang menutup jalan itu.
Diketahui, jalan tersebut awalnya merupakan jalan setapak karena jalan buntu. Setelah tanah disertifikatkan oleh pemiliknya dan terdapat gambar jalan.
Sehingga tidak bisa pemilik tanah pekarangan itu menutup jalan begitu saja.
"Tadi disepakati jalannya dua meter. Pagar yang menutup jalan itu dibongkar," ujar dia.