Konflik Laut China Selatan

Jepang Tuding  China Terus Berupaya Ubah Status Quo di Laut China Selatan

Klaim China terhadap kawasan lautan China Selatan membuat sejumlah Negara meradang tidak terkecuali Jepang.

Editor: Salman Rasyidin
zoom-inlihat foto Jepang Tuding  China Terus Berupaya Ubah Status Quo di Laut China Selatan
reuters/kontan
ILUSTRASI. Kepal penjaga lepas pantai Jepang mencoba mengusir kapal China yang melewati perbatasan di sekitar wilayah Pulau Senkaku/Diaoyu, 8 Mei 2020.

SRIPOKU.COM – Klaim China terhadap kawasan lautan China Selatan membuat sejumlah negara meradang tidak terkecuali Jepang.   

Mengutip KONTAN.CO.ID yang menyebutkan tinjauan pertahanan tahunan Jepang menuduh China mendorong klaim teritorialnya di tengah pandemi virus corona baru.

Tokyo juga mencurigai Beijing menyebarkan propaganda dan disinformasi karena memberikan bantuan medis kepada negara-negara yang memerangi COVID-19.

"China terus berupaya mengubah status quo di Laut China Timur dan Laut China Selatan," kata Jepang dalam buku putih pertahanan yang mendapat persetujuan Pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe, Selasa (14/7), seperti dikutip Reuters.

Buku putih pertahanan tersebut menggambarkan intrusi tanpa henti di perairan sekitar gugusan pulau yang diklaim oleh kedua negara di Laut China Timur, yang dikenal sebagai Senkaku di Jepang dan Diaoyu di China.

Di Laut China Selatan, Jepang menyebutkan, Beijing menegaskan klaim teritorial dengan mendirikan distrik administratif di sekitar pulau-pulau yang disengketakan, yang memaksa negara-negara yang terganggu oleh wabah virus corona untuk merespons.

Kritik Jepang terhadap China menggemakan komentar serupa yang Amerika Serikat (AS) buat, dan muncul ketika ketegangan di wilayah itu meningkat ketika Beijing dan Washington melakukan latihan militer terpisah di Laut China Selatan yang kaya sumber daya dan saat hubungan antara dua ekonomi terbesar dunia memburuk.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Senin (13/7) menolak klaim China untuk sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan, dengan mengatakan Beijing "benar-benar melanggar hukum".

Beijing menegaskan, keberadaannya di jalur perdagangan global senilai US$ 3 triliun per tahun tersebut untuk tujuan damai.

Jepang melihat China sebagai ancaman jangka panjang dan lebih serius dari Korea Utara yang bersenjata nuklir.

Beijing sekarang menghabiskan empat kali lebih banyak dari Tokyo untuk pertahanan karena membangun militer modern besar.

Tinjauan pertahanan Jepang juga mengklaim China tampaknya bertanggungjawab atas "propaganda" dan "disinformasi" di tengah "ketidakpastian sosial dan kebingungan" yang disebabkan oleh wabah virus corona.

Kekeliruan informasi seperti itu termasuk klaim bahwa virus corona dibawa ke China oleh anggota militer AS, atau obat herbal China bisa mengobati COVID-19, kata seorang pejabat Kementerian Pertahanan Jepang pada suatu taklimat di buku putih tersebut.

Menurut Buku putih pertahanan itu, ancaman lain yang Jepang hadapi termasuk pengembangan senjata nuklir dan rudal balistik Korea Utara yang sedang berlangsung.

Juga,  kebangkitan aktivitas militer oleh Rusia di langit dan perairan Jepang, kadang-kadang dalam latihan bersama dengan China.

Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved