Debt Collector Ini Sebut John Kei Permalukan Citra Masyarakat Maluku, Bahas Rasa Malu, Ini Katanya

Diketahui usaha jasa keamanan milik Marsyel juga menyediakan jasa penagih utang (debt collector), yang disebut sebagai bidang yang sama

Editor: Fadhila Rahma
Istimewa/handout
7 Fakta John Kei Serang Pamannya Nus Kei Terungkap di Rekonstruksi, Ada Kata Penghianat dan Mati 

SRIPOKU.COM - Pengusaha Jasa Keamanan Marsyel Ririhena turut menanggapi kasus premanisme yang dilakukan kelompok John Kei.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam acara Rosi di Kompas TV, Kamis (25/6/2020).

Seperti diketahui, John Kei dan 29 anak buahnya ditangkap atas penyerangan rumah milik Nus Kei di Perumahan Green Lake City, Cipondoh, Tangerang, Minggu (21/6/2020).

Tanggapi Perceraian Mantan Kekasih, Ayu Dewi Tegas Sebut Teritori Allah, Karma Zumi Zola Disinggung

Habis Sudah Kenekatan John Kei Dikuliti Pamannya, Nus Kei Bongkar Ini, Rasa Takut Tersingkir Muncul

Selain itu, pembacokan terhadap anak buah Nus Kei di Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat pada hari yang sama juga diduga didalangi kelompok ini.

Menanggapi kasus tersebut, Marsyel menilai tindakan premanisme bisa memperburuk citra masyarakat Maluku, yakni daerah asal John Kei.

Diketahui usaha jasa keamanan milik Marsyel juga menyediakan jasa penagih utang (debt collector), yang disebut sebagai bidang yang sama dengan yang digeluti John Kei.

Meskipun begitu, Marsyel mengaku memiliki cara yang berbeda dan selalu mematuhi hukum.

Marsyel menilai masih banyak masyarakat Indonesia yang memiliki stigma buruk terhadap orang Indonesia Timur.

Ia menduga sudah ada persepsi negatif yang dilekatkan hanya dari penampilan masyarakat Maluku.

"Satu, mungkin mereka ada ketakutan dari sisi penampilan saja sudah takut," ungkap Marsyel Ririhena.

Ia lalu mengungkapkan ada ajaran adat yang selalu dipegang teguh masyarakat Maluku.

"Kita sebagai orang Maluku, kita memegang teguh tindakan ksatria," papar Marsyel.

Selain sikap ksatria, masyarakat Maluku juga menjunjung tinggi persaudaraan.

Marsyel mengungkapkan sikap itu muncul karena ada rasa satu darah dari suku yang sama.

"Kita merasa kita asalnya sama, dari Pulau Seram. Di situ yang kita junjung tinggi adalah, selain persaudaraan, bahwa kita ini adalah orang-orang Alifuru," katanya.

"Dalam pengertian itu amat sangat menghormati kehidupan ksatria, kehidupan para warrior," jelas Marsyel.

Berpegang pada prinsip itu, Marsyel menyebutkan seharusnya orang merasa malu jika melakukan hal yang buruk.

Ia menyebutkan sikap asli orang Maluku sebetulnya sangat bertentangan dengan stigma negatif.

"Kita itu malu kalau melakukan hal-hal yang jahat. Itu prinsipnya orang Maluku," tegasnya.

"Jadi kalau misalnya ke Maluku, itu paling manis. Makanya kita dibilang Ambon Manise," ucap Marsyel.

Marsyel menduga persepsi negatif muncul karena ada oknum tertentu yang melakukan tindakan jahat, sehingga stigma dilekatkan kepada semua orang dari latar belakang sama.

Meskipun begitu, Marsyel membantah dan menyebutkan orang Maluku sangat menghargai persaudaraan.

"Stigma itu mungkin karena di sini orang enggak biasa melihat atau mungkin ada oknum yang melakukan hal yang jahat," katanya.

"Tapi bukan begitu orang Maluku. Kehidupan orang Maluku sangat sukses untuk dipraktekkan di organisasi, hidup orang bersaudara," tandas Marsyel.

Lihat videonya mulai menit 4:30

Nus Kei Ungkap Filsafat Suku yang Jadi Pegangan

Nus Kei, korban penyerangan di Green Lake City, Cipondoh, Tangerang, mengungkapkan niatnya untuk menjalin komunikasi dengan keponakannya, John Kei.

Dilansir TribunWow.com, Nus Kei mengungkapkan dirinya tidak ingin memutus komunikasi hanya karena percekcokan.

Hal itu ia sampaikan dalam tayangan Kabar Petang di TvOne, Senin (21/6/2020).

Awalnya, Nus berharap tidak perlu ada keributan yang melibatkan keluarganya semacam ini.

"Saya berharap ke depan jangan ada lagi seperti itu. Semoga kemarin jadi hari terakhir," kata Nus Kei.

Ia menyinggung kejadian itu menewaskan seorang kerabatnya.

"Kami kubur bersama-sama dengan ponakan sekarang yang sekarang kami kubur ini," ungkapnya.

Nus Kei menyebutkan sejak kejadian huru-hara di rumahnya, belum ada komunikasi dengan John Kei.

Meskipun begitu, ia berharap dapat menemui keponakannya.

"Belum ada, kami belum diberi ruang ke sana. Tapi saya berharap satu waktu mungkin bisa ke situ, mungkin lewat pihak kepolisian," jelas Nus Kei.

Hal itu ia sampaikan mengingat posisinya sebagai orang yang lebih dituakan dalam keluarga.

"Saya berharap, sih, karena saya posisikan diri sebagai orang tua, paman," jelas Nus Kei.

Ia memaparkan sikapnya ini didasarkan pada filsafat suku Kei asal Maluku Tenggara.

Menurut Nus, setiap anggota suku Kei adalah kesatuan.

Ia menilai filsafat itu yang membedakan anggota keluarganya dengan orang lain.

"Kami punya filsafat orang Kei. 'Kami ini satu, satu kesatuan, satu tiang yang tidak bisa dipisahkan'," katanya.

"Itu kami orang Kei. Saya pikir suku lain tidak punya filsafat seperti itu dan itu sangat mengikat kami," papar Nus Kei.

Nus Kei memaklumi jika kericuhan kemarin dipicu emosi semata.

Sebelumnya diketahui ada persoalan sengketa tanah yang diduga menjadi penyebab kemarahan John Kei.

Meskipun begitu, Nus Kei menyebutkan masalah sengketa itu sudah selesai sejak lama.

"Makanya dari tadi saya bilang, ini mungkin cuma karena emosi. Egonya keponakan saya dan ego saya," katanya.

"Saya mungkin masih bisa kontrol ego saya, tapi ponakan saya mungkin tidak bisa," lanjutnya.

Nus Kei juga mewajarkan sikap John Kei yang baru saja mendapat status bebas bersyarat pada Desember 2019 lalu.

Seperti diketahui, John Kei menjalani hukuman selama 7 tahun 10 bulan akibat kasus pembunuhan berencana.

"Saya memaklumi mungkin dia juga baru keluar," kata Nus Kei. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)

Sumber: TribunWow.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved