Jika KTP Anda Dicomot untuk Dukung Bakal Calon Perseorangan Segera Laporkan ke Bawaslu
"Dendanya sama seperti pada pasal 185A ayat satu, paling sedikit Rp 36 juta dan paling banyak Rp 72 juta," kata Munawir.

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Rahmat Aizullah
TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA-Jelang Pilkada sangat lumrah adanya dukung mendukung yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Sebab, hal itu sebagai bukti administrasi, namun terkadang ada istilah KTP anda dicomot tanpa tahu dan terkonfirmasi dengan pemilik KTP.
Hal inilah yang menjadi perhatian Bawaslu terkait dengan KTP dicomot alias tiba-tiba mendukung calon perseorangan tertentu, tetapi si pemilik KTP malah tak tahu sama sekali.
Imbauan dari Baswaslu Pilkada serentak tahun 2020 di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) akan diikuti oleh satu bakal pasangan calon (Bapaslon) jalur perseorangan.
Bapaslon jalur independent atau bukan jalur partai politik tersebut yakni pasangan Akisropi Ayub dan Baikuni Anwar.
Sebagaimana diketahui, untuk memenuhi syarat pencalonan jalur perseorangan, Bapaslon harus mendapat dukungan dari warga dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Bagi warga yang merasa KTP-nya 'dicomot' atau diminta paksa untuk mendukung bakal calon perseorangan, agar segera melapor ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Jika ada warga yang merasa KTP-nya dicomot untuk mendukung bakal calon perseorangan, segera laporkan ke pengawas desa atau kelurahan," kata Ketua Bawaslu Muratara, Munawir, Selasa (23/6/2020).
Dia juga mengingatkan, aturan mengenai calon perseorangan di Pilkada sudah diatur dalam undang-undang (UU) nomor 10 tahun 2016.
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 adalah tentang perubahan kedua atas UU nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.
"Kami sebagai pengawas berkewajiban mengingatkan agar tidak terjadi tindakan menyalahi aturan," kata Munawir.
Dia menjelaskan, pada Pasal 185A Ayat (1), setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan, akan dipidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan.
"Dendanya paling sedikit Rp 36 juta dan paling banyak Rp 72 juta," kata Munawir.
Apabila tindak pidana tersebut dilakukan penyelenggara pemilihan, akan dipidana dengan pidana yang sama dengan ditambah sepertiga dari ancaman pidana maksimumnya.