Muncul Pada Era 90-an, Ternyata Ini Sejarah Julukan Maung Bandung yang Melekat Pada Persib Bandung

Julukan Maung Bandung sangat akrab terdengar di telinga untuk menyebut nama lain Persib Bandung. Ternyata julukan kesebelasan asal Jawa Barat ini ti

Editor: adi kurniawan
Istimewa
Sebab Skuat Bertabur Bintang Persib Bandung Kalah Besar 3-0, Maung Bandung Tak Berdaya 

Dalam jurnal penelitian berjudul "Antara Mitos dan Realitas: Historitas Maung Di Tatar Sunda," yang ditulis oleh Budi Gustaman dan Hilman Fauzia Khoeruman dari Universitas Padjadjaran, masyarakat Sunda memaknai maung sebagai binatang mitologis.

Di beberapa tempat, maung dipercaya sebagai jelmaan raja termahsyur di Tatar Sunda, Prabu Siliwangi. Hal tersebut dipengaruhi melalui sebuah kisah yang menceritakan perjalanan ngahiyang atau moksa Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya dengan mengubah wujud menjadi harimau.

Kejadian tersebut terjadi ketika kerajaan Pajajaran sedang terdesak karena serangan dari kerajaan Islam Banten dan Cirebon ke wilayah Pajajaran.

Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya lari ke daerah Sancang, Garut Selatan, guna menghindari pertempuran.

Sesampainya di wilayah Sancang, Prabu Siliwangi dan para pengikutnya pun memutuskan untuk ngahiyang (moksa) dengan mengubah wujud menjadi harimau atau maung.

Dalam sebuah kisah juga diceritakan, sebelum mengubah wujud menjadi maung, Prabu Siliwangi sempat meninggalkan beberapa pesan dan amanat kepada para pengikutnya. Titah tersebut dikenal dengan Uga Wangsit Siliwangi.

Wangsit tersebut berbunyi: "Lamun aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung" (Kalau aku sudah tidak menemanimu, lihat saja tingkah laku harimau).

Pesan tersebut mengandung makna metaforik yang mendalam, merujuk pada sifat maung atau harimau. Maung merupakan hewan buas yang tak segan mencabik dan menerkam mangsanya.

Di satu sisi, maung juga merupakan hewan dengan sifat mengayomi keluarga dan sesamanya.

Di balik pesan tersebut, tersirat juga alasan Prabu Siliwangi memilih lari dan menghindari pertempuran.

Bukan karena Sang Prabu tidak punya nyali untuk menghadapi pasukan dari kerajaan Islam Banten dan Cirebon. Prabu Siliwangi enggan bertempur dengan keturunannya sendiri.

Prabu Siliwangi mengetahui bahwa pasukan kerajaan Islam Banten dan Cirebon dikomandoi oleh Raden Kian Santang, yang tak lain adalah keturunan langsung dari Prabu Siliwangi.

Dari sana tergambar bagaimana filosofis masyarakat Sunda yang berani namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong di dalamnya.

Selain itu, sejak dahulu, masyarakat di Tatar Sunda juga sudah hidup berdampingan dengan harimau atau maung. Pasalnya, hutan-hutan yang ada di tanah Sunda adalah habitat atau rumah bagi maung. Dari sana, kedekatan antara masyarakat Sunda dan maung pun terjalin erat.

 

*****

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved