Virus Corona
Takdir, Ikhtiar dan Tawakal (Menghadapi Virus Corona atau Corona Virus Disease/Covid-19)
Virus corona yang mewabah ke tingkat pandemi, menyebab masyarakat dunia dibuat repot dan kelabakan .
Takdir, Ikhtiar dan Tawakal
Oleh : Prof. Dr. H Jalaludin
Mantan Rektor UIN Raden Fatah Palembang
Virus corona yang mewabah ke tingkat pandemi, menyebab masyarakat dunia dibuat repot dan kelabakan.
Wabah yang diberi label Covid-19 ini begitu cepat berpindah dari negara asalnya (Cina) ke sejumlah besar negara-negara di dunia.
Tak terkecuali negara-negara maju sekalipun.
Penyebarannya sama sekali belum terbendung.
Indonesia yang awalnya masih bebas, kini sudah dimasuki Covid- 19.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi penyebaran wabah yang mematikan ini.
Namun tampaknya hingga sekarang belum menunjukkan hasil yang signifukan. Bahkan penyebarannya terkesan semakin menggejala.
• Darurat Penularan COVID-19, Kostum Kreatif Pun Muncul
Manusia mempunyai kemampuan yang terbatas sesuai dengan ukuran yang diberrikan oleh Allah kepadanya.
Ia tidak akan mampu melampauinya, kecuali jika ia menggunakan akalnya.
Dengan menggunakan akalnya untuk menciptakan suatu alat.
Namun akalnya pun mempunyai ukuran yang tidak mampu dilampaui.
Di sisi lain, manusia berada di bawah hukum-hukum Allah, sehingga segala yang kita lakukan pun tidak terlepas dari hukum-hukum yang telah mempunyai kadar dan ukuran tertentu.
Hanya saja karena hukum-hukum tersebut cukup banyak, dan kita diberikan kesempatan untuk memilihnya.
Kita dapat memilih yang mana di antara takdir ditetapkan Tuhan yang kita pilih (M. Quraish Shihab,1996).
Upaya pemilihan ini disebut ikhtiar.
Ikhtiar adalah memilih mana yang lebih baik di antara yang ada.
• Di Tengah Wabah Corona, Irfan Hakim Beri Kabar Duka, Kaki Lemas Ungkap Kesalahan Ada Pada Dirinya!
Dalam pendekatan ilmu kalam (teologi), ikhtiar diartikan sebagai kebebasan dan kemerdekaan manusia dalam memilih dan menentukan perbuatannya ( Ensiklopedi Islam Indonesia, 1992 ).
Ketika di Syam ( Syria), Palestina dan sekitarnya terjadi wabah, Umar ibn Khththab Ra. yang ketika itu bermaksud berkunjung ke sana membatalkan rencana itu.
Ketika ditanyakan, beliau menjawab: “ Saya lari menghindar dari takdir Tuhan kepada takdirnya yang lain (M. Quraish Shihab, 1996).
Dalam kasus ini terlihat, bahwa Khalifah Umar ibn Khaththab telah melakukan ikhtiar.
Membatalkan rencana kunjungan merupakan upaya yang dinilai tepat untuk menghindar dari bahaya wabah penyakit yang berbahaya itu.
Langkah ini diambil sebagai pilihan terbaik menurut pertimbangan sang Khalifah.
Mencermati peristiwa-peristiwa sejarah seperti ini, tampaknya cukup arif bila kita berupaya untuk menempuh kebijakan khusus berdasarkan kondisi dan situasi yang dihadapi, selama tidak bertentangan dengan tuntunan agama.
• HUKUM GANTI SALAT JUMAT, Pengganti Sholat Jumat di Rumah serta Hukum Laki-laki tak Laksanakan Sholat
• Terbaru - Kasus Positif Corona di Indonesia Menyebar Hingga 27 Provinsi, 78 Pasien Meninggal Dunia
Sejak merebak dan menyebarnya wabah Covid-19, berbagai upaya telah dilakukan mulai dari imbauan agar meningkatkan kewaspadaan, hingga ke upaya untuk memelihara ketahanan diri dan kebersihan lingkungan.
Anjuran tersebut antara lain penggunaan masker, mencuci tangan dengan hand sanitizer, lalu meningkatkan daya tahan tubuh melalui asupan makanan bergizi.
Juga diterapkan berbagai kiat dalam hubungan pergaulan antara lain dengan lock down, semacam isolasi diri, menghindar dari aktivitas berkelompok hingga menyentuh ke pelaksanaan ibadah wajib seperti salat Jumat, salat berjemaah dengan jarak satu meter antar jemaah.
Selain itu pemerintah dengan berbagai pihak terkait juga sudah mengusahakan berbagai fasilitas untuk pengobatan, karantina dan pengisolasian para penderita Covid-19.
• Pemprov Sumsel Siapkan 2000 Kamar Karantina untuk ODP Corona di Wisma Atlet Jakabaring & Asrama Haji
Kiat-kiat ini prinsipnya sudah sejalan dengan tuntunan agama.
Upaya yang bersifat ikhtiar seperti ini memang sudah termaktub dalam tuntunan agama (Islam ).
Hal itu antara lain dikemukakan : “
1). Kebersihan adalah separuh iman;
2). Mukmin yang kuat lebih utama di sisi Tuhan daripada Mumin yang lemah;
3). Mandi merupakan keharusan bagi setiap Muslim, dan dalam tujuh hari (dia harus ) membersihkan rambut dan badannya;
4). Berobatlah karena sesungguhnya Tuhan tidak menurunkan penyakit, kecuali diturunkan obatnya;
5). Orang sakit jangan dibawa mendekat kepada orang yang sehat; dan
6). Apabila mendengar wabah penyakit maka jangan pergi ke tempat itu, dan jika kamu berada di tempat itu maka jangan ke luar (M Quraish Shihab, 1996).
• antisipasi Covid-19, Warga Komplek Kenten Sejahtera Banyuasin Inisiatif Bersihkan Sendiri Masjid
Dalam kadar yang memungkinkan, pemerintah memang telah melakukan seoptimal mungkin.
Namun kenyataannya, semuanya berada di luar perkiraan.
Secara logika mereka yang memiliki daya tahan tubuh yang prima adalah golongan menengah ke atas.
Golongan ini mampu memfasilitasi diri dan keluarga dengan asupan makan bergizi. Empat sehat lima sempurna.
Penyediaan dan penggunaan hand sanitizer dan masker, juga bukan masalah.

Pemeliharaan sanitasi juga beres.
Mengisolasi diri di rumah, juga mampu.
Sebab stok makanan dengan mudah dapat disediakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Sebaliknya, masyarakat miskin dan di bawah garis kemiskinan, sulit untuk berbuat seperti itu.
Bahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari saja sudah bukan main beratnya.
Adapun golongan masyarakat kelas bawah yang disebut-sebut berjumlah sekitar 94, 6 juta ini hanya hidup dari asupan harian jenis KKN (kerupuk, kecap, nasi).
Jelas daya tahan tubuh rata-rata lemah, termasuk ke dalam golongan ini adalah para pemulung, pengemis, manusia gerobak, penghuni kolong jembatan dan emper-emper pertokoan, pekerja serabutan, para penarik becak maupun pekerja kasar lainnya.

Bagaimanapun mereka ini mustahil mampu menebus resep : empat sehat lima sempurna, sanitasi lingkungan, hand sanitizer, maupun masker.
Selain itu, manusia “gentayangan” ini sulit untuk mematuhi anjuran lock down.
Ruangan isolasi pun tak bakal mampu menampungnya, bila saja covid- 19 secara “serampangan” menyinggahi kaum dhu’afa ini.
Kumpulan manusia yang hanya punya nyawa dan badan.
Mencermati latar belakang kedua golongan ini, secara teoritis, golongan menengah ke bawah dan “manusia papa“ ini yang paling rentan terserang Covid- 19.
Namun kenyataannya terbalik.
• Cegah Virus Corona, 8 Artis Ini Berjemur di Bawah Matahari, Posenya Ada yang Pamer Tato di Dada!
Dalam beroperasi, tampaknya Covid- 19 memberlakukan ”tebang pilih”.
Wabah ini lebih “enjoy” bermesraan dengan kalangan menengah ke atas.
Di Eropa, Covid-19 “merangkul“ sejumlah pesepakbola kelas dunia.
Di beberapa negara lain “menggaet“ pejabat.
Di dalam negeri sendiri covid-19 yang “nakal” ini tak segan-segan “sowan“ ke menteri dan pejabat.
Hanya para koruptor yang tampaknya masih belum sempat disinggahi wabah mematikan ini.
Barangkali karena sebelum covid-19 “mentas” ke panggung dunia, para koruptor sudah terkarantina “di penjara”.
Kasus seperti ini setidaknya menyibak akan adanya takdir, serta kebenarannya.
Ternyata di balik semuanya itu ada faktor penentu yang sama sekali tak terjamah oleh kemampuan logika manusia, yakni takdir Allah.
Dikemukakan dalam firman-Nya: “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis di Lauh Mahfuz, sebelum Kami mewujudkannya.“ ( QS. 57 : 22).
• WASPADA! Siapa Pun Dapat Menularkan Virus Corona
Tiada suatu bencanapun yang menimpa apapun di bumi, yakni seperti kekeringan, longsor, gempa, banjir, paceklik, dan tidak pula pada diri kamu sendiri sendiri, yakni wahai seluruh manusia, kafir atau Mu’min, seperti penyakit, kemiskinan, kematian dan lain- lain, melainkan telah tercatat dalam kitab, yakni Lauh Mahfuz atau ilmu Allah SWT yang meliputi segala sesuatu sebelum Kami/Allah menciptakannya, yakni sebelum terjadinya musibah itu.
Sungguh pengetahuan dan pencatatan itu bagi Allah sangatlah mudah, karena ilmunya mencakup segala sesuatu dan kuasa-Nya tidak terhalang oleh apapun (M. Quraish Shihab, 2012 ). Tak terkecuali kematian.
Ditegaskan oleh Sang Maha Pencipta : “Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh.“ (QS, 4 : 78).
Kematian pasti menjemput seseorang yang telah ditetapkan kematiannya, meskipun dia berada dalam satu benteng yang dilindungi oleh benteng lain yang tinggi lagi kokoh dan terbuat dengan amat rapi (M. Quraish Shihab, 2012).
Kalau begitu, penempatan mereka yang terpapar covid-19 dalam ruangan isolasi yang dilengkapi dengan perangkat dan tenaga medis secanggih apapun, tak bakal berhasil menangkal kematian.
Sementara, kalau sudah ditakdirkan, maka apabila datang kematian tak bakal dapat ditunda walau sesaat (QS. 7 : 34).
• VIDEO: Anang Hermansyah Kaget dengar Pengakuan Pasien Virus Corona Yang Sembuh, Cuma Minum Obat Ini
Takdir (taqdir) adalah ‘ukuran-ukuran yang telah ditetapkan atas segala sesuatu “Peribahasa juga mengatakan“ Man proposes and God disposes” atau “Ya’tazimul mar’u amra wa yuqaddirulaluamra”.
Manusia berencana, Tuhan yang menentukan.
Manakala dihadapkan dengan takdir kemampuan manusia akan kehilangan kekuatannya.
Oleh karena itu berhadapan dengan kasus wabah Covid-19 seperti ini pula sejatinya, kita akan tercerahkan oleh nilai-nilai imani.
Dalam ketidakberdayaan lantas kita diperintahkan untuk bertawakal, yakni menyerah kepada qada’ dan putusan Allah (Harun Nasution, 1978).
Perintah bertawakkal kepada Allah, yakni perintah menjadikan-Nya sebagai wakil.
Ketika menjadikan Allah SWT sebagai wakil, manusia dituntut untuk melakukan sesuatu yang berada dalam batas kemampuannya (M. Quraish Shihab, 1996).
Sebagai orang yang beriman, kasus pandemi Covid- 19 ini sekaligus menyadarkan kita, bahwa kemampuan manusia terbatas.
Sebagai upaya terakhir marilah kita bertawakkal.
Tak ada pilihan lain yang lebih tepat dan pantas.
Seiring dengan itu kita pun berdoa akan keselamatan bersama, serta berupaya untuk lebih mendekati diri kepada-Nya.
Semoga pandemi ini segera berlalu. Amin.