Sebelum Wafat, Ternyata Ini Permintaan Panglima Besar Jenderal Sudirman ke Istri Tercinta!
Ternyata Ini Alasan Jenderal Sudirman Menyuruh Istinya untuk Merokok sebelum Dirinya Meninggal Dunia!
Penulis: Nadyia Tahzani | Editor: Welly Hadinata
Sebelum Wafat, Ternyata Ini Permintaan Panglima Besar Jenderal Sudirman ke Istri Tercinta!
SRIPOKU.COM - Merokok adalah sebuah aktivitas yang penuh arti bagi salah satu tokoh ini.
Ya, Jenderal Besar Raden Sudirman adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia.
Sebagai panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia adalah sosok yang dihormati di Indonesia.
Jenderal Sudirman dikenal Dengan Seorang yang Perokok Berat.
Bahkan Jenderal Sudieman sudah merokok sejak dirinya masih remaja.
Jenderal Sudirman Sangat Suka dengan Rokok keretek,"yang tidak ada mereknya alias TINGWE"
Jenderal sudirman sering membawa Linting Tembakau untuk dirinya yang dibawa ketika dirinya dimedan Perang, sambil menetukan Strategi perang.
• Sosok Presiden Soeharto saat Muda, Gagah Disamping Jenderal Besar Sudirman, Ini Penampilannya!
Jenderal Sudirman sendiri dikenal dengan sosok yang tegas dan teguh dengan pendirian.
Sejak ia remaja, orang segan kepadanya: karena alim, dia dijuluki kaji. Ia aktif dalam gerakan Hizbul Wathan–kepanduan di bawah payung Muhammadiyah.
Dipilih melalui pemungutan suara sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat/Angkatan Perang Republik Indonesia pada 12 November 1945, Soedirman figur yang sulit dilewatkan begitu saja.
Ia mungkin sudah ditakdirkan memimpin tentara. Dengan banyak pengalaman, tak sulit baginya terpilih sebagai panglima dalam tiga tahap pengumpulan suara.
Dia menyisihkan calon-calon lain, termasuk Oerip Soemohardjo–kandidat lain yang mengenyam pendidikan militer Belanda.
Namun dibalik ketegasanyya, beliau juga bisa jatuh cinta layaknya pria biasa.
Jenderal Sudirman Jatuh Cinta dengan seorang wanita asal Cilacap, Siti Alfiah.
Mereka Bertemu pada saat keduanya Menjadi Aktifis di Muhammadiyah di kota tersebut.
Meski hubungannya sempat tidak direstui oleh paman Alfiah, namun Cinta keduanya sangatlah besar dan akhirnya mereka menikah.
Namun ada kisah haru dibalik kisah cinta Jenderal Sudirman dan istrinya.
Semasa hidup, Jendral Besar kerap tergolek lemah akibat penyakit Tuberkolosi atau penyakit yang berhubungan dengan paru-paru.
Namun, penyakitnya bukan disebabkan rokok, tapi disebabkan salah diagnosa dokter yang mengakibatkan sebelah paru-parunya diangkat.
Hingga akhirnya, Pak Dirman harus berjuang dengan sebelah paru semasa hidupnya.
Ia pun pernah bergerilya mempertahankan republik dengan ditandu hampir sepanjang perjalanan, namun tak lupa tetap membawa kretek bersamanya.
Menjelang wafat, Pak Dirman sempat meminta sebatang kretek untuk dihisap.
Namun, permintaan itu tak dikabulkan karena larangan dokter yang merawatnya.
Akhirnya, dengan rasa cinta yang begitu dalam pada suaminya, istri Pak Dirman menghisap sebatang kretek, lalu menyemburkan asapnya pada Pak Dirman.
"Permintaan Terakhir Sang Jendral adalah Meminta Istrinya Untuk Menghembuskan asap Rokok ke wajah Sang Jendral,"dan Sejak saat itu istrinya Menjadi seorang Perokok demi suami yang dicintainya."
• Persahabatan dengan Gus Sholah Disorot, Hotman Paris Dapat Pesan Dari Tokoh NU, Benar Pindah Agama?
Dilansir dari Inisari.grid.id, Istri Jenderal Sudirman mengatakan bahwa 7 Bulan Kami Ditinggalkan, Baru 7 Bulan Berkumpul, Beliau Justru Pergi Selamanya
Pak Dirman bukan saja Bapa Angkatan Perang, Bapa Gerilya, akan tetapi juga Bapa Keluarga.
Tentu berat sekali juga rasanya ketika beliau harus meninggalkan keluargaya selama waktu yang tak tertentu dalam keadaan yang tak menentu.
Keluarga Pak Dirman termasuk keluarga cukup besar. Puteranya tiga orang, dan puterinya empat: semua masih kecil ketika ayah mereka berpulang.
Yang sulung, laki, dan kini bekerja di Yayasan Sudirman di Jakarta, waktu itu baru duduk di kelas lima Sekolah Dasar.
Teringat ia rupanya akan suasana sedih beberapa tahun yang telah silam.
Kepindahan Alfiah istri Sudirman dari rumah di Jalan Widoro, yang disediakan oleh Pemermtah bagi keluarga Jenderal Sudirman sesudah clash II, antara lain memang juga untuk mengurangi kenangan pahit itu.
Pak Dirman tidak wafat di rumahnya di Jalan Widoro, Yogya, melainkan di rumah peristirahatan Magelang.
Ketika terpilih itu Pak Dirman berusia 35 tahun. Jadi dapatlah dikatakan sedang berada pada puncak perkembangan tenaganya.
Akan tetapi rupanya tugas yang dipikulnya dengan penuh tanggung jawab banyak menghisap kekuatannya.
Dan akhirnya Pak Dirman jatuh sakit, sehingga sebuah paru-parunya terpaksa dinon-aktifkan, tetapi tidak diambil seperti kata kebanyakan orang.
Alfiah juga mengatakan, bahwa Pak Dirman kerapkali minta kepadanya, supaja membetulkan kekhilafan orang dalam hal ini.
Belum sepenuhnya sembuh, Pak Dirman sudah harus mengembangkan kekuatan istimewa dalam keadaan serba susah, sulit dan kekurangan selama bergerilya.
Inilah korban keluarga Sudirman yang terbesar demi kejayaan bangsa dan negara. Betapa tidak? “Pak Dirman adalah seorang ayah dan kepala keluarga yang selalu memperhatikan keluarganya. Dan perhatian ini tidak pernah terbengkelai oleh tugas kenegaraannya. Cintanya kepada keluarga semakin lama justru semakin mendalam,” demikian persaksian Alfiah sendiri dengan kesahajaan.
Memang, seandainya Pak Dirman seorang yang sembarangan, yang tidak pernah menghadapi tugas-tugasnya yang pokok dengan penuh kesungguhan, maka mustahillah beliau akan dapat menaiki tangga jabatan yang begitu tinggi dan gawat: Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia.
Beliau semula guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah Cilacap. Pendidikannya yang tertinggi MULO, juga di Cilacap. Ketika itu beliau menjadi teman sesekolah Bu Dirman.
Pada zaman Jepang menjadi pegawai pemerintahan, kemudian masuk PETA dan menjadi Daidanco.
Setelah Proklamasi menjabat Panglima Divisi V di Purwokerto, yang membuka jalan bagi jabatannja yang bersejarah dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
• Harapkan Anak Bangsa Berinovasi Sebagai Pahlawan Masa Kini
