Pengamat Hukum UIN: Dr Sadi Is, SHI, MH : Sulit Mempidana Framing pada Media

Pengamat Hukum UIN, Dr Sadi Is, SHI, MH : Sulit Mempidana Framing pada Media

Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Budi Darmawan
Sripoku.com/Abdulhafiz
Dari kiri: Pengamat Komunikasi DR Yenrizal MSi, Pengamat Hukum UIN, Dr Sadi Is, SHI, MH, Wartawan Utama, Maspril Aries, moderator Fatkurohman SSos. 

Sulit Mempidana Framing pada Media

Laporan wartawan Sripoku.com, Abdul Hafiz

SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Pengamat Hukum UIN, Dr Sadi Is, SHI, MH menyatakan sulit untuk mempidana framing pada media berdasarkan pasal 1 ayat 3, yang menjelaskan Indonesia adalah negara hukum, untuk media sudah ada UU pers no 40 tahun 1999.

"Sulit untuk mempidana, karena framing itu bukan suatu yang bisa dipidana," ungkap Sadi pada Diskusi Framing Politik di Media yang digelar oleh IKA Fisip Unsri dan Bung FK di Volum Cafe Resto & Sosial House, Senin (14/10/2019).

Framing yang meliput itu fakta, namun kadang tidak untuk kepentingan masyarakat, namun di framing agar masyarakat diterima dan naik kepermukaan, dari segi UU framing ini sulit untuk di pidana.

"Dalam UU pera itu, teman teman pera harus dapat dioleah data yang ada utk kepentingan yang memesan, ini tidak hoax namun ini fakta yang diolah dan menjadi konsumsi publik," ujarnya.

Pengamat Komunikasi DR Yenrizal MSi mengungkapkan framing itu sebuah keniscayaan, hal ini dilakukan sejak dulu, framing adalah sebuah membingkai sebuah raealiaas, untuk diolah untuk menjadi sudut pandang yang akan di publiskan

"Framing dengan fakta dan data lengkap ini masih diterima, namun jika fakta dan data tidak ada namun diungkapkan maka ini yang dikatakan Hoak," katanya.

Untuk dunia politik, politisi akan menggunakan media untuk pencitraan dengan melakukan framing yang busa diterima oleh masyarakat.

"Ketika media dijadikan kampaye hitam untuk pihak lain ini yang tidak benar, tapi media harus memegang teguh kaedah-kaedah yang ada di jurnalistik," pungkasnya 

Wartawan Utama, Maspril Aries Jika ada berita yang dihapus ada hal yang perlu diketahui, bahwa ada dua hal yang harus diperhatika yaitu Kode etik dan masalah hukum.

"Yang benar itu, tidak dicabut atau dihapus linknya namun diberikan keterangan di link tersebut bahwa berita dicabut dengan alasan yang tidak melanggar kode etik atau hukum," kata Maspril.

Menurut Maspril, Secara etis tidak ada berita berbayar yang ada itu Iklan, nah kebanyakan ada keterkaitan, framing yang dibuat oleh wartawan sesuai dengan keinginan media, ada framing yang dilakukan oleh tim sukses untuk menaikan calon yang dibawa.

"Framingnya tidak saja soal berita yaitu Iklan atau berita berbayar, hal ini yang dinila kurang etis, ada memang pemberitaan yang belum layak dipublis namun demi kepentingan yang berbayar maka dipublis," jelasnya.

Pakar Bahasa, Dr Nasir mengatakan framing sebuah stategi di media, bagaimana informasi yang disampaikan di media massa busa di terima oleh masyarakat dan tidak bias.

"Karya jurnalistik adalah kerja kolektif, tidak bisa seorang wartawan, pimpinan media jadi tidak bisa membuat framing tanpa kerja kolktufitas tim media," katanya.

Dijelaskan, framing bisa diterima itu bisa diterima bukan kepentingan wartawan, media tapu untuk kepentingan orang banyak atau lebih tinggi "Jadi Wartawan tidak bisa bekerja sendiri untuk membuat framing," katanya. (Abdul Hafiz)

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved