Inilah 4 Alasan Ibu Hamil Dilarang Keluar Rumah Saat Kabut Asap
Untuk diketahui, bayi yang belum lahir juga sangat mungkin terpapar polusi udara.
SRIPOKU.COM - Riau, diselumiti kabut asap pekat akibat dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Akibat kejadian ini, Pemerintah Provinsi Riau bersama jajaran lintas sektoral melarang ibu hamil, bayi, balita, anak usia sekolah, dan lansia melakukan kegiatan di luar rumah atau gedung.
Apa yang dilakukan Pemprov Riau ini didukung banyak riset yang membuktikan adanya berbagai masalah kesehatan pada ibu hamil dan janin akibat polusi kabut asap.
• Kabut Asap di Palembang Makin Pekat, Lima Maskapai Penerbangan Garuda Grup Delay
• Minimalisir Dampak Kabut Asap , Disdik Sumsel Intruksikan Tiadakan Aktivitas Siswa Diluar Kelas
Untuk diketahui, bayi yang belum lahir juga sangat mungkin terpapar polusi udara. Dan berikut adalah 4 risiko yang bisa dialami bayi yang terpapar polusi:
1. Partikel polusi bisa capai plasenta ibu hamil
Pada September 2018, ilmuwan London untuk pertama kalinya membuktikan bahwa partikel polusi udara berupa karbon dapat bergerak melalui paru-paru ibu hamil ke plasenta.
Umumnya partikel karbon terbuat dari pembakaran bahan bakar fosil.
Studi yang terbit dalam jurnal Lancet itu menemukan, perempuan hamil yang menghirup udara tercemar, partikel jelaganya akan sampai ke plasenta melalui aliran darah.
Sebenarnya, ini bukan pertama kali penelitian dampak polusi udara terhadap janin dalam kandungan dikerjakan. Penelitian sebelumnya menghubungkan polusi udara dengan kelahiran prematur, berat badan rendah, gangguan pernapasan, hingga kematian bayi.
"Kami telah mengetahui untuk sementara bahwa polusi udara mempengaruhi perkembangan janin dan bisa terus mempengaruhi bayi setelah lahir dan sepanjang hidup mereka," kata peneliti dari Queen Mary University tersebut.
2. Merusak otak bayi yang sedang berkembang
Direktur eksekutif Unicef, Anthony Lake juga memperingatkan bahaya polusi udara pada bayi.
"Tidak hanya polutan membahayakan paru-paru bayi yang sedang berkembang, mereka dapat secara permanen merusak otak mereka yang sedang berkembang - dan, dengan demikian, masa depan mereka," tutur Lake.
3. Peningkatan risiko preeklamsia
Januari 2017, ilmuwan Denmark menemukan peningkatan risiko preeklamsia pada ibu hamil yang selalu terpapar polusi udara.
Menurut peneliti, polusi udara dan kabut asap sangat mungkin membuat ibu hamil stres sehingga memicu tekanan darah tinggi atau terjadi preeklamsia.
Preeklamsian merupakan komplikasi yang rentan terjadi pada ibu hamil dan ditandai dengan tekanan darah tinggi, pembengkakan wajah, dan tanda kerusakan organ lain.
Kerusakan organ yang bisa dijadikan tanda preeklamsia adalah kerusakan ginjal. Ini ditandai dengan adanya protein dalam urin.