Mengenal Untung Pranoto, Anggota Kopassus Mantan Preman Terminal yang Sudah 17 Kali Naik Pangkat
Mengenal Untung Pranoto, Anggota Kopassus Mantan Preman Terminal yang Sudah 17 Kali Naik Pangkat
Penulis: fadhila rahma | Editor: Welly Hadinata
Mengenal Untung Pranoto, Anggota Kopassus Mantan Preman Terminal yang Sudah 17 Kali Naik Pangkat
SRIPOKU.COM - Anggota Komandan Pasukan Khusus atau Kopassus, Untung Pranoto mungkin tak banyak yang mengenalnya.
Untung Pranoto adalah anggota Kopassus yang ternyata mantan preman teriminal.
Melansir Grid.Id, sosok berwibawa dan tegas ini memiliki cerita hidup yang cukup unik, terlebih sebelum ia terjun ke dunia militer.
Kisah hidup Untung Pranoto lalu ditulis dalam sebuah buku berjudul 'Kopassus untuk Indonesia' pada bab 'Pilihan Hidup: Jadi Bajingan atau Tentara',
Dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa Untung Pranotomerupakan seorang mantan preman terminal.
Ya, meski terlihat aneh, namun begitulah adanya.
• Cerita Kopassus Kena Cemooh Media Thailand, Awalnya Dihina Piknik, Hitungan Menit Tumpas Teroris!
• Kisah 30 Prajurit Kopassus Terpaksa Pakai Cara Mistis Usir 3000 Pemberontak Kongo, Cuma 30 Menit!
• 7 Hal Enzo Zenz yang Bikin Terpesona, Bule Perancis yang Ingin jadi Kopassus, Ternyata Pernah Mondok

Untung Pranoto yang kala itu mengenakan kaos singlet dan rambut gondrong, tiba-tiba nekat daftar jadi tentara.
Memiliki cita-cita bergabung dengan TNI AD, Untung Pranotoyang saat itu masih berprofesi sebagai preman terminal pun memutuskan banting setir.
Untung Pranoto mengungkap bila ia tak ingin selamanya jadi preman.
Sebelum bergabung dengan TNI, sehari-harinya Untung Pranoto kerap mangkal di terminal dengan penampilannya khas preman.
Bermodalkan kaos singlet lusuh, rambut gondrong dan sepatu boots ala koboi, Untung Pranoto memutuskan untuk mengejar cita-citanya.
Selain cita-cita, Untung Pranoto juga mengaku bosan menjalani hidup sebagai seorang preman terminal.
Sehingga ia memutuskan mengubah nasibnya menjadi abdi negara.
Untung Pranoto pun coba mendaftarkan diri menjadi anggota TNI.
Dua kali mendaftar jadi anggota TNI, lamaran Untung Pranotoselalu ditolak.
Hal ini dikarenakan penampilan yang gondrong dan kaos lusuh selalu membuatnya dipandang sebelah mata.

Ia dianggap tidak rapi dan kurang meyakinkan bila menjadi seorang anggota TNI.
Tentu saja, Untung Pranoto kembali ditolak saat melamar jadi TNI.
Menolak gentar, Untung Pranoto kembali mendaftar jadi anggota TNI untuk ketiga kalinya.
Pada kali ketiga ini Untung Pranoto rela membabat habis rambut gondrongnya dan menanggalkan semua atribut premanterminalnya.
"Kalau saya tidak jadi tentara, saya akan jadi bajingan," batin Untung Pranoto.
Bahkan sebelum berangkat mendaftar, Untung terlebih dahulu meminta restu dari ibu dan keluarga.
Dan benar saja, Untung Pranoto akhirnya diterima sebagai anggota TNI AD dan berpangkat Prada.
Selama menjadi prajurit TNI AD, Untung Pranoto adalah salah satu anggota yang loyal dan selalu antusias dalam mengerjakan tugasnya.
Ia juga dikenal sebagai prajurit yang ulet dan tekun.
Karir Untung Pranoto di kesatuan Angkatan Darat terus menanjak sampai akhirnya terpilih masuk dalam satuan elite TNI, Kopassus.
Meski saat itu gaji menjadi anggota Korps Baret Merah sangat kecil, namun Ia jalani dengan ikhlas dan rasa bangga.
Usai mendapat pekerjaan tetap sebagai Kopassus, Untung kemudian melamar kekasih pujaan hatinya.
Namun, lamaran Untung tak diterima karena calon mertuanya menginginkan mahar yang jumlahnya cukup.
Untung Pranoto muda begitu kaget dan syok mendengar mahar yang diajukan calon mertuanya
Tak ingin lama tenggelam dalam kekecewaan, Untung Pranotomuda lebih memilih untuk fokus mengabdi di Kopassus
Karier Untung dibilang cukup cemerlang dengan 17 kali naik pangkat.
Saat ditanya apa modalnya, ia selalu menjawab "Tuhan sudah berbaik hati".
Saat wawancara untuk buku Kopassus Untuk Indonesia, Untung merupakan perwira berpangkat Letnan Kolonel.
Tugas Untung di Kopassus yakni ikut mendidik para prajurit Kopassus menjadi prajurit yang loyal dan setia kepada NKRI.
Kisah Prajurit Kopassus Terpaksa ke Sarang Suku Kanibal di Papua, Takut Dimakan, Begini Akhirnya
Kisah tentang keberanian prajurit Kopassus memang selalu menarik untuk diperhatikan.
Mulai dari saat berhadapan dengan musuh, maupun menghadapi misi berbahaya.
Seperti yang terjadi saat prajurit Kopassus harus masuk kedalam hutan perantara Papua, dan masuk sarang suku Kanibal.
Dikutip Sripoku.com dari Intisari, misi tersebut bermula ketika ditemukannya jasad Rockfeller hanya ditemukan berupa sepotong kaki yang masih mengenakan sepatu.
Berdasar jenis sepatu itulah sepotong kaki itu kemudian dikenali sebagai jasad dari mendiang Rockfeller.
Kabar kematian Rockfeller dengan cara yang sangat tragis itu pun menjadi perhatian dunia internasional termasuk rumor bahwa Rockfeller telah dimakan oleh suku terasing yang tinggal di hutan belantara Papua Nugini.
• Ini Makna Warna dan Posisi Baret TNI, Jika Miring Kanan Jangan Coba-coba Mendekat! Tanda Mati
• Kisah 30 Prajurit Kopassus Terpaksa Pakau Ilmu Mistis Usir Ribuan Pemberontak Kongo dalam Sekejap

• Selain Denny Sumargo, 6 Artis Ini Berhasil Luluhkan Hati Konglomerat, No 6 Bikin Iri Semua Wanita
• Dulu Hidup Susah Sampai Pilih Jadi Buruh, 5 Artis Ini Kini Sukses & Terkenal, No 2 Go Internasional
Rumor tentang keberadaan suku pemakan manusia tidak hanya beredar di Papua Nugini tapi juga menyebar ke kawasan pedalaman Irian Barat (Papua) yang di tahun 1960-an masih merupakan hutan lebat yang belum terjamah.
Pada 5 Mei 1969 meski rumor tentang keberadaan suku pemakan manusia di pedalaman Papua masih santer, sekitar 7 anggota pasukan baret merah RPKAD/Kopassus), 5 anggota Kodam XVII Cenderawasih Papua dan tiga warga asing yang juga kru televisi NBC, AS serta satu wartawan TVRI, Hendro Subroto melaksanakan ekspedisi ke Lembah X yang berlokasi di lereng utara gunung Jayawijaya.
Tim ekspedisi yang berjumlah total 16 orang itu dipimpin oleh personel RPKAD Kapten Feisal Tanjung sebagai Komandan Tim dan Lettu Sintong Panjaitan sebagai Perwira Operasi.
Lokasi ekspedisi disebut sebagai Lembah X dan berada di lereng utara Gunung Jayawijaya yang berpemandangan elok sekaligus merupakan tempat yang belum pernah dijamah oleh manusia dari luar.
Suku setempat masih dikenal sebagai suku yang sangat terasing dan dimungkinkan merupakan suku yang masih memakan manusia seperti yang dialami oleh Rockfeller.
Dengan risiko yang tinggi itu pengendali ekspedisi Pangdam XVII/Cenderawasih Brigjen TNI Sarwo Edhie Wibowo berpesan agar tim siap menghadapi kemungkinan terburuk.

Dalam menjalankan ekspedidi semua anggota militer mengenakan seragam militer lengkap, bersenjata senapan serbu AK-47 dan pistol, parang, tali-temali dan lainnya.
Sebelum tim ekspedisi Lembah X diterjunkan melalui udara Lettu Sintong terlebih dahulu melakukan orientasi medan melalui udara dengan cara menumpang pesawat misionaris jenis Cesna.
Lalu sesuai rencana tim akan diterjunkan pada lokasi padang ilalang yang berdekatan dengan perkampungan yang diduga masih dihuni oleh suku terasing pemakan manusia.
• Kisah Penggali Kubur di TPU Kamboja Palembang, Pernah tak Dibayar hingga Harus Rela Tebalkan Muka
• Dari Mualaf Hingga Menikah Kisah di Balik Hubungan Lindswell Kwok dan Achmad Hulaef
• Kisah Tukang Cuci Mobil Jadi Pengusaha Sukses hingga Punya 16 Mobil Mewah Tapi Tak Punya Rumah
Pada 2 Oktober 1969, semua tim bersama keperluan logistik diterjunkan sesuai rencana meski dengan perasaan tak karuan.
Pasalnya, mereka harus mendarat di daerah sangat terpencil yang konon didiami suku terasing yang masih suka memakan manusia.
Dengan perhitungan seperti itu maka aksi penerjunan termasuk misi nekat.
Apalagi meski bersenjata lengkap para personel RPKAD dan Kodam Cenderawasih dilarang melepaskan tembakan kecuali dalam kondisi sangat terpaksa.
Itu pun merupakan tembakan yang dilepaskan ke atas untuk tujuan menakut-nakuti. Semua tim akhirnya bisa melakukan penerjunan dengan selamat.
Tapi Lettu Sintong yang seharusnya mendarat di padang ilalang yang jauh dari perkampungan suku terasing justru mendarat di tengah kampung.
Ia langsung dikepung oleh warga yang hanya mengenakan koteka sambil mengacungkan tombak, panah, dan kapak batu.
Sadar sedang menghadapi bahaya dan masih terbayang oleh suku ganas pemakan manusia, secara reflek Sintong memindahkan posisi senapan AK-47 di bahu ke posisi di depan dada serta mengokangnya.
Tapi Sintong terkejut ketika melihat senapan AK-47-nya ternyata tanpa magazin karena terjatuh saat terjun.
Dengan kondisi senapan AK-47-nya tanpa peluru jelas sama sekali tidak berguna jika harus menghadapi warga suku terasing yang terus memandanginya secara curiga sambil mengacungkan semua senjata tradisional itu.

• Kisah 30 Prajurit Kopassus Terpaksa Pakau Ilmu Mistis Usir Ribuan Pemberontak Kongo dalam Sekejap
Tiba-tiba Sintong melihat jika magazin tempat peluru yang jatuh berada di antara warga suku dan bahkan sedang ditendang-tendang oleh seorang pemuda yang merasa bingung dengan benda asing itu.
Di luar dugaan pemuda itu mengambil magazin dan memberikannya kepada Sintong.
Sebuah pertanda bahwa warga suku itu ingin bersahabat.
Sintong akhirnya membiarkan saja ketika sejumlah warga suku menyentuhnya, lalu memeganginya, untuk memastikan bahwa ‘manusia burung’ yang jatuh dari langit itu masih hidup dan merupakan manusia seperti mereka.
Meski diliputi oleh perasaan was-was dan awalnya merasa akan diserang dan ‘dimakan’ semua tim ekspedisi ternyata diperlakukan secara bersahabat dan kemudian bisa berinteraksi secara normal dengan suku terasing itu.
Sebagai suku terasing dan menggunakan bahasa yang saat itu tidak bisa dipahami, semua anggota tim ekspedisi pun harus belajar keras memahami bahasa setempat dengan cara mencatatnya.
Seperti diduga, meski bukan merupakan suku kanibal, suku terasing di Lembah X masih sangat primitif dan sama sekali belum mengenal korek api, cermin, pisau, pakaian, apalagi kamera televisi yang bisa merekam mereka.
Warga suku Lembah X juga masih lari tunggang langgang setiap ada pesawat lewat atau sedang melaksanakan dropping logistik karena mengira sebagai burung raksasa yang akan menyambarnya.
Semua warga suku juga takut air dan tidak pernah mandi dan untuk minum mereka mengandalkan tanaman tebu liar.
Kebiasaan memakan tebu tiu secara tidak sengaja sekaligus berfungsi sebagai sikat gigi sehingga semua warga suku giginya tampak putih bersih.
Meski sempat mengalami musibah ketika sejumlah perahu karet yang ditumpanginya terbalik di jeram dan tim NBC kehilangan rekaman film yang sangat berharga, semua tim ekspedisi bisa pulang selamat pada akhir Desember 1969.
Bagi anggota RPKAD dan Kodam Cenderawasih ekspedisi Lembah X terbilang sukses karena menginspirasi ekspedisi berikutnya yang kemudian dikenal sebagai Ekspedisi Nusantara Jaya.
Tapi bagi kru NBC, ekspedisi itu gagal total karena telah kehilangan semua rekaman yang bernilai jutaan dollar.
(SRIPOKU.COM/BERBAGAI SUMBER)