Jangan Remehkan Utang Puasa Ramadan! Begini Cara Membayarnya Jika Sudah Tinggalkan Bertahun-tahun
Jangan Remehkan Utang Puasa Ramadhan! Begini Cara Membayar Jika Sudah Tinggalkan Bertahun-tahun
Penulis: Feny Maulia Agustin | Editor: Welly Hadinata
Jangan Remehkan Utang Puasa Ramadhan! Begini Cara Membayar Jika Sudah Tinggalkan Bertahun-tahun
SRIPOKU.COM - Tak terasa, bulan Ramadhan yang diprediksikan jatuh pada 5 Mei 2019 ini tinggal menghitung hari.
Diwajibkan atas umat Islam berpuasa selama sebulan penuh kecuali sedang pada kondisi yang diperbolehkan tidak berpuasa seperti sakit atau haid bagi wanita.
Berbicara masalah puasa Ramadhan bulan depan, sudahkah Anda membayar utang puasa Ramadhan tahun lalu?
Meski seorang muslim dapat membatalkan puasa karena alasan yang syar'i, namu mereka juga tetap wajib menggantinya dengan berpuasa atau membayar fidyah.
Kira-kira, berapa utang puasa Anda yang belum dibayar?
Bagaimana dengan utang puasa Ramadhan yang sudah bertahun-tahun lalu tidak dibayar?
Berikut jawaban Dewan Pembina konsultasisyariah.com, Ustaz Ammi Nur Baits:
Allah membolehkan, bagi orang yang tidak mampu menjalankan puasa, baik karena sakit yang ada harapan sembuh atau safar atau sebab lainnya untuk tidak berpuasa dan diganti dengan qadha di luar Ramadhan.
• Sebentar Lagi Ramadan, Ini Tips Merawat Kulit Agar tak Kering Saat Puasa karena Terkena Dehidrasi
• Diduga Stres karena Pekerjaan, Pria di Palembang Ini Ditemukan Tewas Gantung Diri
• 10 Sinetron Indonesia dengan Episode Terpanjang, No 1 Meraih Penghargaan Internasional di Tokyo
• Singapore Open 2019 - Jumpa Chen Long, Anthony Tak Mau Anggap Remeh
• Nasib Kriss Hatta Akhirnya Dipenjara Ternyata Sudah Pernah Diramal Mbah Mijan, Kini Jadi Kenyataan!
Allah berfirman dalam Al Quran yang artinya:
"Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184).
Kemudian, para ulama mewajibkan bagi orang yang memiliki hutang puasa Ramadhan, sementara dia masih mampu melaksanakan puasa agar melunasinya sebelum datang Ramadhan berikutnya.
Berdasarkan keterangan A’isyah radhiyallahu ‘anha:
"Dulu saya pernah memiliki utang puasa ramadhan. Namun saya tidak mampu melunasinya kecuali di bulan Sya’ban." (HR. Bukhari 1950 & Muslim 1146)
Dalam riwayat muslim terdapat tambahan:
"Karena beliau sibuk melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam."
Aisyah, istri tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu siap sedia untuk melayani suaminya, kapanpun suami datang.
Sehingga Aisyah tidak ingin hajat suaminya tertunda gara-gara beliau sedang qadha puasa Ramadhan. Hingga beliau akhirkan qadhanya sampai bulan Sya’ban dan itu kesempatan terakhir untuk qadha.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan:
"Disimpulkan dari semangatnya A’isyah untuk mengqadha puasa di bulan Sya’ban, menunjukkan bahwa tidak boleh mengakhirkan qadha puasa Ramadhan hingga masuk ramadhan berikutnya." (Fathul Bari, 4/191).
Bagaimana jika belum diqadha hingga datang ramadhan berikutnya?

Sebagian ulama memberikan rincian berikut:
Pertama: Menunda qadha karena udzur, misalnya kelupaan, sakit, hamil, atau udzur lainnya.
Dalam kondisi ini, dia hanya berkewajiban qadha tanpa harus membayar kaffarah. Karena dia menunda di luar kemampuannya.
Imam Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang sakit selama dua tahun. Sehingga utang Ramadhan sebelumnya tidak bisa diqadha hingga masuk ramadhan berikutnya.
• Tekan Angka Pengangguran, Sandiaga Uno Resmikan Rumah Siap Kerja Palembang
• Sosok Ini Mendadak Bongkar Sifat Asli Reino Barack, Kelakuannya Pada Asisten Kebun Terungkap!
• Inilah Yang Harus Kita Ketahui saat Meminjam Uang Kepada Teman
• Sandiaga Uno Boyong Nissa Sabyan Sapa Pendukungnya di Kota Palembang
• Ternyata 9 Kebiasaan Buruk yang Sering Dilakukan Ini Bisa Merusak Ginjal Lho, Apa Saja ya?
Jawaban yang beliau sampaikan:
"Dia tidak wajib membayar kaffarah, jika dia mengakhirkan qadha disebabkan sakitnya hingga datang Ramadhan berikutnya. Namun jika dia mengakhirkan qadha karena menganggap remeh, maka dia wajib qadha dan bayar kaffarah dengan memberi makan orang miskin sejumlah hari utang puasanya."
Kedua: Sengaja menunda qadha hingga masuk Ramadhan berikutnya tanpa udzur atau karena meremehkan. Ada 3 hukum untuk kasus ini:
Hukum qadha tidak hilang. Artinya tetap wajib qadha, sekalipun sudah melewati ramadhan berikutnya. Ulama sepakat akan hal ini.
Kewajiban bertaubat. Karena orang yang secara sengaja menunda qadha tanpa udzur hingga masuk Ramadhan berikutnya, termasuk bentuk menunda kewajiban dan itu terlarang. Sehingga dia melakukan pelanggaran. Karena itu dia harus bertaubat.
Apakah dia harus membayar kaffarah atas keterlambatan ini?
Bagian ini yang diperselisihkan ulama.
Pendapat pertama:
Dia wajib membayar kaffarah ini adalah pendapat mayoritas ulama.
As-Syaukani menjelaskan:
"Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dia harus membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin”
Hadis ini dan hadis semisalnya, dijadikan dalil ulama yang berpendapat bahwa wajib membayar fidyah bagi orang yang belum mengqadha ramadhan, hingga masuk ramadhan berikutnya.
• Ingin Banyak Rezeki? Bacalah Surah Ad-Dhuha 11 Ayat, Lengkap Arab, Latin dan Terjemahannya
• Tata Cara Mencoblos Surat Suara Pemilu 2019 Lengkap dengan Aturan TPS (Tempat Pemungutan Suara)
• Tingkatkan Pendapatan Stasiun LRT Dijual
• Jadi Musuh Dewi Perssik, Terungkap Alasan Sebenarnya Rosa Meldianti Ngotot Ingin Jadi Artis
Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama, dan pendapat yang diriwayatkan dari beberapa sahabat, diantaranya Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah.
At-Thahawi menyebutkan riwayat dari Yahya bin Akhtsam, yang mengatakan:
"Aku jumpai pendapat ini dari 6 sahabat, dan aku tidak mengetahui adanya sahabat lain yang mengingkarinya"(Nailul Authar, 4/278)
Pendapat kedua:
Dia hanya wajib qadha dan tidak wajib kaffarah. Ini pendapat an-Nakhai, Abu Hanifah, dan para ulama hanafiyah.
Dalilnya adalah firman Allah:
"Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-aqarah: 184)
Dalam ayat ini, Allah tidak menyebutkan fidyah sama sekali dan hanya menyebutkan qadha.
Imam al-Albani pernah ditanya tentang kewajiban kaffarah bagi orang yang menunda qadha hingga datang ramadhan berikutnya. Jawaban beliau:
"Ada yang berpendapat demikian, namun tidak ada hadis marfu’ (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) di sana" (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyassarah, 3/327).
===