Wong Kito
Drs Taftazani SH, 24 Tahun Berprofesi sebagai Panitera di Pengadilan Agama, Dilema Eksekusi Anak
Bekerja menjadi seorang panitera persidangan di Pengadilan Agama memang tidaklah mudah.
Penulis: Reigan Riangga | Editor: Sudarwan
Berita Palembang: 24 Tahun Berprofesi Sebagai Panitera di Pengadilan Agama, Drs Taftazani SH Dilema Eksekusi Anak
Laporan wartawan Sripoku.com, Reigan Riangga
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Bekerja menjadi seorang panitera persidangan di Pengadilan Agama memang tidaklah mudah.
Setidaknya banyak hal dilalui guna melancarkan sidang perceraian.
Kepaniteraan pengadilan dipimpin oleh seorang panitera yang juga merangkap sebagai sekretaris sehingga panitera juga menjadi pemimpin pada kesekretariatan pengadilan, masing-masing dibantu oleh wakil panitera dan wakil sekretaris.
Dengan kedudukan seperti itu maka hubungan antara panitera dengan ketua pengadilan berada dalam hubungan garis lurus (linear) atau garis komando, dimana seluruh ketetapan ketua dilaksanakan oleh Panitera.
Dari itu, seorang panitera harus mampu menjadi konseptor sekaligus pekerja karena sejatinya merupakan agen perubahan di sebuah pengadilan.
Tugas pokok kepaniteraan ini tidak dipisahkan dengan tugas pokok pengadilan untuk menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara, seluruh kegiatan tersebut akan berjalan secara efektif dan efisien dengan menfungsikan tugas-tugas kepaniteraan.
Menjadi seorang panitera sejak tahun 1994 setidaknya banyak hal yang dialami mulai suka maupun duka.
"Dilema itu ketika dalam eksekusi anak ketika persidangan, misalnya menyerahkan anak kepada bapaknya, sedangkan si anak tidak ingin ikut bapak. Padahal hasil putusan sidang Bapaknya dapat hak asuh anak, namun anak tidak mau, jadi kita rundingkan dulu," ungkap Panitera Pengadilan Agama Kelas 1A Palembang, Drs Taftazani SH kepada Sripoku.com, Rabu (17/10/2018).
"Kita takutkan itu akan berpengaruh pada kondisi si anak, untuk itu harus diperhatikan, lantaran akan berpengaruh kepada mental psikologis sehingga menimbulkan trauma berbeda," kata dia menambahkan.
Selain itu, yang menjadi perhatian lain dirinya, ialah dalam pembagian harga gono-gini, misalkan ahli waris dibagi secara paksa dan enggan dirundingkan sehingga tidak terlaksana.
"Kita menghadapi bermacam tipe orang dalam nersidanhan, jadi karakternya juga berbeda-beda, yang sulit untuk diajak komunikasi itu, lantaran eksekusi harta serta anak," jelas alumni UIN Raden Fatah Palembang Tahun 1990 ini.
Namun demikian, suka menjalani profesi sebagai Panitera ini, lantaran bisa melani masyarakat dengan baik, seperti menyelesaikan persoalan dengan baik.
"Jadi, apabila perkara selesai dengan baik kita merasa senang apalagi mereka bisa damai, karena mereka mengajukan perkara diselesaikan damai dan tentu itu menjadi kesenangan batin tersendiri dalam hati kita," ujar ayah empat orang anak ini.