MIDE Ingatkan Caleg Kampanye via Medsos Jangan Sampai 'Keseleo Jempol'
Untuk kali pertama, kampanye pemilu untuk Presiden serta DPR, DPD, dan DPRD Kabupaten/Kota berjalan beriringan.
SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Direktur Eksekutif Musi Institute for Democracy and Electoral (MIDE) Andika Pranata Jaya SSos MSi mengingatkan Kampanye via medsos, para caleg bisa populer atau ditinggal simpatisan gara-gara ‘keseleo jempol’ ketika membuat status atau komentar.
"Kampanye via medsos, para caleg harus siap dengan kemungkinan, jadi populer secara tiba-tiba atau malah ditinggalkan simpatisan gara-gara ‘keseleo jempol’ ketika membuat status atau komentar. Kampanye via medsos bisa dilakukan sejak hari pertama kampanye," ungkap Andika Pranata Jaya SSos MSi.
Bahkan para celag bisa membuat 10 akun resmi yang di daftarkan kepada KPU untuk setiap jenis aplikasi.
Seperti diketahui Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Daftar Calon Anggota Legislatif Tetap (DCT) Pemilu 2019 pada 20 September 2018. Dalam pemilu nasional kali ini, Minggu (23/9/2018), adalah hari pertama kampanye untuk pemilu serentak 17 April 2019.
Untuk kali pertama, kampanye pemilu untuk Presiden serta DPR, DPD, dan DPRD Kabupaten/Kota berjalan beriringan.
Pelaksanaan kampenye secara garis besar terbagi dalam dua (2) fase, fase pertama kampenye dilakukan dengan ‘jalur darat’ berupa pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, dan penyebaran bahan kampanye.
Waktu pelaksanaannya dimulai sejak 23 september 2018 sampai 13 April 2019.
Fase kedua kampanye baru bisa dilakukan lewat ‘jalur udara’ berupa iklan di media cetak/elektronik/internet, serta dalam bentuk rapat umum yang biasanya menggunakan panggung besar, ada artis serta hiburan rakyat.
Aktivitas jalur udara ini bisa dilakukan mulai 23 maret sampai 13 April 2019.
"Dengan dua pola kampanye ini, akan muncul kecenderungan para caleg akan mengutamakan pendekatan personal lewat pertemuan tatap muka seperti mendatangi satu per satu rumah pemilih atau mengumpulkan warga dalam satu RT," kata Andika.
Namun, mantan Ketua Bawaslu Provinsi Sumsel ini menyebut strategi itu berpotensi mendorong biaya politik makin mahal serta memperparah praktik politik uang karena interaksi calon dengan pemilih terjadi di ruang tertutup.
Kecenderungan kedua, para caleg melakukan efisiensi biaya dengan kampanye via media sosial.
Selain hanya berbekal internet dan paket data, kampanye via medsos bisa menyasar banyak
kalangan. Grup percakapan juga penting membuat gagasan sang caleg jadi pertimbangan.
Apapun pilihannya, waktu kampanye sudah dimulai, para caleg silahkan keliling kampung dari pagi hingga petang, silahkan mengumbar janji dan mimpi, silahkan silaturahmi dan minta dukungan.
Yang tidak boleh lupa, enam bulan itu waktu kampanye yang panjang, jangan sampai kelelahan. Kampanye Pemilu 2019 ini ibarat lomba lari marathon, pelari harus punya strategi, jangan kehabisan nafas sebelum hari penentuan 17 April 2019.
Aturan main kampanye yang sudah dituang dalam Undang-Undang Pemilu harus diikuti. Pelaksana
Kampanye Pemilu calon anggota DPR/DPD/DPRD bisa berasal dari pengurus Parpol, caleg yang bersangkutan, tim kampanye, atau orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk dan diyakini bisa
mengkatrol perolehan suara.
Syaratnya semua harus didaftarkan kepada KPU dan ditembuskan kepada Bawaslu.
Materi kampanye bisa berupa apa saja, asalkan tidak mempersoalkan Pancasila.
Mempersoalkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), kabar hoax, termasuk
menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat Pendidikan, juga dilarang
dilakukan selama kampanye.
Pendidikan politik, maka caleg dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampaye.
Selama enam bulan semua yang dilakukan para capres, caleg, beserta tim kampanyenya, tidak akan lepas dari semangat kampanye.
Selama enam bulan pula warga Sumatera Selatan akan disuguhi kegiatan dan janji kampanye, baik janji kampanye capres-cawapres, maupun janji kampanye calon anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Pemilu 17 April 2019 adalah pemilu lima kotak, memilih presiden-wakil presiden, memilih anggota DPR, DPD, serta DPRD provinsi, kabupaten, dan kota.
Dalam format pemilu demikian, bisa dibayangkan isu kampanye yang akan mengemuka sangat beragam.
Petinggi Parpol beserta para calegnya harus memikirkan bagaimana bisa menembus ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
Partai politik yang gagal memenuhi ambang batas parlemen 4 persen tidak bisa mengirimkan wakilnya ke DPR.
"Bagi caleg tingkat DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, ambang batas parlemen tidak jadi persoalan. Tidak perlu ambang batas perolehan suara di tingkat DPRD. Jadi, caleg tingkat DPRD tidak perlu pusing dengan urusan hasil survei apakah partainya lolos atau tidak lolos ambang batas parlemen, sekuat tenaga hanya perlu fokus raih suara terbanyak di daerah pemilihan jika ingin duduk di gedung DPRD," pungkasnya. (Abdul Hafiz)