Breaking News

HUT RI 2018

Bung Hatta, Wakil Presiden yang Mengundurkan Diri dan Memilih Jadi Warga Biasa, Ini Kisahnya

Pada 1995, Pemilihan Umum pertama akhirnya diselenggarakan di Indonesia sejak mengumandangkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

IST
Soekarno, Moch Hatta, dan Sjahrir. 

Perbedaan tidak bisa dipertemukan, akhirnya tanggal 1 Desember 1956 Bung Hatta secara resmi mengundurkan diri sebagai wakil presiden.

Ketika ditanya mau apa setelah mengundurkan diri, Bung Hatta menjawab ringan, "Saya mau terjun ke masyarakat, menjadi orang biasa."

Sebuah jawaban jernih dari sosok yang tidak haus kekuasaan.

Setelah menjadi orang biasa, langkah Bung Hatta sering kali mendapat kesulitan.

Bukunya yang berjudul "Demokrasi Kita" yang terbit pada tahun 1960 bahkan dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung.

Monumen Patung Wakil Presiden Republik Indonesia Mohammad Hatta berdiri kokoh di kompleks situs penjara dan kamp pengasingan Boven Digoel di Tanah Merah, Distrik Mandobo, Kabupaten Boven Digoel, Papua, Senin (13/4/2015). Sebagian bekas penjara dan kamp pengasingan masih terawat hingga sekarang. Namun, rumah-rumah pengasingan lain telah berubah fungsi dan rusak.
Monumen Patung Wakil Presiden Republik Indonesia Mohammad Hatta berdiri kokoh di kompleks situs penjara dan kamp pengasingan Boven Digoel di Tanah Merah, Distrik Mandobo, Kabupaten Boven Digoel, Papua, Senin (13/4/2015). Sebagian bekas penjara dan kamp pengasingan masih terawat hingga sekarang. Namun, rumah-rumah pengasingan lain telah berubah fungsi dan rusak. (KOMPAS/ALOYSIUS B KURNIAWAN)

Yang sudah terlanjur beredar ditarik kembali oleh institusi tersebut.

Buku tersebut dianggap banyak mengkritik Bung Karno.

Bung Hatta melalui buku tersebut memberi ketegasan secara terang mengapa ia memilih mundur dari pemerintahan.

la ingin memberikan kesempatan kepada karibnya, Bung Karno, untuk membuktikan sendiri benar-salahnya konsepsi yang dirumuskannya.

"... Bagi saya yang lama bertengkar dengan Soekarno tentang bentuk dan susunan pemerintahan yang efisien, ada baiknya diberikan fair chance dalam waktu yang layak kepada Presiden Sukarno untuk mengalami sendiri, apakah sistemnya itu akan menjadi suatu sukses atau suatu kegagalan ...."

Pada tahun itu pula statusnya sebagai dosen di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dicabut.

Bung Hatta dilarang mengajar, ruang gerak beliau dibatasi.

Apakah perlakuan yang diterima oleh Bung Hatta resmi perintah presiden ataukah hanya tindakan para pembantu presiden yang over acting, tidak ada yang tahu persis.

Upacara penaikan bendera sang merah putih di halaman gedung pegangsaan timur 56 (Gedung Proklamasi). Tampak antara lain Bung Karno, Bung Hatta, Letkol Latief Hendraningrat (menaikkan bendera) Ny Fatmawati Sukarno dan Ny SK Trimurti.
Upacara penaikan bendera sang merah putih di halaman gedung pegangsaan timur 56 (Gedung Proklamasi). Tampak antara lain Bung Karno, Bung Hatta, Letkol Latief Hendraningrat (menaikkan bendera) Ny Fatmawati Sukarno dan Ny SK Trimurti. (Dok. Kompas)

Sebagai contoh, pada suatu ketika Bung Hatta melalui sekretaris pribadinya, Wangsa Widjaya, menyampaikan kepada Supeni (orang dekat Bung Karno dan staf di Deplu) bahwa beliau diundang menghadiri suatu konferensi internasional di Wina.

Tetapi Menteri Luar Negeri saat itu, Subandrio, memberitahu bahwa Presiden Sukarno tidak setuju kalau Bung Hatta menghadiri acara tersebut.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved