Ingat Film "Si Pitung", Ternyata Pitung Bukan Satu Tapi Tujuh, Inilah Fakta dan Sejarah Aslinya
Banyak juga yang terpengaruh oleh propaganda kolonialis, yang mencap Pitung sebagai “perampok” yang kemudian menjadi buronan pemerintah kolonial.
Sejarah Pituan Pitulung
Sejarah atau kisah tentang Pitung juga pernah ditulis pada tahun 1960-an oleh Lukman Karmani dalam sebuah novel. Lukman, seperti dikatakan Iwan Mahmoed, bahkan pernah menyutradarai Film yang berjudul “Titisan Si Pitung”, “Si Pitung Beraksi Kembali”.
Setelah munculnya tulisan Lukman, kisah Pitung juga muncul dalam sebuah naskah fllm “Si Pitung” yang ditulis oleh SM Ardan pada tahun 1970.
SM Ardan mengakui bahwa referensi tekstual mengenai “Si Pitung” sangatlah terbatas, sehingga akhirnya dia mengakui bahwa naskah film yang digunakan untuk film “Si Pitung” telah ditambahkan dengan imajinasinya sendiri, sehingga sampai sekarang tidak sedikit orang memercayai bahwa film Pitung yang diproduksi tahun 1970 itu adalah cerita asli, padahal di dalamnya sudah bercampur dengan imajinasi si penulis film .
Dalam Film “Si Pitung” didapati sebuah fakta bahwa Lukman Karmani adalah penulis cerita dan SM Ardan sebagai pembuat skenario.
Setelah penulisan naskah film Pitung yang diperankan oleh aktor Dicky Zulkarnaen tahun 1970, maka pada tahun yang sama muncul pula tulisan dari Tanu Trh tentang kisah Pitung.
Tanu Trh adalah seorang wartawan, penulis cerita fllm, pengarang cerita, penyusun skenario, juru kamera, juru suara, sutradara.
Dia salah satu orang yang menulis tentang Pitung melalui penuturan ibunya.
Melalui tulisan Tanu Trh inilah, Ridwan Saidi, salah seorang budayawan Betawi berkeyakinan jika Pitung yang dimaksud merupakan keturunan yang sama dengan keluarga Tanu Trh yang berasal dari China Benteng, Tangerang.

Setelah film “Si Pitung” dan tulisan Tanu Trh ini, kemudian muncul pula tulisan yang dibuat oleh Muhammad Musyirwan mengenai sepak terjang Pitung“, lalu disusul ada nama Palupi Damardini dari Universitas Indonesia.
Selain beberapa orang tersebut, ada nama Rahmad Ali yang menulis Pitung dalam edisi cerita rakyat.
Menyusul setelah itu muncul nama Abdul Chaer yang menjadikan kisah Pitung sebagai Forklor Betawi di dalam bukunya.
Bila diamati, sepertinya kisah yang ditulis Abdul Chaer lebih banyak mengambil data-data dari koran Hindia Belanda.
Nama lain yang juga tidak kalah menarik adalah Windoro Adi. Usahanya dalam menyusuri jejak sejarah Pitung patut diapresiasi.
Bukunya yang berjudul “Batavia I740, Menyisir Jejak Betawi” sedikit banyak telah memberikan gambaran tentang sejarah Pitung.