Koalisi Masyarakat Sipil Peringati Hari Perempuan dan Bumi

Konflik agraria selalu menjadi momok bagi masyarakat sipil khususnya kaum perempuan petani dan anak-anak yang tersebar

Penulis: Rangga Erfizal | Editor: pairat
Sripoku.com/Rangga Efrizal
Koalisi masyarakat Sipil Sumsel berdiskusi bersama tuntut kembalikan kedaulatan rakyat kepada masyarakat, Sabtu (21/4) (Rangga Erfizal) 

Laporan wartawan Sripoku.com, Rangga Erfizal

SRIPOKU.COM, PALEMBANG-- Konflik agraria selalu menjadi momok bagi masyarakat sipil khususnya kaum perempuan petani dan anak-anak yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia khususnya Sumatera Selatan.

Hal inilah yang menjadi tema penting dibahas dalam peringatan Hari Kartini dan Hari Bumi oleh Koalisi Masyarakat Sipil, di Hotel Swarna Dwipa Palembang, Sabtu (21/4).

Konflik agraria selalu menjadi keluhan masyarakat yang menggangu kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh Emilia dari desa Seribandung Ogan Ilir.

Menurutnya, ketika terjadi konflik perempuan lah yang selalu menjadi korban dari perebutan kekuasaan dan lahan.

"Dengan ini kita harus sadar bahwa selama ini perempuan dan anak-anak selalu terkena terdampak konflik ketika masyarakat bertabrakan dengan pemerintah dan perusahaan. Bahkan akibat konflik tersebut anak-anak yang kerap mendengar suara sirine selalu berlari terbirit-birit karena takutnya," ujarnya.

Hal ini dibenarkan oleh Ida Ruri Sukmawati Ketua Solidaritas Perempuan Palembang. Selama ini perempuan petani adalah kelompok paling rentan yang menerima dampak negatif dari model pengelolaan sumber daya alam yang eksploitatif dan ektraktif.

Pengelolaan sumber daya saat ini banyak dikuasai oleh korporasi negara yang menimbulkan ketimpangan kepenguasaan atas tanah rakyat.

"Sebab ketika terjadi konflik perempuan petani selalu menjalani kehidupan berbeban ganda, harus membantu dan mencari nafkah sekaligus menjaga rumah dan keluarga ketika laki-laki keluar untuk memperjuangkan untuk mempertahankan haknya," ujarnya.

Baca:

Gelar Festival Seni, Bupati Syahril Ajak Lestarikan Budaya Kabupaten Empatlawang

Kisah Haru Jebolan Indonesian Idol, Akhirnya Bertemu Kembali dengan Ibunya Usai 20 Tahun Berpisah

Konflik agraria pun saat ini menyasar para petani perempuan di Kabupaten Musi Rawas yang sudah lebih dari tujuh ratus hari hidup sebagai pengungsi akibat berkonflik dengan perusahaan yang ada disana.

Adapun para petani perempuan menyatakan sikap guna mendesak pemerintah mengembalikan kedaulatan rakyat atas tanah rakyat.

Sementara itu Tubagus Ahmad dari WALHI Sumatera Selatan yang hadir pada acara juga melihat permasalahan konflik di Sumsel sudah sampai tahap darurat bencana ekologis.

Hal ini karena banyaknya masyarakat yang tergusur akibat konflik sehingga tidak memiliki rumah, tanah, hingga ada yang sampai wafat. Konflik ini sendiri sudah terjadi secara struktural secara hukum.

"Disinilah negara harus turun dan berkomitmen untuk mengatasi konflik agraria. Bisa tidaknya negara turun membantu itulah yang kita tunggu," pungkasnya.

Adapun acara Perempuan dan Bumi ini sendiri bertujuan untuk meningkatkan kesadaran bahwa rentannya perempuan oleh tindakan diskriminatif negara dan aparat.

Sehingga perlu kesadaran untuk memperjuangkan hak kedaulatan masyarakat atas tanah dengan mendesak negara untuk mereview kembali perijinan-perijinan yang sudah ada. (*)

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved