Calon Kepada Daerah

Visi, Misi dan Program Calon Kepada Daerah

Salah satu dokumen persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh bakal calon kepala daerah pada waktu mendaftar di KPUD

Editor: Salman Rasyidin
ist
Ki Joko Siswanto 

-foto VISI, MISI dan PROGRAM CALON KEPALA DAERAH
Oleh :Joko Siswanto
Dosen FISIP UNSRI/Rektor Universitas Taman Siswa Palembang

Salah satu dokumen persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh bakal calon kepala daerah pada waktu mendaftar di KPUD sebagaimana diatur dalam pasal 42 ayat 1 huruf q PKPU Nomor 3 Tahun 2017 adalah naskah visi, misi dan program pasangan calon.

Misi dan program pasangan calon tersebut mengacu
pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah yang ditandatangani pasangan calon.

Dengan telah diumumkan dan ditetapkan secara resmi oleh KPUD tentang pasangan calon peserta pilkada 2018, maka semua pasangan calon telah memenuhi semua dokumen persyaratan sebagaimana yang diatur dalam perundangan, termasuk menyerahkan persyaratan dokumen visi, misi dan program (VMP).

Dalam mengkritisi VMP calon kepala daerah, ada tiga hal yang dapat dilihat yakni proses penyusunan, isi dan sosialisasi.

Dalam proses penyusunan VMP, pada umumnya disiapkan oleh tim dari yang ingin menyalonkan diri sebagai bakal calon kepala daerah.

Tim akan bekerja mengumpulkan data primer dan sekunder baik kuantitatif maupun kualitatif untuk mendukung narasi dan pernyataan pernyataan dalam VMP.

Pada dasarnya VMP merupakan kehendak dan aspirasi politik pasangan calon kepala daerah dan parpol pengusung yang didasarkan atas cita-cita dan idealisme dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah dalam masa pemerintahannya.

Konsep VMP bakal calon kepala daerah mestinya dijadikan dasar bernegosiasi dalam memilih bakal calon wakil kepala daerah dan parpol pengusung.

Namun fakta yang terjadi, negosiasi dengan bakal wakil kepala derah dan parpol pengusung bukan membahas atau menyelaraskan atau adu konsep VMP, akan tetapi diduga kuat berdasar kesepakatan-kesepakatan politik yang non-VMP.

Konsep atau dokumen VMP sudah dibuat dan disiapkan oleh bakal calon kepala daerah tanpa perlu dibahas dengan bakal calon wakil kepala daerah dan parpol koalisi.

Bakal calon wakil dan parpol biasanya manut saja tentang VMP yang disusun bakal calon kepala daerah. Dokumen VMP dianggap tidak begitu penting untuk dasar kompromi atau koalisi pengusung bakal calon.

Indikasi ini dapat terlihat antara lain dengan tidak terdengar atau terlihat dinamika adanya diskusi tentang VMP selama terjadi proses negosiasi dalam berkoalisi atau memilih pasangan calon.

Selain itu, sulitnya bakal calon kepala daerah menentukan pasangan bakal wakil calon kepala daerah dan kesepakatan dukungan parpol pengusung yang alot sehingga memakan waktu lama sampai menjelang deadline pendaftaran bakal calon.

Hal itu mengindikasikan bahwa bukan VMP yang menjadi kendala tetapi lebih kepada kesepakatn-kesepakatan politik di luar VMP.

Dengan demikian, dari sisi proses VMP kurang menjadi perhatian bersama antara calon kepala daerah, wakil calon dan partai politik.

Semua proses diserahkan dan menjadi tanggung jawab bakal calon kepala daerah.

Prinsipnya yang penting ada dokumen VMP sebagai persyaratan admninstratif ketika mendaftar di KPUD.

Situasi demikian tentu tidak ideal karena dinamika proses penyu sunan VMP yang tidak melibatkan bakal calon wakil dan parpol bisa berdampak kepada tidak memahaminya suasana kebatinan isi VMP . Akibatnya ketika akan melakukan kampanye atau sosialisasiVMP kepada masyarakat bisa menimbulkan ketidak-samaan pandangan antara sesama parpol pengusungdan calon/wakil calon kepala daerah.

Selain dari sisi proses, VMP dapat dilihat dari isinya. Dalam ketentuian PKPU di atas, dikatakan bahwa VMP harus mengacu kepada RPJP Daerah.

Maksudnya tentu agar ada keselarasan dan kesinambungan pembangunan daerah sehingga akan efektif dalam pencapaian target visi dan misi daerah.

VMP calon pasangan kepala daerah pada dasarnya penjabaran operasional RPJP Daerah yang dijadikan program lima tahunan dan tahunan yang sudah sepatutnya menginduk kepada RPJP Daerah.

Sedangkan RPJP Daerah harus juga selaras dengan RPJP Pusat.

Dengan demikian, isi VMP harus sejalan dan selaras RPJP Daerah. Oleh karena itu, isi VMP harus didukung data yang valid baik data primer dan sekunder, data kualitataif maupun kuatitatif.

Badan Pusat Statistik Daerah mempunyai data sekunder yang luar biasa untuk dijadikan dasar menyusun VMP yang berkualitas sehingga dokumen VMP bisa benar-benar obyektif dalam memberikan penilaian keadaan dan merumuskan kehendak politik pembangunan.

Hindarkan isi VMP hanya rentetan narasi kualitatif yang hanya berisi asumsi berdasarkan perasaan bakal calon saja.

Selain isi VMP, format atau struktur sistematika penulisan VMP harus ada standar yang jelas dan baku sehingga memudahkan dalam menilai kepatutan dan kalayakan suatu dokumen tertulis yang bisa dipertanggungjawabkan secara logika (ilmiah).

Hal ini juga akan memudahkan masyarakat dalam menelaah dan membandingkan sesama dokumen VMP masing-masing pasangan calon.

Pertanyaan yang patut dilontarkan adalah siapa yang harus memberikan penilaian terhadap isi dan format dokumen VMP?.

Apakah VMP yang dibuat oleh para bakal calon sudah benar-benar mengacu, selaras dan sejalan RPJP Daerah?.
Jika KPUD yang harus memberikan penilaian, tampaknya KPUD tidak sampai detail melihat isi dokumen VMP sesuai dengan RPJP Daerah atau tidak.

Bagi KPUD lebih melihat ada tidaknya dokumen VMP atau sebatas melihat ada tidaknya dokumen VMP sebagai salah satu persyaratan administrasi pendaftaran.

Perkara isi atau format penulisan, ada kesan tampaknya KPUD tidak begitu peduli.

Oleh karena itu, untuk masa mendatang kiranya sudah dipikirkan tentang keharusan adanya penilaian isi VMP sehingga dokumen VMP benar-benar berkualitas bukan sekedar ada domumen VMP yang isinya tidak tahu, entah seperti apa kualitasnya tidak jelas.

Selama ini sering timbul keluhan bahwa tidak adanya sinkronisasi dan keselarasan antara pembangunan di tingkat pusat dan daerah provinisi dan kabupaten/kota kiranya bisa dilihat dari sisi isi yang tidak sejalan antara RPJP Pusat dan Daerah yang diabaikan dalam membuat VMP.

Jika proses penilaian isi dilakukan maka bakal calon kepala daerah tidak sekedar formalitas membuat dokumen VMP tetapi benar-benar VMP yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik (berkualitas) dari segi isi dan sejalan dengan RPJP Pusat dan Daerah.

Isi VMP harus dipegang teguh dan konsisten sebagai daya pikat dan jualan selama kampanye kepada masyarakat serta ada komitmen calon kepala daerah untuk diwujuddkan ketika terpilih.

Dengan demikian ada kejelasan dan komitmen bahwa sejak awal VMP akan diwujudkan, bukan menemukan VMP di tengah perjalanan masa jabatan.

Pasangan peserta Pilkada Sumsel 2018
Peserta Pilkada Sumsel 2018 (Kolase Sriwijaya Post)

Ketiga, sosialisasi VMP harus dijadikan kegiatan penting dan strategis sebagai isi kampanye bagi pasangan calon dan partai pengusung/pendukung.

VMP harus disodorkan dan disosialisasikan kepada masyarakat dengan segala cara dan metode, baik parsial maupun dokumen lengkap.

Tujuannya agar masyarakat bisa menelaah, mempelajari, mendiskusikan dan membandingkan VMP antar pasangan calon.

Dengan demikian masyarakat juga akan berusaha untuk belajar dan tercerahkan dengan adanya sosialisasi VMP secara gencar.

Kampanye bukan sekedar unuk menabar pesona, pengaruh dan mengajak memilih tetapi lebih mempunyai makna untuk pencerahan dan pendidikan demokrasi yang menekankan kepada pilihan rasional ketimbang pilihan berbasis primordial dan identitas sosial.

Untuk itu, VMP pasangan calon harus mudah dijumpai, ditemukan dan dibaca masyarakat.

Dengan mudahnya diperoleh VMP pasangan calon oleh masyarakat, maka bisa dihindari terjadinya saling tuding atau adanya tuduhan bahwa pihak lain melakukan penjiplakan program.

Seandainya terjadi persamaan VMP karena memang harus mengacu kepada dokumen yang sama yakni RPJP Daerah.

Tinggal penekanan program mungkin berbeda antara pasangan yang satu dan pasangan lainnya sehingga warna dari VMP tampak berbeda.

Selain itu, VMP tidak dimintakan hak paten intelektual (HAKI) kepada Kementerian Hukum dan HAM sebagai hak intelektual.

Dengan demikian, tidak tepat jika ada kesamaan program dikatakan terjadi peniruan atau penjiplakan program karena VMP tidak dimintakan HAKI, dan seandainya itu dimintakan HAKI akan terjadi perdebatan apakah VMP termasuk hasil karya intelektual yang patut dipatenkan atau tidak.

Namun disayangkan, sejauh pengamatan penulis sampai detik ini masyarakat mengalami kesulitan untuk mengakses atau mendapatkan secara fisik/dokumen VMP para kandidat calon kepala daerah agar bisa melihat dan mempelajari dokumen VMP secara lengkap.

Media sosial yang digunakan para pasangan calon dan pendukung pasangan calon lebih banyak menekankan kepada berita aktvitas pasangan calon, bukan informasi mengenai VMP.

Mestinya mulai dibangun sikap saling adu VMP di media sosial atau “saling serang” yang berhubungan VMP sehingga masyarakat akan memberi penilaian mana pasangan calon yang mempunyai VMP berkualitas dan abal-abal.

Dan tidak kalah pentingnya di posko para calon atau dibuka di gerai gerai politik atau di tempat tempat tertentu (pusat perbelanjaan, mall, dll) disediakan secara gratis dokumen lengkap VMP agar masyarakat mudah mendapatkannya.

Bagi masyarakat domumen VMP menjadi penting sebagai dasar melakukan kontrol pemerintahan lima tahun ke depan, apakah sesuai dengan yang dijanjikan dalam VMP atau tidak. Ditunggu.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved