Dua Versi Sejarah Lorong Basah, Mulai dari Tempat Berbau Prostitusi hingga Sektor Bisnis

Kini masyarakat Palembang mengenal Lorong Basah sebagai salah satu pusat destinasi wisata kuliner baru khas Kota Palembang.

Penulis: Rangga Erfizal | Editor: Ahmad Sadam Husen
SRIPOKU.COM/RANGGA ERFIZAL
Lorong Basah. 

Untuk versi kedua lorong basah memiliki makna sedikit negatif.

Pasalnya Lorong Basah dianggap pernah menjadi tempat prostitusi di masa kolonial sekitar tahun 1938 hingga 1942.

“Untuk menghilangkan kesan negatif tersebut akhirnya Lorong Basah diubah namanya menjadi Sentot Ali Basya yang merupakan nama Pahlawan Nasional,” ungkapnya.

Masih menurutnya, terlepas dari dua versi mengenai Lorong Basah, lokasi ini selalu punya cerita yang dapat diingat.

Sekitar tahun 70an lorong basah sempat menjadi tempat menjual sepatu dan seragam sekolah hingga tahun 80an.

Saat itu pun pedagang yang berjualan belum terlalu ramai.

“Masuk tahun 80an keatas, Lorong Basah jadi padat dengan dagangan yang beragam, utamanya pakaian hingga jaman Walikota Edi Santana Putra.”

“Dimasanya aktifitas Lorong Basah berkurang karena banyak dilakukan penertiban bagi pedagang.”

“Para pedagang direlokasi ke Pasar 16 dan Jakabaring.”

“Namun pada saat ini aktifitas dikala siang kembali dipadati dengan pedagang kaki lima,” ujarnya.

===

Vebry berharap dengan adanya Night Culinery dikala malam di lokasi ini dapat memperindah dan meningkatkan pariwisata di Kota Palembang.

“Keamanan harus ditingkatkan lagi sebab hingga saat ini Lorong Basah masih terkenal rawan dalam hal keamanan.”

“Kedua harus lebih banyak kegiatan kesenian yang promotif.”

“Selain memperkenalkan makanan khas Palembang, bisa juga dengan memperkenalkan kebudayaannya," ungkap Vebri. (Sripoku.com/Rangga Erfizal)

===

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved