Dinas LHP Sumsel Awasi Penggunaan Mercury di Tambang Emas
"Karena ingin cepat para penambang menggunakan air raksa, seharusnya, para penambang menggunakan cara alami yang tentu butuh waktu," terangnya.
Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Tarso

SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumsel Drs H Edward Candra MH menyatakan, pihaknya akan membentuk tim satuan khusus (satgas) untuk mengawasi penggunaan mercury pada pertambangan emas.
Tim Satgas ini nantinya terdiri atas kepolisian, TNI, Dinas ESDM, instansi vertikal dan pihaknya terkait lainnya.
"Pembentukan tim ini terdiri berdasarkan surat dari Menkopolhukam mengenai penanggulangan penggunaan mercury secara illegal pada kegiatan pertambangan, tertanggal 14 Juli lalu. Sebenarnya, penggunaan mercury ini sudah dilarang sejak lama, tapi ini ditanggapi serius dengan pembentukan tim," ungkap Drs H Edward Candra MH, Minggu (23/7/2017).
Menurut Edward, untuk tahap awal, akan dilakukan sosialisasi, jika masih ada perusahaan atau masyarakat menggunakan mercury maka akan ditertibkan.
Pihaknya pun akan mengindetifikasi daerah yang punya pertambangan emas. Kemudian melakukan sosialisasi ke daerah yang terdapat pertambangan terkait aturan ini. Daerahnya seperti Musirawas dan Musirawas Utara dan daerah lainnya.
"Jika perusahaan ataupun masyarakat masih menggunakan mercury akan dilakukan penindakan tegas mulai dari penertiban hingga pencabutan izin," ujarnya.
Pengunaan mercury atau air raksa pada pertambangan ini untuk memisahkan emas dengan bongkahan tanah. Selain tidak merusak lingkungan, mercury juga sangat berbahaya untuk kesehatan karena dapat merusak ginjal, hati dan lainnya.
"Karena ingin cepat para penambang menggunakan air raksa, seharusnya, para penambang menggunakan cara alami yang tentu butuh waktu," terangnya.
Sementara Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Robert Heri mengatakan, potensi pertambangan emas di Sumsel sangat tinggi, terutama di wilayah bukit barisan, Lahan. Tapi memang belum tergali maksimal lantaran pihaknya fokus kepada pertambangan mineral dan batubara (minerba).
"Belum produksinya masih sangat kecil, hanya persekian persen dari potensi," katanya.
Penambangan emas di Sumsel ini masih dikelolausahakan oleh tiga perusahaan yang mempunya Izin Usaha Pertambangan (IUP) emas. Selain banyak juga tambang rakyat.
Diakuinya, hasil pertambangan emas di Sumsel belum maksmial lantaran di Sumsel masih dikelola secara tradisional dan belum memiliki smelter (pabrik pengelolahan tambang). Padahal, setiap perusahaan pertambangan sesuai dengan UU Pertambangan diwajibkan membuat smelter.
"Saat ini belum ada smelter, tapi ada rencana pembangunan smelter," katanya.
Rencananya, smelter sebagai fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga, emas, dan perak ini akan dibangun tahun depan. Namun itu belum pasti. Mengingat, dana yang dibutuhkan sangat besar.
Selain smelter, transportasi yang masih terkendala. Sama seperti pertambangan di Sumsel, transportasi tetap menjadi masalah krusial.
"Akan kami dorong, agar hasil produk pertambangan emas bisa menjadi komoditi ekspor seperti pertambangan minerba. Untuk luasan kapasitas produksi pertambangan emas di Sumsel baru dimanfaatkan sekitar 20 persen dari total luas lahan mencapai 20 hingga 30 ribu hektar," terangnya.