Warung Kopi Rumoh Atjeh. Datangkan Bumbu dari Aceh, Bikin Rasa Mie Acehnya Beda Banget -
Owner Waroeng Kopi Rumoh Atjeh Palembang, Irwan Syaputra, menambahkan jika ide awal membuat warung ini karena dirinya rindu akan cita rasa khas Aceh.
Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Ahmad Sadam Husen
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Bagi anda pecinta kuliner yang banyak menggunakan rempah-rempahan, anda akan merasakan sensasi lain dengan suguhan beragam makanan dan minuman di Warung Kopi Rumoh Atjeh Palembang yang berlokasi di Jalan Letnan Murod, Talangratu, KM 5, Palembang. Salah satu destinasi kuliner di Palembang ini buka pukul 10.00-22.00 WIB.
Beragam jenis makanan khas Aceh tersedia di sini, mulai dari Mie Aceh, Nasi Goreng Tsunami dan Martabak Aceh. Sedangkan untuk minuman khasnya yaitu Kopi Aceh, Kopi Gayo, Kopi Bengkulu, dan Teh Tarik Aceh.
Muslim, Pengelola Warung Kopi Rumoh Atjeh yang juga berasal dari Aceh, mengatakan jika Mie Aceh asli dari aceh akan terasa beda dibandingkan dengan mie lainnya.
"Resep kita bedanya ada di rasa rempahnya yang lebih nendang dari yang lain. Bukan bermaksud merendahkan yang lain. Resep kita yaitu mie giling, bumbu aceh, sayur kol, bunga kol, tomat, kecambah, dan daun bawang, sawi," ungkap Muslim, Jumat (7/4/2017), kepada Sripoku.com.
Muslim menjelaskan jika mulanya bumbu ditumis dengan sayur. Tambahan kuah kaldu daging pun disiramkan supaya rasanya lebih ngangkat.
"Tiap warung di Aceh saja beda-beda. Banyak yang rekomen jika di sini beda, padahal kita baru dua bulan buka di Palembang, tepatnya pada 1 Februari 2017. Untuk bumbu mie yang digunakan antara lain cabe merah, cabe kering dari Aceh serta menggunakan rempah dari Bengkulu. Warung Kopi Rumoh Atjeh kita ini sebenarnya merupakan cabang dari Bengkulu," kata Muslim.
Saat dicoba, Mie Aceh sajian restoran terasa sangat nikmat lantaran kaya rempah-rempah, dimana menurut sang pemilik, baik untuk kesehatan. Harganya pun terjangkau. Satu porsi dibandrol Rp 13ribu hingga Rp 40ribu.
Selain menu tersebut ada menu lain, diantaranya Nasi Goreng Tsunami. Bumbu yang pakai dipakai pada sajian ini menggunakan bumbu mie aceh. Cuma ditambah serai, daun salam, daun jeruk, daun kari (temerui), daging, udang, dan cumi yang dicampur. Harganya hanya Rp 36ribu saru porsi.
"Pencipta sajian kuliner disini adalah pendiri Rumoh Atjeh di Bengkulu, Bapak Effendi M. Jamal. Untuk sajian Nasi Goreng Tsunami, nggak ada di kota manapun termasuk di Aceh. Terinspirasi tsunami 2004, Nasi Goreng Tsunami waktu dihidangkan dengan tampilan acak-acakan. Dari rasanya lebih kaya rempah lagi dibandingkan Mie Aceh. Untuk penjualan, mie spesial per hari bisa paling sedikit 10 porsi. Kalau mie biasa di atas 20 porsi. Nasi goreng juga begitu," jelasnya.
Sementara itu, Owner Waroeng Kopi Rumoh Atjeh Palembang, Irwan Syaputra, menambahkan jika ide awal membuat warung ini karena dirinya rindu akan cita rasa khas masakan Aceh.
Lelaki kelahiran Kuala Simpang, Aceh, Februari 1977 ini mengatakan jika bisnis kuliner di Palembang sangat menjanjikan. Apalagi di kota ini banyak orang perantauan dari Aceh dan juga telah menjadi pusat kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
“Warung Kopi Rumoh Atjeh Palembang ini melanjutkan pengembangan punya saudara dari sebelumnya yang sudah sukses di Bengkulu,” katanya.
Irwan menjelaskan, untuk menjaga cita rasa masakan khas Aceh ini, ia sengaja mendatangkan bumbu-bumbu khas dari Aceh secara langsung. Sebab, dalam varian makanan Aceh setidaknya terdapat campuran 14 rempah.
“Jadi memang kelebihannya dibumbu, semuanya ada campuran semacam kare khas Aceh dan setiap makanan selalu dilengkapi dengan acar sengar,” jelasnya.
Kelebihan apa saja yang dirasakan saat menikmati sajian kuliner di Warung Kopi Rumoh Atjeh Palembang ?
Misalnya ada Mie Kuah, Mie Basah dan Mie Goreng. Penyajiannya dapat dicampur dengan tambahan daging, udang dan atau gabungan.
“Mie Aceh ini paling banyak permintaan dari konsumen karena memang menjadi menu utama. Terlebih, kare yang menjadi ciri khas sangat terasa di lidah pelanggan,” katanya.
Nasi Goreng Tsunami juga menjadi menu andalan karena penyajiannya yang komplit dengan tekstur berantakan seolah mengingatkan kembali akan bencana alam yang pernah menimpa Aceh.
“Bedanya, Nasgor Aceh ini selain memang terasa bumbu khas rempah Acehnya, dalam pembuatannya dibuat dengan jumlah banyak sehingga pelanggan yang memesan tidak menunggu lama. Penyajiannya juga cepat dan langsung tersaji,” ujarnya.
Martabak Aceh
Satu lagi menu khas Aceh yang sulit ditemui di daerah perantauan yaitu Martabak Aceh. Pembuatannya pun beda dengan Martabak India yang telurnya utuh berada dalam tepung. Kalau Martabak Aceh telurnya dicampur sehingga melebur.
“Dalam penyajiannya juga dilengkapi dengan kuah kare Aceh,” kata sang pengelola.
Sementara untuk minuman ada Kopi Saring Aceh, Kopi Sanger, Kopi Tubruk Aceh, dan Es Kopi Aceh.
“Kalau Kopi Aceh ini proses penyaringan kopinya tidak ada ampasnya. Selain enak dihidangkan panas, juga sangat segar jika dicampur es,” ujarnya.
Kopi Sanger yang merupakan singkatan dari 'Sama-sama Ngerti' merupakan kopi yang paling diminati sekaligus menjadi paket khusus untuk mahasiswa yang koceknya terbatas, sehingga harus sama-sama ngerti saat menikmatinya.
“Kalau di Aceh kopi ini menjadi tradisi. Selalu diminum setiap mau berangkat kerja atau dalam kondisi santai maupun sedang nongkrong di Warung Kopi. Wajar jika sangat terkenal kopinya,” katanya.
Bagaimana soal harga ?
Untuk harga, sang pemilik yang juga Alumni Fakultas Pertanian Unsri ini mengatakan jika harga yang dibandrol cukup bersahabat. Seperti kopi, harganya mulai dari Rp 8 ribu sampai Rp 20 ribu. Lalu, Mie dibandrol Rp 13 ribu hingga Rp40ribu, Nasi Goreng dibandrol Rp 15 ribu - Rp 35ribu, dan Martabak dibandrol Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu.
Saat menikmati santapan pun para pengunjung dimanjakan juga dengan pertunjukan live music dan pajangan gambar-gambar bersejarah dari Aceh. Disediakan pula ruang meeting bagia anda yang hendak menggelar pertemuan atau sekedar berkumpul bersama keluarga dan teman-teman.
"Enak, gurih, mantap, serta pedasnya nyampe ke lidah. Mienya besar, udangnya jga. Harganya juga pas di kantong," kata salah seorang pengunjung, Febi. (*)