Sianida di Tubuh Mirna Bisa Terjadi Karena Proses Kematian
Jadi, kata dia, mungkin saja hasil 0,2 miligram per liter di cairan lambung Mirna setelah kematian.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
SRIPOKU.COM.COM, JAKARTA - Ahli toksikologi dari Australia, Michael David Robertson, mengaku tak dapat memastikan mengapa sianida bisa ada di cairan lambung Wayan Mirna Salihin.
Namun, menurut dia, tak ada bukti sianida masuk ke melalui mulut.
Berdasarkan data yang dia peroleh dari tim penasehat hukum Jessica Kumala Wongso, kata dia, tak ditemukan zat sianida di sampel cairan lambung yang diambil setelah 70 menit kematian.
Jadi, kata dia, mungkin saja hasil 0,2 miligram per liter di cairan lambung Mirna setelah kematian.
"Namun, setelah 3 hari positif, bisa terjadi karena proses kematian yang terjadi dalam tubuh. Jika sianida ada saat kematian, maka harusnya positif di keduanya, bukan hanya di salah satunya,” ujar Michael di persidangan kasus pembunuhan Mirna di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (21/9/2016).
Apabila seseorang mengonsumsi sianida dalam dosis yang mematikan, dia menjelaskan, biasanya sianida ditemukan di lambung.
Jadi, di tubuh Mirna, seharusnya ditemukan sianida di lambung dalam dosis besar.
Sebab, kata dia, orang itu tidak akan mati kalau sianida hanya sampai di dalam lambung saja.
Semua sampel yang mengandung sianida dapat menguap menjadi hidrogen sianida.
"Kita bisa cek kadar sianida dalam lambung dan apabila ditemukan di paru-paru, tetapi tidak di lambung maka ini terhirup. Tetapi di bagian tubuh lain bisa ada sianida karena dua hal tersebut. Harus sampai ke otak dan seluruh tubuh," kata dia.
Tak ada bukti sianida masuk mulut
Ahli toksikologi dari Australia, Michael David Robertson, menganalisa proses kematian Wayan Mirna Salihin yang diduga tewas karena minum es kopi vietnam dicampur sianida.
Untuk menganalisa harus dilihat bagaimana cara pengujian, tetapi karena dia tidak menyaksikan cara pengujian, maka dia hanya berdasarkan pendapat.
Pengujian untuk mencari sianida di tubuh Mirna dilakukan 15 hari setelah kematian, sehingga dia tak yakin kapan sianida dimasukkan.
Selain itu tak ada sianida yang terdeteksi dari hasil cairan lambung yang diambil 70 menit setelah kematian. Sianida hanya ada dalam jumlah sedikit setelah tiga hari kematian.
"Tidak ada sianida di lambung dan hanya ada 0,2 mg/l setelah 3 hari, dengan metode pengujian yang sama, maka kenapa bisa ada sianida ini karena setelah proses kematian," kata dia di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (21/9/2016).
Dia menjelaskan, sianida dapat berakibat kematian termasuk dengan menghirup dan dapat tertelan atau masuk melalui mulut.
Apabila tertelan, pertama masuk ke lambung, usus, aliran darah dan beredar ke seluruh tubuh serta berefek ke otak, hati dan seluruh jaringan tubuh.
"Orang yang menghirup dalam jumlah banyak akan ditemukan dalam hati, paru-paru dan darah. Dan jika tertelan sianida masuk ke dalam lambung, hati, paru-paru dan darah. Karena sianida menghambat darah,” jelas Michael.
Namun, di kasus kematian Mirna, menurut dia, tidak ada bukti sianida masuk ke mulut.
Ini diperkuat karena di dalam air seni tidak ada sianida.
Dia menilai ini tidak lazim, karena pada umumnya ada sianida di urine termasuk di cairan empedu dan hati.
"Maka tidak ada bukti toksikologi sianida masuk dalam mulut. Dalam kasus ini, saya kira yang dimasukan sianida dalam bentuk cair. Atau zat yang telah digradasi terlebih dahulu," kata dia.
Berdasarkan hasil rekonstruksi dari data yang diberikan dan dari teori yang dia pelajari selama menekuni bidang toksikologi, maka dia menegaskan tidak dapat ditentukan kapan waktu sianida dimasukkan ke dalam kopi.(*)
