Awalnya Menolak Dijodohkan, Wanita Ini Akhirnya Mau Menikah dengan Sopir Ayahnya Sendiri
Apa kata dunia?! Calon S2 kok cuma dapat sopir…?! Aku menangis di kamar, membayangkan semua mimpi buruk itu.
Penulis: Darwin Sepriansyah | Editor: Darwin Sepriansyah
Sekarang? Mana kutek di kukunya? Mana kuku panjangnya? Mana make up-nya? Tak terlihat sama sekali. Tapi diam-diam kupuji dalam hati, wajah ibu terlihat lebih ‘ringan’ dan segar tanpa make up.
“Kau mau nanti bapak carikan. Atau barang kali kamu sudah punya calon sendiri?”
Makanan makin terasa sulit kutelan. Pacar? Aku memang pernah naksir beberapa pria, tapi tak pernah sampai pacaran.
“Siapa calon Fa, Pak?” Mas Dodi tiba-tiba menyela.
“Sopir bapak…” ucap bapak tanpa dosa. Mas Dodi tertawa. Aku terperanjat berdiri, setengah melotot, tak percaya.
“Tuh… Pak, apa aku bilang. Bapak ngga’ percaya sih. Belum-belum Fa aja sudah melotot, gimana mau nerima?!” Ternyata mas Dodi sudah tahu rencana bapak.
Kutinggalkan meja makan dengan rasa hancur dan terhina. Masa’ bapak tega menikahkanku dengan sopir? Apa kata dunia?! Calon S2 kok cuma dapat sopir…?! Aku menangis di kamar, membayangkan semua mimpi buruk itu.
Ibu dan bapak menyusul ke kamar. Menjelaskan semuanya juga soal siapa “mimpi burukku” itu. Aku jadi malu juga setengah tak percaya pada cerita bapak.
Aku diberi kesempatan untuk berpikir sepekan. Hanya sepekan. Kata bapak untuk kebaikan semua dan sebelum kesempatan itu hilang. “Shalat Istikharah, Fa. Biar kamu yakin!” pesan ibu.
Tak sampai sepekan, tepatnya 3 hari sebelum batas waktu, aku memberi jawaban “ya” pada bapak, tanpa keraguan sedikit pun. Bapak memelukku, ibu pun menangis. Kulirik mas Dodi mukanya memerah.
Sopir bapak memang bukan sopir biasa. Ia lulusan sarjana teknik dan tengah menyelesaikan gelar pasca sarjananya, kala itu atas beasiswa.
Kerja sebagai sopir di tempat bapak untuk menutup biaya hidup selama kuliah, juga untuk biaya keluarganya.
Ia memang yatim. Praktis sebagai satu-satunya lelaki di rumah, ia menggantikan fungsi kepala rumah tangga. Hal itu baru kutahu saat hendak menikah.
Sepekan kemudian, aku menikah dengan sopir bapak. Dua pekan usai menikah, aku diboyong suami terbang ke negeri Sakura.
Suami menjalani kontrak kerja di sana. Kini kami sudah dikarunia tiga buah hati. Dua lahir di negeri seberang, seorang di Indonesia. Beberapa bulan lagi kontrak suami akan habis, bila tak diperpanjang dan tak ada aral melintang, insya Allah kami akan kembali ke tanah air. (***)