'Zombi' Bikin Geger Pegawai DKSS
Pria yang sudah terlihat seperti zombi itu datang dengan ditemani seorang pria lain yang sudah dalam kondisi terikat.
Penulis: Refli Permana | Editor: Soegeng Haryadi
SRIPOKU.COM -- Suasana kantor Dewan Kesenian Sumatera Selatan (DKSS) yang tengah sunyi-sunyinya mendadak ramai dengan kedatangan pria yang tubuhnya sudah dililit perban dan terdapat darah Rabu (30/3/2016) siang. Kontan, penghuni kantor DKSS yang berada di kawasan Graha Budaya Jakabaring langsung heboh. Apalagi, pria yang sudah terlihat seperti zombi itu datang dengan ditemani seorang pria lain yang sudah dalam kondisi terikat.
Kejadian di atas bukanlah bagian dari suatu pertunjukan kesenian, yang biasanya memang sering digelar di Graha Budaya Jakabaring oleh DKSS. Namun, zombi serta seorang pria yang dalam keadaan terikat tersebut adalah pertunjukkan teatrikal yang dibawakan oleh demonstran mengatasnamakan Persatuan Seni Kampus Sumsel dan yang populernya disebut Pekasam. Saat zombi beraksi, rombongan yang lain mendeklamasikan puisi dengan alat pengeras suara.
Setelah teatrikal berakhir, barulah Pekasam menyampaikan tujuan mereka mendatangi kantor DKSS. Namun, orasi Pekasam sempat tidak disambut oleh penghuni DKSS. Beberapa saat kemudian, Ahmad Rapanie Igama yang notabene adalah Kepala UPTD Taman Budaya Sriwijaya datang untuk menjawab aspirasi yang disampaikan Pekasam.
Sempat terjadi perdebatan alot antara jubir Pekasam dengan Rapanie. Debat terjadi ketika Rapanie menyebutkan anggaran yang sudah dipakai oleh DKSS dan realisasi dari anggaran tersebut. Pekasam merespon ucapan Rapanie dengan tawa sindiran karena menilai biaya anggaran tersebut cukup besar untuk dua kegiatan seni.
Beberapa saat kemudian, Rapanie kembali angkat bicara dan mengubah pernyataan awalnya terkait anggaran. Kali ini, angka anggaran yang ia sebutkan lebih kecil ketimbang angka semula. Hal ini membuat Pekasam meminta ketegasa angka mana yang benar. Akhirnya, debat diterukan dengan kedua belah pihak duduk ngepor di halaman kantor DKSS.
Sekitar satu jam berlalu, Pekasam akhirnya memutuskan angkat kaki dari halaman kantor DKSS. Meski diwarnai perdebatan sengit, peristiwa ini tidak berakhir anarkis. Bahkan, Pekasam yang tadinya banyak mengeluarkan pernyataan tegas berpamitan dengan menjabat tangan Rapanie untuk selanjutnya berlalu menuju bus yang mengantar mereka.
Dikatakan Kordinator Lapangan (Korlap) Pekasam, Nofri, Pekasam datang untuk menanyakan apa sebenarnya fungsi dari DKSS untuk seni dan budaya Sumsel. Pekasam menilai, selama ini DKSS sama sekali tidak memberikan gerakan sehingga terkesan mati suri. Padahal, DKSS sudah diberikan anggaran untuk melakukan banyak kegiatan seni.
"Zombi yang kita sertakan dalam orasi ini merupakan simbolisasi mati surinya DKSS. Sebagai mahasiswa, kita sama sekali belum pernah merasakan gerakan yang dibuat oleh DKSS untuk kesenian provinsi ini," kata pria berambut gondrong ini.
Sebab itu, Nofri berharap, DKSS sebaiknya dibubarkan saja apabila ke depannya masih terus tidak memberikan gerakan, terutama tidak merangkul mahasiswa dalam kegiatan kesenian. Terbentuknya Pekasam, kata Nofri, merupakan simbol bahwasanya mahasiswa juga peduli akan kesenian SUmsel. Namun, mereka selama ini kesulitan untuk memperlihatkan karya seni dikarenakan sulitnya bekordinasi dengan DKSS.
"Kita gabungan dari universitas di Sumsel, bahkan ada yang datang dari daerah. Parahnya, saat kita datang, orang DKSS tidak ada di tempat. Bagaimana mau maju kesenian Sumsel kalau sistem kerja mereka yang bergelut di bidangnya seperti ini," kata Nofri.
Dijumpai terpisah, Rapanie mengatakan, ketua dan anggota DKSS memang sangat jarang berada di kantor DKSS. Pasalnya, mereka memiliki pekerjaan lain di luar DKSS sehingga setiap harinya hampir tidak pernah ada di tempat. Meski demikian, DKSS aktif melakukan kegiatan seni, termasuk dengan merangkul Taman Budaya Sriwijaya.
"Apa yang mereka sampaikan nanti akan kita teruskan ke DKSS. Kita sangat mengapresiasi pemuda yang begitu antusias minta dilibatkan dalam kemajuan seni di Sumsel," kata Rapanie.