Forlan Ikut Terkena Imbas Pembekuan PSSI, Oh Pak Menpora Mohon!
"Kami bukan siapa-siapa, tetapi kami termasuk yang merasakan penderitaan itu. Ratusan bahkan ribuan ofisial yang pekerjaan seperti saya...
Penulis: Hendra Kusuma | Editor: Hendra Kusuma
SRIPOKU.COM-Banyak yang hidup dan bekerja menghidupi keluarga dari sepakbola. Seperti para pemain di lapangan, mereka pun berlari memeras keringat dan mondar mandir di lapangan demi mencari sesuap nasi, dengan gaji pas-pasan dari klub yang menyewa atau mempekerjakan mereka.
Forlan, ofisial yang bekerja sebagai pemasang cone dan marker untuk latihan para pemain pun merasakan imbasnya. 10 tahun menggantungkan hidup sebagai ofisial pemasang cone dan pendamping pemain selama di lapangan, Forlan sudah merasakan asam garam, senang susahnya bekerja di sepakbola.
Namun diakui, dia memang menghidupi keluarga dari sepakbola, berbekal keuletan, pengalaman dan sebagian besar dari skill dia sudah melanglang buana di hampir semua pelosok Indonesia."Iya 10 tahun, sebelumnya bekerja di SFC selama dua musim. Ketika itu SFC masih di latih Bank Suimin Diharja," ujar Forlan.
Ia mengatakan, ketika Suimin tidak lagi bersama SFC dan melatih Persikabo, maka dia pun turut diboyong, ia bekerja di sana hampir tiga musim untuk kemudian sempat bekerja di PSMS Medan, Semen Padang dan terakhir bersama Kalteng FC klub Divisi Utama.
"Di Kalteng klub terakhir, setelah itu PSSI dibekukan dan rata-rata rekan-rekan kami sesama ofisial dipulangkan. Terakhir sempat dipanggil lagi ketia di Piala Kemerdekaan, kemudian pulang lagi ke Palembang seiring dengan berakhirnya turnamen," kata Pria asal Kertapati ini.
Forlan mengatakan, dia bukan bagian penting dari sepakbola, tetapi sepakbola adalah bagian terpenting dalam hidupnya. Banyak bahkan ratusan bahkan mungkin ribuan ofisial seperti dia yang kehilangan pekerjaan akibat pembekuan yang dilakukan pemerintah.
"Kami bukan siapa-siapa, tetapi kami termasuk yang merasakan penderitaan itu. Ratusan bahkan ribuan ofisial yang pekerjaan seperti saya harus kehilangan sesuap nasi yang selama ini menjadi sumber penghidupan keluarga. Saya pikir pemerintah tidak pernah memikirkan kami dan anak istri kami. Karena kami bukan orang penting, tetapi apakah mereka tidak tersentuh dengan kondisi ini," ujar Forlan.
Sejauh ini Forlan mengaku bekerja serabutan demi menghidupi keluarga dan mengisi kegiatan dengan menjadi ofisial merangkap asisten pelatih di Sekolah Sepakbola (SSb) Junior milik Jarot (mantan pemain Sriwijaya FC dan Persikabo) yang kini sudah gantung sepatu.
"SSb ini di Pakjo, saya memang dekat dengan Jarot ketiga di SFC. Dia tahu bagaimana saya bekerja dan diajak. Alhamdulillah ini demi mengobati kerinduan pasca dibekukannya PSSI," ujar Forlan.
Forlan mengaku selama 10 tahun bergelut di sepakbola dan mendampingi latihan para pemain, dia pun paham bagaimana melatih pemain, proses latihan, mengatur taktik dan teknik selama latihan. Dia mengaku secara tidak sengaja menyerap semua itu."Selama 10 tahun, jadi seperti lebih dari kursus kepelatihan, mulai dari pak Suimin Diharja, Pak Iwan Setiawan dan pelatih kawakan lainnya. Suatu saat kelak aku ingin juga jadi pelatih dan tentunya mengikuti kursus kepelatihan. Tetapi itu tidak mudah karena PSSI masih dibekukan," ujarnya.
Dia pun berharap ucapan dari Presiden Jokowi yang akan mencabut pembekuan PSSI bisa diserap Kemenpora dengan baik, dan mencabut pembekuan sehingga kompetisi kembali hidup dan sepakbola di Indonesia kembali bergairah."Karena gairah sepakbola juga hidup bagi kami para ofisial, pedagang kaki lima yang menjual jersey setiap kali pertandingan digelar, pemain, pelatih dan semua yang selama ini terlibat dalam sepakbola. Kami hanya bisa bilang Oh pak Menpora kapan ini berakhir," ujar Forlan.
Ia menambahkan Junior mengikuti kompetisi Sumsel Super League (SSL) Liga Remaja U-16 yang kini digelar di Kamboja."SSL sangat baik untuk kompetisi lokal, saya pikir baik juga ditengah pembekuan yang terjadi di tubuh PSSI," jelasnya.