Amzulian Rifai Jadi Ketua Ombudsman Pusat
Alumnus Sarjana Hukum di Universitas Sriwijaya tahun 1988 mengatakan menjadi ombudsman harus berani.
Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Tarso
SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Akademisi Prof Amzulian Rifai SH LLM PhD menyatakan menjadi ombudsman suatu pekerjaan yang sangat menantang bagi dirinya seorang ahli hukum tata negara.
"Alasan ikut tes ombudsman memang bagi orang tata negara ombudsman sangat menantang. Dari sisi timenya tepat. Karena saya di Unsri sudah mentok. Di Unsri ini saya dari level paling bawah. Dekan sudah dua periode. Ingin mengabdi di tempat lebih luas. Sudah muncul yang lebih pintar. Kalau kita nggak keluar, ini nggak muncul. Tadinyo mimpi dak katek, apolagi ketuo. Selasa nanti dibawa ke paripurna. Baru ke Presiden," ungkap Amzulian Rifai, Jumat (29/1/2016).
Pria kelahiran di Desa Muara Kati, Kabupaten Musirawas, 2 Desember 1964 ini menyatakan siap melepaskan jabatannya sebagai Dekan Fakultas Hukum Unsri dan Komisaris PT Pusri Palembang setelah dirinya dilantik nanti.
"Saya tolok ukurnya pelantikan. Tentu saya akan berikan contoh di Unsri ini pergantian jabatan itu biasa. Sampai pelantikan saya akan mundur dari Dekan. Tapi jangan sekaranglah. Nanti kalau saya lah mundur, dak taunyo di sano dak dilantik. Mekanisme pergantian Dekan kalau di FH Unsri ini mudah, tinggal rapat senat. Kalau terpilih, keluar surat rektor. Saya sudah dua periode. 2009-2013, dan 2013-2017.
Amzulian yang pernah menjabat Ketua Program Magister Ilmu Hukum (S2) Universitas Sriwijaya (2003-2007).bertekad akan membawa ombudsman menjadi lebih baik.
"Semakin banyak orang melaporkan jelek-jeleknya pelayanan publik, itu semakin bagus. Selama ini ombudsman belum memasyarakat. Padahal strategis. Tindakan pencegahan. Kalau pelayanan publik itu baik bebas dari KKN kita pastikan korupsi akan rendah. Banyak langkah ke depan publikasi agar masyarakat mengenal lebih baik ombudsman itu apa. Kita siapkan nomor call center. Pegawai kalau menemukan setiap ada persoalan di kantor itu. Selama ini lapor ke kantor itu sendiri. Jeruk makan jeruk. Nah nanti mereka lapor saja ke kita. ombudsman menanggapi laporan masyarakat kurang ditindaklanjuti dan kurang gereget. Dianggap remeh. Ini tantangan ke depan. Tidak menutup kemungkinan revisi UU selama ini. Agar diberikan kewenangan lebih," papar Amzulian.
Ia mencontohkan di beberapa negera membentuk lembaga ombudsman dulu, baru KPK.
"Mestinya pencegahan dulu. Seperti bentuk kultur buat sertifikat, SIM dengan baik. Kita ini menindak korupsi tapi tidak membenahi sistem tadi. Agak terlambat. Banyak ditindak, tapi tidak mengurangi," katanya.
Amzulian bertekad akan melakukan pembenahan ombudsman di daerah-daerah.
"Target misalnya jumlah laporan daerah tahun pertama 5. Tahun kedua 10. Ciptakan kultur melapor, bukan menggerutu. Di Barat kalau tidak setuju buat laporan. Harus ada target jumlah orang melapor setiap tahunnya. Tidak ada yang lepas dari pengawasan ombudsman. BUMN/BUMD. Termasuk juga kepolisoan. Tidak juga berperang dengan lembaga lain. Tapi menjalin agar ada kesadaran untuk kepentingannya sendiri. Yang duduk di ombudsman harus punya nyali," ujarnya.
Alumnus Sarjana Hukum di Universitas Sriwijaya tahun 1988 mengatakan menjadi ombudsman harus berani.
"Orang ombudsmannya harus semangat 45 dulu. Lihat tahun pertama gaji kecik. Bagaimana menegakkan aturan, orangnya sendiri dak semangat. Mudah-mudahan saya lima tahun semangat terus. Di Sumsel banyak problem seperti pertanahan," pungkasnya.