JAMAK Serahkan Baju Adat & Plang Keramaian guna Pelestarian Adat Komering
“Baju yang kita berikan malam ini untuk digunakan anggota saat melaksanakan latihan. Kalau untuk baju adat semuanya sudah diserahkan sejak beberapa wa
Penulis: Evan Hendra | Editor: Darwin Sepriansyah
SRIPOKU.COM, MARTAPURA – Konsistensi dalam pelestarian adat Komering terus dilakukan oleh Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Jaringan Masyarakat Adat Komering (JAMAK) dengan membagikan baju latihan serta plang tanda keramaian yang bisa digunakan masyarakat untuk memperingatkan pengguna jalan.
Penyerahan baju dan plang keramaian tersebut dilaksanakan di kediaman Ketua JAMAK Desa Tapus Kecamatan Pulaunegara, OKU Timur Sabtu (17/10/2015) malam sekitar pukul 20.00.
Acara ini dihadiri oleh pengurus JAMAK yang berasal dari lima Sanggar Seni Budaya Tradisional Kulintang (SSBT), masing-masing sanggar Cahya Kemala Desa Tanjungkemala, Sanggar Cahya Keromongan, Kecamatan Martapura, Sanggar Cahya Agung Desa Negeriagung Kecamatan BP Peliung, dan Sanggar Umpuan Ratu Desa Pulaunegara Kecamatan BP Peliung, dan sanggar Cahya Pulau Sialang, Kecamatan Bunga Mayang.
“Baju yang kita berikan malam ini untuk digunakan anggota saat melaksanakan latihan. Kalau untuk baju adat semuanya sudah diserahkan sejak beberapa waktu lalu,” kata Leo.
Selain memberikan baju untuk latihan kata Leo, diserahkan juga kepada masing-masing sanggar, plang peringatan keramaian yang bertuliskan ‘hati-hati disini ada keramaian’ yang bisa digunakan oleh seluruh masyarakat untuk memperingatkan pengguna jalan saat ada keramaian.
JAMAK kata leo, terus melakukan sosialisasi mengenai budaya komering yang saat ini mulai dilupakan oleh masyarakat terutama oleh generasi muda yang disebabkan oleh budaya luar yang mulai menggerus kebudayaan lokal.
“Saat ini JAMAK sedang konsentrasi terhadap penertiban administrasi mengenai adok /gelaran/jejuluk yang saat ini cenderung tidak sesuai dengan struktur adat yang digunakan pada masa nenek moyang terdahulu,” katanya.
Salah satu contoh kata Leo, seperti gelaran untuk keluarga Radin.
Anak dari keluarga Radin ada yang diberi gelar Sultan yang semestinya diberi gelar maksimal Radin atau Tumenggung/Cahya.
Tidak tertibnya administrasi tersebut kata Leo sebenarnya bukan disebabkan kesengajaan, namun disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat mengenai silsilah gelaran/adok dalam masyarakat Komering.
