Breaking News

Curhat Istri Bambang Widjojanto

”Mas Bambang Bukan Malaikat” (2)

“Jika terjadi sesuatu atas Abi, tidak perlu khawatir, ya. Harus saling menguatkan di antara kita.”

Editor: Sudarwan
(Foto: Dok pri)
Meski Mas Bambang sering sibuk, dia betul-betul menunjukkan perhatiannya terhadap saya dan anak-anak. 

Seolah sudah punya firasat, ketika bersama kami sehari sebelum kejadian, Mas Bambang mengatakan, “Jika terjadi sesuatu atas Abi, tidak perlu khawatir, ya. Harus saling menguatkan di antara kita.” Ternyata, benar Mas Bambang ditangkap. Nah, ketika dia ditahan, saya dapat kabar dia tak mau makan, hanya minta minum dari teman-temannya. Entah apakah ia menghindari kasus seperti yang menimpa almarhum Munir atau tidak. Alhamdulillah, ini bentuk kehati-hatian Mas Bambang. Dalam keadaan tertekan seperti apa pun, tetap kita harus berikhtiar.

Ketika teman-teman bertanya apakah saya akan menjenguk Mas Bambang hari itu, saya jawab tak perlu saat itu juga, karena pasti saya tidak bisa bertemu dia. Lebih baik saya di rumah, menunggu Mas Bambang menelepon minta dijenguk. Oh ya, saat Mas Bambang ditangkap, ponselnya ketinggalan di rumah. Menurut saya, malah kebetulan. Dengan begitu, ponselnya tetap aman. Sementara, di rumah saya ajak anak-anak berdiskusi soal penangkapan itu.

“Sunnatullah (ketetapan Allah) seorang pejuang itu selalu berada di koridor penuh tantangan. Tapi justru itulah nilai di mana kamu tahu bahwa kamu masih di koridor seorang pejuang. Jika nanti sudah mulai merasa tenang-tenang saja tidak ada tantangan, justru harus hati-hati. Siapa tahu, saat itu kamu sudah dikeluarkan Allah dari koridor itu, dan itu sesungguhnya musibah untuk dirimu,” ucap saya. Sebetulnya, ini bahasa pengulangan, karena ini bahasa sehari-hari kami pada anak-anak.

Alhamdulillah, mereka sangat tenang menghadapi penangkapan ayah mereka. Bahkan, reaksi mereka biasa saja. Memang kami jadi agak sibuk, tapi itu lebih karena banyak wartawan di rumah kami selama beberapa hari dan saya sibuk menerima kedatangan teman-teman saya. Jadi, suasana di rumah malah seperti sedang berpesta. Pada hari penangkapan, semalaman saya tak tidur dan mengikuti perkembangan berita di teve. Sementara, anak-anak sudah tidur. Dari teve, saya lihat ada tarik ulur soal penahanan Mas Bambang.

Akhirnya, pukul 01.30 saya lihat dari teve di depan Bareskrim tampak ramai. Dari situ saya tahu, Mas Bambang akan dibebaskan. Saya lega. Seperti biasa, menjelang qiyamul lail (salat malam) yang rutin kami lakukan tiap menjelang Subuh, anak-anak bangun. Saya beritahu bahwa ayah mereka sudah keluar dari Bareskrim tapi sedang menyapa teman-temannya di KPK dan akan pulang tak lama lagi. Benar saja, saat kami menunggu azan Subuh, Mas Bambang datang. Alhamdulillah, kami bahagia luar biasa. Setelah pulang, Mas Bambang istirahat.

Family Meeting

Hari Minggu ketika rumah mulai sepi, kami sekeluarga mengobrol. Saya katakan bahwa “pesta” sudah selesai. “Kalau kemarin kalian mendengar dan mengamati, sekarang tolong lakukan sesuatu supaya bisa memantaskan diri sebagai orang-orang yang diberi momentum besar. Kalau tidak, kalian akan lepas dari momentum ini. Maka, pantaskan diri kalian sebagai orang-orang yang sengaja dipilih Allah untuk diberi momentum ini. Allah akan memberikan momentum berikutnya yang lebih besar dan kalian harus siap. Setelah satu ujian bisa terlewati dengan baik, pasti akan datang ujian berikutnya yang lebih besar, kecuali kalau kalian gagal dalam momentum yang sekarang. Kalau gagal, ujiannya akan diturunkan (tingkatnya), dan jangan mau,” pesan saya pada mereka.

Saya persilakan mereka berdiskusi. Ada yang mengatakan ingin menulis proses ini dan akan menyimpannya dengan baik. Ada yang membuat kronologi penangkapan itu lalu bertanya pada teman-temannya seandainya situasi seperti ini terjadi pada mereka, apa yang akan mereka lakukan jika menjadi BW dan polisi? Katanya, ia ingin tahu respons mereka. Saya dan Mas Bambang bersyukur anak-anak sangat matang dalam berpikir. Memang, sejak mereka kecil, kami rutin mengadakan family meeting seminggu sekali.

Meski Mas Bambang sibuk, saya tetap ajak anak-anak mengobrol. Posisi duduk kami serius, bukan sambil tidur-tiduran atau santai. Topiknya bisa apa saja, pembahasannya bisa dari sisi mana saja. Misalnya, untuk topik banjir, saya dan Mas Bambang akan bertanya apa yang bisa mereka lakukan untuk korban banjir. Biasanya, mereka lalu membuka lemari, mengambil baju-baju, melipatnya rapi, dan memasukkannya ke plastik. Lalu diberikan pada saya untuk disumbangkan.

Setiap momentum selalu kami ambil sebagai sebuah proses pembelajaran bagi anak-anak, sejak mereka kecil. Jadi, ketika tahu Mas Bambang ditangkap polisi, saya berpikir ini adalah momentum yang ditunggu-tunggu anak-anak, dan momentum ini kalau tidak cepat dipakai, kemungkinan tak ada lagi. Momentum banjir atau gunung meletus mungkin masih bisa berulang, tapi momentum yang satu ini entah akan berulang atau tidak.

Belajar lewat banyak momentum itulah yang mungkin membuat mereka merasa penangkapan ayah mereka sebagai peristiwa yang biasa saja. Setelah family meeting selesai, terkadang saya ajak anak-anak mengobrol satu per satu kalau mereka ada masalah. Karena anak-anak mulai dewasa, saya rajin mencatat persoalan yang terjadi. Kalau ada laporan dari teman, orangtua teman mereka, atau guru, saya catat rapi. Biasanya begitu masuk kamar untuk mengobrol, pertanyaan mereka adalah dari mana saya mendapat bocoran beritanya. Ha ha ha…

 Waktu Istimewa

Saya bersyukur, family meeting membuat kami selalu dekat, meski Mas Bambang sibuk. Mas Bambang adalah ayah yang sangat penyayang pada anak-anak dan suami yang sangat menyayangi saya. Itu betul-betul dia tunjukkan. Kadang-kadang memang tak terucap secara verbal, tapi dia menunjukkannya dengan bahasa tubuh. Kami punya waktu dengannya biasanya setelah qiyamul lail sampai menjelang anak-anak berangkat sekolah dan Mas Bambang bekerja.

Inilah waktu istimewa kami, karena saat itulah kami sekeluarga bisa berkumpul. Setelah qiyamul lail bersama, sambil menunggu Subuh tiba kami menghabiskan waktu dengan tidur-tiduran bersama. Setelah azan, saya dan anak-anak yang perempuan salat Subuh di rumah, sedangkan anak-anak yang laki-laki akan ke masjid bersama Mas Bambang. Sepulang mereka dari masjid, biasanya saya sudah menyediakan teh panas. Tak pernah sehari pun terlewat tanpa teh panas, kecuali kami sedang berpuasa.

Ada atau tidak camilan sebagai teman minum teh, kami akan duduk melingkar sebentar untuk mengobrol. Kalau Mas Bambang sedang capek, biasanya kami tidak mengobrol. Mas Bambang akan ndusel-ndusel seperti kucing, itu bahasa cintanya dia pada kami. Anak-anak juga seperti itu ke ayahnya. Sebelum berangkat sekolah, anak-anak biasanya main basket sebentar di halaman. Oh ya, anak-anak punya jadwal aktivitas sehari-hari sejak bangun sampai malam yang mereka buat sendiri.

Halaman
123
Sumber: Nova
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved