Tantowi: Pesawat yang Sudah Dibeli Kok Malah Disuruh Jual

"Justru lebih efisien kalau presiden punya pesawat sendiri," kata Tantowi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta

Editor: Sudarwan
KOMPAS IMAGES / RODERICK ADRIAN MOZES
Pesawat kepresidenan Republik Indonesia tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, 10 April 2014. Pesawat jenis Boeing Business Jet 2 ini dibeli dengan harga 91,2 juta dolar AS atau sekitar Rp 820 miliar dan memiliki fasilitas 2 VVIP Class (State Room), 4 VVIP Class Meeting Room, 12 Executive Area, serta 44 Staff Area. 

SRIPOKU.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Tantowi Yahya tidak sepakat terhadap usulan agar pesawat kepresidenan dijual. Ia menilai, pesawat khusus kepresidenan justru mengefektifkan anggaran negara.

"Pesawat yang sudah dibeli kok malah disuruh jual. Justru lebih efisien kalau presiden punya pesawat sendiri," kata Tantowi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (2/9/2014).

Hal itu disampaikan Tantowi saat menyikapi usulan Ketua DPP PDI Perjuangan Maruarar Sirait agar presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) menjual pesawat kepresidenan nantinya. Usulan itu dianggap untuk menghemat anggaran operasional.

Tantowi mengatakan, pesawat kepresidenan membuat waktu perjalanan presiden efisien. Sebagai pejabat negara, Tantowi melihat presiden harus efisien terhadap waktu karena padatnya agenda kepresidenan.

Dari segi biaya, bila tidak dengan pesawat khusus, ia memprediksi bahwa perjalanan presiden akan menelan biaya yang lebih besar. Ia juga menyoroti sistem keamanan pesawat khusus presiden yang lebih terjaga dibanding menggunakan pesawat umum.

"Faktor keamanan. Akan lebih aman (kalau presiden) naik pesawat khusus sendiri. Semua petugas intelijen, polisi, jadinya mudah dalam mengontrol sistem pengamanan," ucap Tantowi.

Untuk itu, ia menganggap usulan penjualan pesawat kepresidenan justru berlawanan dengan efektivitas kerja dari presiden.

Maruarar Sirait mengaku akan mengusulkan kepada Jokowi untuk menjual pesawat kepresidenan yang pengadaannya dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Hal itu dianggap sebagai salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk menghemat anggaran agar tidak menaikkan harga BBM bersubsidi.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved