Lika-liku Kehidupan Buya Syafii
Tak pelak lagi, bangsa ini memang harus kembali membaca dan belajar pada sejarah perjuangan para tokoh bangsanya.
Berbekal motivasi menuntut ilmu yang kuat, Syafii berhasil meraih sarjana pada tahun 1964, sedangkan gelar Sarjananya diperoleh dari IKIP Yogyakarta pada tahun 1968.
Sampai usia 28 tahun, Syafii menjadi bujang lapuak yang masih begulat menuntut ilmu di Jawa, belum juga memiliki tumpuan hati. Sudah 4 tahun lamanya dia tidak pulang, sehingga membuat Etek Bainah, bibi yang merawatnya semenjak kecil, ikut merasa sedih dan gelisah.
Kemudian atas inisiatif Ismael, timbulah keinginan untuk menjodohkan Syafii dengan Lip, dimana usia keduanya terpaut jauh sekitar 10 tahun.
Setelah berkirim surat tentang perjodohannya, Syafii pun pulang kampung dan terlaksanalah pertunangan dirinya dengan Lip, yang saat itu berumur 18 tahun.
Hubungan jarak jauh sempat mereka lakoni, dengan rasa sayang dan saling memahami. Pernah suatu masalah besar menimpa dan hampir mengandaskan hubungan mereka, namun bisa diatasi. Akhirnya berbekal kesabaran yang teguh, mengantarkan keduanya sampai ke pelaminan, meniti titian kehidupan bersama.
Selanjutnya, tak disangka ketekunan Buya Syafii berbuah manis, ia mendapat beasiswa mendalami ilmu sejarah hingga memperoleh gelar Master di Universitas Ohio, Amerika Serikat juga gelar Doktoralnya diperoleh pada tahun 1993 dari Universitas Chicago, Amerika Serikat. Tak heran, kepakaran di bidang sejarah itu mengantarkannya sebagai Guru Besar Ilmu Sejarah di IKIP Yogyakarta.
Praktis, dalam keseharian, Buya Syafii menjadi figur ilmuwan, sejarawan sekaligus agamawan. Kiprahnya di Muhammadiyah sejatinya diukir dari ranting.
Lambat laun, nama Syafii Maarif dikenal dan didaulat menjadi pengurus Nasional. Buya Syafii akhirnya didapuk menggantikan Amien Rais, sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah hingga tahun 2005.
Baginya, Muhammadiyah memberikan hikmah besar pada aras kepemimpinan yang peka untuk mendengar keluh kesah rakyat. Buku otobiografi ini seamsal curhatan otentik yang mengajarkan kesederhanaan hidup, ketabahan, konsistensi, independensi, moralitas adiluhung dan pergumulan panjang pencarian jati diri seorang Syafii Maarif. Selamat membaca!
Judul Buku : Memoar Seorang Anak Kampung
Penulis : Ahmad Syafii Maarif
Penerbit : Ombak
Tahun : 2013
Tebal : xvii + 470 halaman
ISBN : 978-602-258-041-6
Harga : Rp98.000,-
Pengirim: Muhammad Bagus Irawan, pustakawan Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo